Melalui bukunya yang menarik, The Righteous Mind: Why Good People Are Divided By Politics and Religion (2013), Jonathan Haidt menuturkan bahwa moralitas itu membutakan. Dan manusia lebih peduli dan berusaha untuk terlihat baik daripada berlaku baik. Ini yang akhirnya membuat banyak parpol yang menjadi korban perundungan (bullying) akibat ulah kadernya. Maka, penguatan kader menjadi penting untuk digagas oleh Airlangga Hartarto.
Aspiratif
Terakhir yang membuat kehadiran Airlangga Hartarto menjadi pembeda adalah keyakinan terhadap aspirasi kader. Sudah selayaknya sebuah parpol menjalankan fungsi aspirartif dengan baik. Aspirasi merupakan awal dari terbentuknya tata kelola pemerintahan yang baik. Lebih jauh, aspirasi merupakan sarana primer penguatan kader.Parpol seharusnya memang hadir sebagai upaya untuk ‘mendengar’ lebih banyak dari kadernya. Berawal dari mendengarkan, maka parpol akan mampu memahami cara paling tepat untuk melakukan konsolidasi terkait program pemenangan pemilu, misalnya.
Memimpin adalah perihal seni. Seni dalam mencapai tujuan bersama. Memimpin juga memerlukan kearifan. Yang selama ini kita lihat dan baca perihal kegaduhan politik nasional adalah ekses dari arogansi segelintir pihak. Parpol menjadi kehilangan jati dirinya. Ekses yang lebih mengkhawatirkan adalah sikap apatis rakyat terhadap parpol.
Maka kehadiran Airlangga Hartarto dengan tiga upayanya yang solutif layak diapresiasi. Selamat berkarya menyelamatkan Golkar. #SaveGolkar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H