Aku mendedah hari
Dengan sekuntum  bulur merendai nasib
Terpasung oleh zaman yang entah basi
Yang perih tersayat  sembilu  menggigil
Dengan luka batin
Seraut wajah debu jalanan  penuh sisik maupun sirik
Di tanah yang ditinggalka jejak  para dewa
 Menjadi lahan perang kaum sengkuni dan kurawa
Seakan rembulan itu milik mereka barisan punggawa
Hilang satu persatu jubah miliknya dipandang tak lagi rupawan
Andai  airmata ini mengalir
Melebihi elegi purnama di kintamani
Kita adalah kaum bani terlahir dari ranting generasi
Tetapi mengapa menjadi rasis?
Kabut kian kelam di punggung kintamani
Nyanyian peradaban telah membuka celah
Langgam kematian tentang jiwa-jiwa merdeka  meneroka
Membirama seamuk luka banteng ketaton
Tanpa selumbar nurani renung  elegi sang purnama
Yang diam membisu menatap besok
@serpihankelana16112016 Â Â Â (saungsastradewata)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H