Mohon tunggu...
Riecki Serpihan Kelana Pianaung
Riecki Serpihan Kelana Pianaung Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

"Hidup hanya berkelana dari sebuah serpihan untuk "menuju" mati" ____________________________________ @rskp http://www.jendelasastra.com/user/riecki-serpihan-kelana-pianaung https://domainxx.blogspot.co.id/ https://www.youtube.com/watch?v=M11_fpnT5_g&list=PL1k1ft1F9CCobi2FMkdqQ6H4PFFWPT--o&index=2 https://www.evernote.com/Home.action#n=c9ce48a1-38c2-4b2b-b731-c340d3352d42&ses=4&sh=2&sds=5&

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hoga

23 Mei 2016   22:49 Diperbarui: 23 Mei 2016   23:15 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://cg-artwork-fantasy_art

Pagi masih menggeliat. Embun belum lesap, masih menitis, mengurai sejuta warna untuk alam semesta. Mengaromakan tanah basah yang selalu merindukan polesan kehangatan dan belaian dari gericik air – air sorgawi. Untuk berkelanjutan bagi setiap insan yang hidup.

Pagi itu  di Pendopo Kelurahan Batuangus dikaki gunung Duasudara , sebelah selatan dari gunung Klabat. Warga kampung berbondong – bondong mendatangi tempat itu. Bahkan sudah banyak yang berkerumun di halaman pendopo. Terutama kaum pria dan anak anak. Ada apa sebenarnya sehingga banyak orang mendatangi pendopo itu?

Di halaman pendopo itu nampak  tergeletak tubuh seorang pria tak dikenal. Tubuhnya masih bersimbah darah namun sudah mengering sehingga melengket pada pakaian berwana biru yang dikenakannya. Rambutnya panjang tergerai ke atas tanah. Pria itu ternyata telah tewas. Kepala Kelurahan bersama satuan pengamanan Polsek setempat sudah berada di lokasi. Tidak jauh dari tempat berdirinya Kepala Kelurahan, duduk dua orang pria bersama seorang anak perempuan yang masih kecil. Anak perempuan kecil itu berpelukan pada salah seorang pria yang mungkin adalah ayahnya. Wajahnya bersembunyi di dada ayahnya. Perempuan kecil itu kelihatan sangat ketakutan.

“Kejadiannya kira – kira jam berapa?!” Salah seorang Polisi bertanya kepada kedua pria itu.

“Sekitar jam empat subuh, Pak!” salah seorang pria yang lebih tua menjawab

“Boleh sedikit menguraikan  kronologis peristiwa ini, Pak..Pak Denti ya!” Polisi yang satu berpakaian preman, mungkin Kapolsek itu bertanya.

“Nama saya Denti Pak, dan ini tetangga dekat saya namanya Pilu. Dan ini anak saya yang masih berusia enam tahun.!” Pria bernama Denti itu mulai menceritakan peristiwa yang terjadi.

“Kurang lebih jam empat subuh tadi, anak saya ini sudah terbangun. Dia bermain – main sendirian di dalam rumah. Mainannya bola pingpong. Saya kebetulan juga sudah terjaga dari tidur. Melihat anaknya bermain, saya pun bangun dan berbaring di bangku  sambil menjagain anak saya pak. Karena saya tahu sekarang lagi musim Hoga, maka saya mengawasi anak saya. Lalu,,,,  tiba – tiba bola pingpong itu menggelinding keluar pintu depan. Anak saya keluar mengambilnya,,,akan tetapi ,,tiba – tiba hanya terdengar teriakan anak saya di luar….!” Denti terdiam sejenak , mengusap punggung putrinya.

“Saya mendengar teriakan anak saya,,,  Papaaa,,,,papaaa,,,!”

“Saya langsung keluar mengejar suara anak saya,, karena semakin lama semakin menghilang suaranya…..,,,saya terus mengejar. Dan Pilu tetangga saya ini mendengar juga   teriakan anak saya…dia pun ikut mengejar dari arah yang berbeda…..!”

“Lalu tertangkap!” Kepala Kelurhan ikut bertanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun