Nikah cerai di kalangan artis bukanlah hal yang tabu lagi. Puluhan selebritis yang awal pernikahan terlihat aman sentausa dan bahagia tahu-tahu sudah ada gugatan. Parahnya lagi jika gugatan cerai mengorbankan anak-anak.
Pagi itu sambil merendam cucian. Aku menonton acara musik Inbox yang dilanjutkan dengan infotainment Hot Shot. Berita tentang Pasha Ungu dan Oki pun bergulir.
Bagiku sih, tidak peduli. Mau mana yang bersalah toh bukan urusanku. Tapi saat pihak infotainement mendatangi rumah Oki di Cimanggu Bogor. Terlihatlah anak-anak mereka sedang bermain.
Mungkin karena tidak mendapatkan Oki. Wartawan mewawancarai anak sulung Pasha Ungu dan Oki.
"Mami di mana?" tanya wartawan di luar gerbang.
"Mami ada di dalam? Kita kan mau pindah!" jawab anak sulung dengan gaya khas anak-anaknya. Ia dan adiknya masih bermain di teras rumah. Bermain sepeda.
"Mau pindah ke mana?" tanya wartawan lagi.
"Nggak tahu! Tapi kita mau pindah?" jawab si sulung. Dia masih bermain sepeda. Sang wartawan tetap setia meski berada di luar gerbang.
"Kita mau pindah soalnya ayah Pasha jahat. " lanjut si sulung wajahnya mendekati gerbang.
"Jahat kenapa?" tanya wartawan.
"Jahat suka mukulin mami! Nanti kalau anak-anaknya hilang. Ayah Pasha bisa sadar," jawabnya lugu. Maksudnya jika pindah dan anak-anak tidak kelihatan oleh Pasha. Ia akan menyadari kekeliruannya selama ini.
Aku terperangah. Seorang anak yang masih duduk di TK sudah tahu urusan orang tuanya. Masya Allah!
Aku jadi ingat. Seorang murid di TK yang tidak diperkenankan oleh ibunya untuk bertemu sang ayah. Bahkan jika ditanya ayah kerja di mana? Ia akan menjawab "Nggak tahu. Ayah kan jahat!"
Bukan berarti anak sulung Pasha bilang begitu karena didoktrin Oki. Namun sunggguh menyedihkan jika anak-anak harus dilibatkan dalam urusan keegoisan orang tuanya.
Itu baru satu selebritis. Yang mungkin lagi hot-hotnya adalah kasus perceraian KD dan Anang. seperti yang kita ketahui sikap kedua anak mereka yang enggan bertemu dengan KD. bahkan di awal-awal, anaknya sempat mengeluarkan statment buruk tentang KD.
Aku jadi ingat (lagi). Selama 4 tahun jadi guru. Muridku pun mengalami hal serupa. Harus berhadapan dengan orang tua yang bercerai.
Tahun pertama,laki-laki. Perceraian ortunya membuat ia menjadi tempramental.
Tahun kedua, laki-laki. Perceraian ortunya membuat ia menarik diri dan pendiam.
Tahun ketiga, kali ini perempuan. Perceraian ortunya membuat ia lebih pendiam dan tidak semangat (persis seperti kasus kedua)
Tahun keempat, laki-laki. Perceraian ortunya membuat ia menjadi tempramental dan sulit diatur (persis seperti kasus pertama).
Perceraian! Yang akhirnya dikorbankan adalah anak-anak. Parahnya lagi saat perceraian anak-anak menjadi saksi keegoisan orang tuanya. Ckk....ckk......ckk.....
Jangan sampailah anak-anak terlibat. Apalagi harus menjawab pertanyaan dewasa yang harus dijawabnya. Semua pihak, ya orang tua, guru bahkan wartawan harus bisa memahami itu. Jangan karena urusan bisnis dan kepentingan pribadi, anak-anak dilibatkan. Kasihan anak-anak!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H