Aku merindu senandung di gigir rimba
dengan lumat ku apung kicauan kepodang
pada cabang  yang sepah di pucuk musim
setelah kemarim punah diamuk api
aku terkasip  membedak wajah belantara
sehingga tangan – tangan tak berakhlak
menebar asap. Â namun pada musim ini
 kita adalah embun basahi, tanah yang kering
ranting telah kuncup di ceruk rimba
buaian angin menampar  wajah –wajah lelah
terpaannya menggilir  hingga ke jantung awang
sedangkan di langit pula haru  berdeham
di rimba,
seperti tumpukan  kabut berbagai reka bentuk
lengkap dengan berjenis  lembar- lembar partitur
yang tak pernah ada bila kita tak mencangkirkan purnama
mencerup dengan selaksa dahaga, seteguk  telaga
jangan ada lagi yang mengnistakan rimba ini
sebesar dosa yang telah lapuk berlalu kini
semesta ini  adalah pernaungan siang untuk malam
yang menibakan esok untuk hari yang selalu remah
serupa,
 nyanyian kepodang ditawan rimba
menjadi  pelega,  penuntun  mimpi
dedaun pun hijau merampaikan
bulir kuning kemuning  riba
@rskp,170616,,,,, Â Â Jakarta
Sumber:Blog.Rajawali Ufuk Timur.youtube.@rskp/pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H