"Bu ... Boleh aku minta belikan kopiah?" tanya Budi.
Amira tersenyum melihat  semata wayangnya. Tak tega menyakiti hati. Tapi, uang Amira hanya  cukup untuk membeli beras.Â
"Insha Allah. Kalau ibu punya uang. Memang, Budi mau kopiah yang seperti apa?" tanya Amira sambil mengelus kepada Budi.
"Yang seperti ini, bu. Yang warna hitam. Buat dipakai salat Jumat," jawab Budi riang dengab janji ibunya.
"Oke, bos. Tapi sekarang Budi belajar dulu. Biar sekolah diliburkan gara-gara Covid-19, harus tetap belajar," kata Amira.
"Iya, bu," ucap Budi.
"Belajar yang rajin. Banyak baca buku, biar tidak bodoh seperti ibu," ujar Amira lagi.
Budi membaca buku pelajaran yang dipinjamkan oleh Adi, teman sebangkunya. Budi tidak bisa banyak menuntut ibunya membeli paket data untuk belajar online.Â
Usai belajar, Budi beranjak ke peraduan. Amira memilih mempersiapkan bahan kue untuk  besok pagi.Â
"Seandainya mas Arif masih hidup, mungkin keadaan Budi tak begini. Astagfirullah, aku tak boleh menyalahkan takdir. Ikhlas," kata Amora pada diri sendiri.
Mentari pagi tiba, sinarnya tersenyum pada Amira. Dagangannya sudah siap untuk dijajakan kepada langganannya. Memang, dagangan  jajan pasar Amira terkenal enak.
Amira memakai masker. Meletakan dagangannya ke dalam wadah plastik besar yang biasa dipakainya berjualan. Tekadnya semoga hari ini dapat rejeki halal untuk membeli kopiah buat Budi.
Tak terasa, sudah hampir satu jam Amira berkeliling. Namun, pembeli yang diharapkan tak kunjung ada. Amira mengaso  sebentar menghilangkan sedikit pegal di kakinya, kemudian kembali berdagang. Suaranya mulai parau, tapi dagangannya tak berkurang juga.
Amira menahan air mata. Dia  harus sekuat baja dan setegar batu karang. Demi buah hatinya, Budi.
Seorang ibu memanggilnya.Â
"Kue! Sini!" teriak ibu yang memakai baji warna hijau dari balik pagar.
Amira mendekati wanita itu di balik pagar itu. Wanita itu baru pertama kali dia lihat di lingkungan tempatnya berjualan. Tampaknya orang baru.
"Kuenya, bu," ucap Amira.
"Wah ... Kuenya kelihatannya enak-enak. Berapa harganya? tanya wanita itu.
"Seribu rupiah, bu. Ada pisang goreng, bakwan, donat, dan gemblong. Tinggal dipilih," ujar Amira.
"Saya ambil pisang goreng dan donatnya. Harga dua puluh ribu ya," kata wanita itu.
Amira memasukkan kue pesanan wanita itu ke dalam kantong plastik. Menyerahkan kepadanya. Wanita itu pun membayarnya dengan selembar uang pecahan lima puluh ribu. Amira memberikan kembaliannya.
"Tidak usah dikembalikan. Sisanya buat ibu saja," kata wanita itu.
"Tapi bu, ini kembaliannya," tolak halus Amira.
Tangan wanita itu menolak uang yang  Amira. Berkali-kali Amira memaksa, dia tetap enggan menerimanya. Akhirnya, Amira dengab berat hati mengambil sisa uang kembalian itu.
"Makasih, bu," ucap Amira.
Wanita itu hanya membalasnya dengan senyuman.
"Eh ... Mau kopiah?" tanya wanita itu.
"Maksudnya?" tanya balik Amira.
"Saya baru beli kopiah buat anak kemarin. Tapi kekecilan. Daripada mubazir," kata wanita itu.
"Mau bu," jawab Amira senang.
Wanita itu bergegas  dalam mengambil kopiah tersebut. Menyerahkannya ke tangan Amira. Kopiah itu memang masih baru dan pas untuk ukuran kepala Budi, anaknya.
"Makasih banyak, bu" ucap Amira.
"Besok kemari lagi ya. Tadi, waktu di dalam saya sempat makan satu kuenya. Ternyata enak. Satu lagi, nama saya mama Dimas," katanya.
Amira mengangguk dan kembali melanjutkan dagangannya. Hari ini, dagangannya tak begitu laku. Namun, Amira tak bersedih hati, karena dia pulang membawa kopiah baru buat anaknya.
"Budi!" panggil Amira.
Budi keluar dari kamarnya. Betapa senangnya melihat kedatangan ibunya.
"Ibu sudah pulang," kata Budi.
"Iya, sayang. Tebak, ibu bawa apa?" tanya ibu.
Budi menggelengkan kepala tanda tidak tahu.
"Ini hadiah buat Budi," kata Amira menyerahkan sebuah kotak ke Budi.
Budi membukanya dan terkejut. Dia melompat-lompat kegirangan.Â
"Kopiah baru! Kopiah baru!" teriak Budi.
Budi memakainya di kepala.
"Buat dipakai salat," kata Budi.
"Iya. Salat yang rajin ya. Belajar yang rajin juga," ucap ibu Budi.
Budi mengambil cermin kecil di kamarnya.Â
"Keren. Budi mirip pejabat yah, Bu," canda Budi.
"Ha ... ha ... ha .... Amin," kata ibu Budi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H