Mohon tunggu...
Sergius Hendi
Sergius Hendi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi saya ialah menulis dan memnonton

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Usaha Kaum Selibat Menjaga Eksistensi Iman Melalui Media Sosial

1 Februari 2024   21:55 Diperbarui: 1 Februari 2024   22:06 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dan 1.128 suku bangsa, dengan kultur budaya dan sosial yang berbeda (Oktaviani dan Kurnia, 2023). Keberagaman itu tidak hanya soal budaya ataupun adat istiadat setiap daerah. Hal yang paling menakjubkan di Indonesia ialah keberagaman agama. Indonesia terdiri dari enam agama besar y      ang diakui oleh hukum, yaitu: Hindu, Budha, Katolik, Protestan, Konghucu dan Islam. Setiap agama itu memiliki esensial yang berbeda-berbeda sesuai dengan penghayatan iman masing-masing. Meskipun demikian, Indonesia mampu menyatukan keberagaman dalam satu kesatuan yaitu dalam negara Indonesia.

Berbicara mengenai globalisasi pada abad ke-21, bukanlah suatu hal yang tabu lagi. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang dihidup pada abad ini ialah generasi Z yang lahir sekitar tahun 1995 sampai dengan 2010 (Fatya Diega Safira, Nurti Budiyanti, Indhira Dewi Darmawan, Nilam Sukma Salsabil, 2023). Mereka merupakan generasi yang lahir pada zaman digital yang memudahkan mereka untuk terjerumus ke dalam arus kehidupan yang tidak senonoh bahkan menyimpang dari tatanan kehidupan. Globalisasi sangat mempengaruhi banyak aspek gaya hidup, salah satunya aspek agama yang menyangkut iman. Banyak orang telah lupa dengan nilai-nilai agama, pengetahuan umum mengenai agamanya, bahkan agama itu hanya sekedar status di KTP supaya tidak disebut Ateis, atau hanya untuk memudahkan dalam hal surat menyurat dan menjadi label diri agar memiliki hari raya keagamaan yang bisa dirayakan.

Dalam konteks kehidupan beragama, era globalis telah melahirkan pandangan yang mengatakan bahwa posisi agama yang dulunya menjadi perbincangan atau persoalan publik, namun kini telah bergeser menjadi perosalan pribadi. Hal ini ingin memberi gambaran bahwa agama tidak lagi memiliki peran yang otentik dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada masyarakat. Fakta yang terjadi sekarang ialah, kedudukan agama telah diambil alih oleh arus globalisasi terkhus dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, politik, dan ilmu pengetahuan yang membuat agama hilang identitasnya. Di sisi lain, manusia tidak bisa menipu dirinya sendiri terhadap kemajuan teknologi yang membawa bencana dalam kehidupan. Pada awalnya teknologi memberi kemudahan bagi setiap tatanan kehidupan manusia. Ketika urusan itu semakin mudah akan menimbulkan kesepian dan keterasingan baru, yakni lunturnya rasa solidaritas, kebersamaan, silahturahmi, sehingga cenderung merusak diri sendiri dengan melakukan penyimpangan sosial (Ngafifi, 2014). Perilaku tersebut disebabkan oleh krisisnya iman yang ada dikehidupan masyarakat.

Sejak dunia dilanda virus Covid-19 pada tahun 2019 silam, banyak sekali perubahan dalam pola hidup masyarakat, segala aktivitas dibatasi sehingga seluruh kegiatan seperti bekerja, ibadah, sekolah, dan liburan hanya dilakukan di dalam rumah. Dampak covid-19 silam juga masuk dalam kehidupan Gereja dengan dampak yang tak kalah ganas, yaitu krisis iman. Krisis iman membuat orang tidak karu-karuan karena hidupnya hanya mengandalkan diri sendiri dan pikiran tanpa adanya pegangan iman. Belum ada sejarah agama, termasuk dalam zaman penjajahan atau diera komunisme perayaan-perayaan keagamaan dilarang sama sekali. Kebijakan wajib social distance oleh pemerintah membuat Gereja harus menutup gereja tempat merayakan iman yang dilakukan secara bersamaa (Saputra dan Serdianus, 2022). pembaruhan araha  Akibat itu masih terasa sampai sekarang, contohnya ialah tindakan malas-malasan untuk pergi ke gereja untuk ibadah, karena kebiasan dulu akibat isolasi dan minimnya kaum muda yang tertarik untuk masuk dalam hidup bakti karena lebih senang menjalankan hidup di dunia maya.

Media sosial merupakan buah dari globalisasi. Media sosial sebagai media online memberi kemudahan kepada para penggunanya untuk bisa berpartisipasi secara aktif. Media sosial memberi kemudahan untuk berinteraksi dengan banyak orang serta memperkaya pergaulan karena jarak dan waktu bukanlah suatu penghalang lagi (Watie, 2016). Media sosial dapat dilakukan untuk berbagai hal, mulai dari yang positif sampai dengan yang negatif. Media sosial dapat menjadi sarana untuk jalan bermisi, yaitu bermisi di dunia gadget. Hal ini disebabkan dalam media sosial dapat melakuakn interaksi dalam berupa foto, video, tulisan dan konten. Media sosial tidak pernah memilih-milih kepada siapa yang boleh menggunakannya. Salah satunya adalah kepada kaum selibat. Penggunaan media sosial oleh kaum selibat bertujuan untuk mengenalkan iman, sebagai tugas utama mereka sebagai pewarta.

Pengenalan akan Yesus Kristus sendiri merupakan sesuatu yang harus ditekankan oleh Gereja bagi umat Katolik sebagi sumber iman yang sejati. Pengenalan akan Allah dapat dibaca dalam Alkitab Deuterokanonika yang memuat perjanjian lama dan perjanjian baru. Dalam perjanjian lama, pengenalan akan Allah diketahu melalui sabda atau firman-Nya. Sabda-Nya itu selalu berbicra mengenai kebaikan, pengetahuan, kebijaksanaan, keadilan, kemanusiaan. Dari sabda-Nya dan tindakan-Nya melalui para nabi Allah menunjukkan diri-Nya. Sedangkan dalam perjanjian Baru, pengenalan akan Allah secara langsung dapat dilihat dari sosok Yesus Kristus (Wardoyo, 2022). Namun sekarang ini, ketertarikan untuk membaca Alkitab sudah minim karena media sosial yang menguasai mereka, sehingga waktu untuk melihat dan mengenal iman tidak ada.

Krisis iman yang terjadi sekarang seolah-olah seperti krisis iman yang dialami oleh bangsa israel. Krisis yang dialami oleh bangsa Israel memiliki banyak bentuk. krisis tersebut dapat berupa Penindasan oleh bangsa lain, kalah perang, hukuman dari Allah, berada di pembuangan (Wardoyo, 2021b). Krisis iman Dalam konteks bangsa israel sama halnya dengan situasi zaman sekarang bahwa kekrisisan iman diakibatkan oleh diri mereka sendiri, karena tidak mampu mengontrol kemajuan teknologi.

Dalam penelitian sebelumnya yang tulis oleh Maria Eka Bonita Putri, Petrus Ana Andung, Maria V.D Pabha Swan, membahas tentang Fenomena Komunikasi Imam Diosesan di Keuskupan Agung Kupang dalam Menggunakan Media Sosial. Dalam artikel yang ditulis, penulis ingin menggali tentang bagaimana media sosial digunakan oleh para imam diosesan  Keuskupan Agung Kupang sebagai sarana penunjang kehidupan sehari-hari baik dalam pekerjaan, hiburan sampai dengan komunkasi serta memanfaatkan keunggulan atau dampak positif dari media sosial di tengah arus globalisasi. Dalam artikel ini juga diperlihatkan bahwa media sosial dijadikan sarana untuk mewartakan injil atau kabar gembira kepada umat. Sehingga hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebagai Imam Diosesan tidaklah harus menutup mata akan kemajuan teknologi masa kini untuk tidak menggunakannya sebaik mungkin (M. Eka et al., 2023). Penelitian ini hanya menekankan seberapa efektif penggunaan media sosial oleh Imam Diosesan di Keuskupan Agung Kupang serta fokus penelitian ini juga hanya ditujukan kepada Imam Diosesan. Sedangkan dalam penelitian kali ini lebih berfokus pada kaum selibat secara umum dalam pemanfaatan media sosial. Kebaruhan karya tulis ini ingin mengaris bawahi tanggapan kaum selibat terhadap media sosial sebagai sarana untuk memberi didikan iman.

Rumusan maslah dalam karya tulis ini, ingin melihat bagaimana usaha yang dilakuakan oleh kaum selibat dalam menjaga eksitensi iman supaya masyarakat tetap hidup dalam jalan yang benar. Untuk melihat bagaimana kaum selibat dapat membaca zaman. Hal ini ada kaitannya dengan tugas Gereja itu sendiri untuk terlibat aktif dalam pewartaan. Sehingga media sosial itu tidak menjadi suatu hasil dari globlisasi, melainkan dapat digunakan atau diterapkan dalam tugas pelayanan untuk mewartakan kabar gembira guna menguatkan iman.  

Eksistensi Iman

Agama katolik merupakan agama yang diperkenalkan oleh para misonaris dari barat ke Indonesia. Agama katolik datang ke Indonesia bersamaan dengan misi Gospel dan misi kekuasaan oleh para imam Barat. Namun, secara historis agama katolik berakar pada Yesus di tengah kelompok masyarakat Yahudi yang menjalankan kehidupan keberimanan yang bersifat kaku dan justru membelenggu kebebasan eksesistensial manusia, sehingga dengan demikian pendiri gereja Katolik adalah para murid-Nya dan Yesus sendiri dipahami sebagai peletak batu pertama berdirinya agama Kristen (Kenoba, 2020). Kehadiran Yesus Kristus ingin memperkenalkan dan memperlihatkan praktek keagamaan yang benar. Oleh karena itu, kehadiran Yesus untuk  menyampaikan kabar gembira atau Injil mengenai jalan keselamatan serta mengajak orang-orang Yahudi untuk kembali pada jalan hidup yang benar. Sehingga keberadaan iman katolik itu sendiri tertuju kepada Yesus Kristus, semuanya ini telah tertuang dalam syahadat iman yang biasa diucapkan sebelum doa umat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun