Mohon tunggu...
Serly Indri Fikriani
Serly Indri Fikriani Mohon Tunggu... Lainnya - Helloo

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membandingkan Kecerdasan Akademik dari Kapasitas Universal Berbeda dengan Motivasi

30 Desember 2021   05:21 Diperbarui: 30 Desember 2021   05:51 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Pendidikan Melintasi Masa: Membandingkan Akademis Anak dengan Kapasitas yang Digenggam Secara Universal Tidak Sama dengan Motivasi (motivasi yang tidak memotivasi)"

Pembahasan pendidikan mungkin sudah menjadi konsumsi di era pandemi. Dampak pandemi terhadap dunia pendidikan menjadi sandaran permasalahan yang masih berbelit hingga saat ini. 

Berbagai program untuk menunjang proses pembelajaran sudah dilakukan. Namun terdapat sisi lain dari kompleksitas permasalahan pendidikan yang terjadi, terlebih lagi ketika masa yang telah berubah. 

Pendidikan pada masa seperti sekarang erat kaitannya dengan peran orang tua. Tentunya tidak bisa disamaratakan bagaimana support sistem orang tua dalam pendidikan anak.

Proses pencapaian keberhasilan seseorang seringkali masih dilabeli dengan satu contoh keberhasilan orang lain. Berbalik fakta bahwa setiap manusia memiliki kemampuan dan keunggulannya masing-masing. 

Ketika pencapaian keberhasilan dalam pendidikan seseorang diukur dari titik berhasil orang lain, maka hal tersebut justru dapat menjauhkan potensi yang dimiliki seorang anak. Bertujuan untuk memberikan motivasi dengan langkah membandingkan masih lumrah terjadi hingga saat ini. 

Gambaran pendidikan di masa dahulu juga masih menjadi patokan orang tua kepada seorang anak. Hal baik ketika dilakukan ketika realitas yang dihadapi seorang anak berbanding lurus dengan apa yang disosialisasikan. Tetapi kesulitan dalam segi yang berbeda memang dirasakan antara pendidikan dahulu dan sekarang.

Kompetisi memang menjadi sebuah model yang dibawa makhluk hidup di bumi. Maka jika dapat naik ke tahap dimana membandingkan diri dengan orang lain menjadi sebuah pembiasaan di masyarakat. 

Pada konteks pendidikan, target terlihat pada prestasi seorang anak yang dibandingkan dengan anak yang lain. Tujuan motivasi yang diangkat justru sebaliknya pada sisi anak. Beban pendidikan dan kata kesempurnaan yang dituju kian berat ketika target disandingkan dengan orang lain.

Motivasi pendidikan yang dibalut dengan kalimat membandingkan dapat menganggu kebebasan anak itu sendiri. Hal yang masih dilakukan orang tua saat ini adalah ketika seorang anak mendapat nilai akademis yang 'jelek', lalu nilai tersebut dituntut untuk sempurna dengan pemberian beban pada seorang anak. 

Menjaga nilai akademis memang diperlukan, namun ketika wujud alasannya adalah karena melihat orang lain maka hal tersebut dapat menjadi keliru. Membungkam kemampuan seorang anak dan menyamaratakan potensi dan prestasi adalah salah satu bentuk masih rendahnya demokrasi pendidikan.

Seorang anak dapat bebas mengeksplor kemampuan mereka. Penyesuaian terhadap masyarakat merupakan hal yang harus dilakukan. Namun dari hal tersebut, bukan berarti menjadikan patokan penuh orang tua untuk menentukan prestasi seorang anak. 

Sejalan pula pada pernyataan John Dewey yang mengartikan pendidikan adalah memberikan kesempatan untuk hidup dan hidup adalah menyesuaikan diri dengan masyarakat. Menyesuaikan bukan berati menyamakan diri dengan masyarakat.

Definisi pendidikan menurut Dewey diinterpretasikan sebagai suatu bentuk proses, dimana masyarakat berusaha mengenal dirinya. Proses ini dapat terbangun maksimal dengan dorongan dalam lingkungan sosialnya. 

Dalam setiap pelaksanaannya, pendidikan akan selalu berkaitan dengan masalah kewajiban dan hak manusia dalam suatu komunitas yang salah satunya adalah hak dan kesempatan atas dasar kemampuan mereka.

Konsep demokrasi pendidikan yang dirumuskan oleh Dewey adalah mengenai kebebasan pendidikan. Kebebasan dalam pendidikan karena individu lebih didominasi oleh hasrat alamiah. 

Hasrat yang tinggi tersebut mampu memunculkan rasa kasih sayang, keramahan, serta beberapa watak yang menonjol (Setiyadi,2010). Namun, dengan adanya kapasitas secara universal menjadikan seorang anak kian jauh dari nilai-nilai demokrasi pendidikan tersebut. 

Pengalaman dan kebebasan adalah alat emosional yang menumbuhkan keinginan seseorang. Oleh karena itu, bukan dengan kondisi terikat dengan patokan universal prestasi akademis, namun seorang anak juga dilandasi dari pengalaman dan kebebasan yang mereka bentuk untuk mengarahkan pada kemampuan tiap individunya.

Salah satu bentuk kebebasan yang tetap penting adalah kebebasan intelegensi, kebebasan mengamati dan menilai yang dilakukan atas banyak tujuan yang benar-benar berharga. 

Dari hal tersebut, seorang anak dapat memahami potensi yang dimiliki secara pribadi. Unsur dasar kebebasan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan yang mencakup kebebasan dalam berfikir, memiliki keinginan, dan tujuan yang dicapai (Setiyadi,2010).

Oleh karena itu, memberikan motivasi pendidikan bukan sepenuhnya dilakukan dengan membandingkan dengan orang lain. Berkompetisi dan mengikuti arus lingkungan sekitar memang perlu dilakukan. 

Namun bukan dengan memegang kendali penuh dengan mengikuti kapasitas yang digenggam secara universal. Impian adanya pendidikan yang bermutu dapat terwujud sejalan dengan demokrasi pendidikan.

Referensi :

Setiyadi, Alif Cahya. 2010. Konsep Demokrasi Pendidikan Menurut John Dewey. At-Ta'dib Vol. 5. No. 1, Halaman 87-90

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun