BAB 1 - Pendahuluan
A. Etika
Secara bahasa kata ‘etika’ lahir dari bahasa Yunani ethos yang artinya tampak dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini yang menjadi perspektif objeknya adalah perbuatan, sikap, atau tindakan manusia. Pengertian etika secara khusus adalah ilmu tentang sikap dan kesusilaan suatu individu dalam lingkungan pergaulannya yang kental akan aturan dan prinsip terkait tingkah laku yang dianggap benar.
Sedangkan pengertian etika secara umum adalah aturan, norma, kaidah, ataupun tata cara yang biasa digunakan sebagai pedoman atau asas suatu individu dalam melakukan perbuatan dan tingkah laku. Penerapan norma ini sangat erat kaitannya dengan sifat baik dan buruknya individu di dalam bermasyarakat.
Dengan begitu, Etika adalah ilmu yang mempelajari baik dan buruknya serta kewajiban, hak, dan tanggung jawab, baik itu secara sosial maupun moral, pada setiap individu di dalam kehidupan bermasyarakatnya. Atau bisa dikatakan juga bahwa etika mencakup nilai yang berhubungan dengan akhlak individu terkait benar dan salahnya.
B. Etika Deontologi
Pada dasarnya, etika deontologi sangat berhubungan dengan nilai-nilai moral. Ada banyak contoh yang biasa dilakukan, di antaranya berkata jujur, tidak mencuri, dan tidak menipu.
Prinsip etika deontologi menjelaskan bahwa sebuah tindakan dinilai benar apabila tindakan tersebut berdasarkan pada hukum, prinsip, atau norma objektif yang mengikat semua orang secara mutlak. Secsra sederhana, etika deontologi mengategorikan suatu tindakan yang selaras dengan prinsip kewajiban terhadap tugas dan fungsi berdasarkan hukum dan norma sosial.
Pendekatan deontologi sangat cocok dengan intuisi yang dimiliki manusia, di mana mereka selalu memikirkan suatu tindakan berdasarkan baik buruknya. Para ahli menyebutkan bahwa pendekatan ini tidak mementingkan konsekensi.
Etika deontologi tidak bergantung pada sebab akibat untuk menghindari subjektivitas pada penilaiannya. Namun, etika ini mengikuti aturan dan norma yang berlaku di kehidupan masyarakat.
Selama berpegang teguh pada niat baik, maka etika deontologi dapat berjalan dengan lancar mengikuti hukum moral yang berlaku. Seorang kritikus menganggap bahwa deontologi mampu menempatkan lebih banyak ketergantungan pada hukum moral.
Menurutnya, deontologi itu menekankan pada kemutlakan. Dalam prinsip deontologis, pembunuhan itu salah namun terkadang juga dibutuhkan. Misalnya untuk membela diri atau menjauhkan seseorang dari ancaman yang membahayakan.
Dijelaskan dalam buku Hukum dan Cybercrime karya Mesias Jusly (2021), etika deontologi sangat menekankan pada motivasi. Etika ini berpedoman pada kemauan baik dan watak yang dimiliki oleh seseorang untuk bertindak sesuai dnegan kewajibannya.
Berdasarkan pengertian tersebut, tindakan suap dalam pengadaan bansos menunjukkan tidak adanya pengimplementasian etika deontologi oleh pejabat politik tersebut dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Tidak hanya berkaitan dengan suap menyuap, tindakan tersebut juga berpotensi merugikan perekonomian negara dan pelaku telah didakwa melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 (1) KUHP.
Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi lebih berfokus pada tujuan akhir. Suatu tindakan atau perbuatan dapat dikatakan etis jika lebih banyak menghasilkan dampak atau akibat yang baik dibandingkan dampak atau akibat yang buruk.
Dijelaskan dalam buku Etika Ekonomi karya Bonaraja Purba, dkk (2021), berikut tiga prinsip yang harus dipenuhi dalam menerapkan etika deontologi:
Tindakan harus memiliki nilai moral karena tindakan ini dilakukan sesuai dengan kewajiban yang ada.
Nilai moral dari tindakan tidak tergantung pada realisasi tindakan, tetapi tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk mengikutinya.
Kewajiban adalah hal yang diperlukan dalam tindakan yang dilakukan sesuai dengan penghormatan terhadap hukum moral.
Pertama, dalam teori hak, perilaku korupsi uang negara dapat dilihat sebagai pelanggaran terhadap hak masyarakat. Hak masyarakat untuk menikmati kesejahteraan dari uang negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan, pelayanan publik, dan kesejahteraan umum, telah dirampas oleh para pelaku korupsi. Dengan mengalihkan dana publik untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, koruptor telah melanggar hak-hak masyarakat untuk mendapatkan manfaat dari sumber daya negara secara adil dan berkelanjutan.
Kedua, dalam teori keadilan, perilaku korupsi uang negara menunjukkan ketidakadilan di antara para pejabat publik. Meskipun mereka bekerja untuk melayani negara dan masyarakat, para koruptor menyalahgunakan kepercayaan dan kekuasaan mereka untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok, sementara memiskinkan atau merugikan masyarakat luas. Hal ini menciptakan kesenjangan yang tidak adil antara para pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan uang negara dan masyarakat yang seharusnya menjadi penerima manfaat dari dana publik tersebut. Selain itu, adanya perbedaan "pendapatan" dan "privilege" yang signifikan antara para koruptor dan pejabat yang bekerja secara jujur dan bertanggung jawab menunjukkan bahwa sistem ini tidak adil dan tidak seimbang.
Dalam kedua teori tersebut, penting untuk memperhatikan bahwa perilaku korupsi uang negara tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga merusak prinsip-prinsip moral dan sosial yang mendasari keberadaan negara dan masyarakat. Korupsi tidak hanya merupakan pelanggaran terhadap hukum, tetapi juga pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang mendasari kehidupan bersama. Oleh karena itu, pencegahan dan penindakan korupsi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan lembaga anti-korupsi, tetapi juga merupakan tanggung jawab moral bagi setiap warga negara untuk memperjuangkan keadilan, kejujuran, dan integritas dalam setiap aspek kehidupan sosial dan politik.
C. Korupsi
Korupsi merupakan masalah serius yang telah mengakar dalam struktur sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia. Untuk mengatasi korupsi, diperlukan pendekatan yang komprehensif yang melibatkan berbagai bidang, termasuk hukum, kebijakan, pendidikan, dan etika.
Korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi yang dimiliki seseorang dalam lingkup pemerintahan, bisnis, atau lembaga lainnya untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kepentingan pribadi dengan cara yang tidak etis atau ilegal. Ini bisa berupa penerimaan suap, penggelapan dana publik, manipulasi dalam proses pengadaan, atau berbagai bentuk penyalahgunaan kepercayaan.
Korupsi juga adalah penyimpangan dari norma, aturan, atau etika yang menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, dana, atau sumber daya untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Fenomena ini merupakan salah satu masalah serius yang merajalela di berbagai negara, termasuk Indonesia, dan memiliki dampak yang merugikan secara luas, terutama dalam konteks ekonomi, ekspor, dan politik.
Di Indonesia, korupsi telah menjadi masalah serius yang merusak perekonomian dan menghambat pembangunan. Praktik korupsi mengakibatkan alokasi sumber daya yang tidak efisien, menghambat investasi, merusak iklim bisnis, dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi dan pemerintah. Ini berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Kaitannya dengan etika, pencegahan korupsi memerlukan adopsi nilai-nilai etika yang kuat di masyarakat. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mencegah korupsi adalah dengan menerapkan etika deontologi. Etika deontologi menekankan kewajiban moral dan prinsip-prinsip yang bersifat mutlak. Dalam konteks pencegahan korupsi, hal ini berarti bahwa setiap individu memiliki kewajiban moral untuk bertindak dengan jujur, adil, dan transparan dalam setiap aspek kehidupan mereka, baik dalam konteks pribadi maupun profesional.
Korupsi juga adalah penyimpangan dari norma, aturan, atau etika yang menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, dana, atau sumber daya untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Fenomena ini merupakan salah satu masalah serius yang merajalela di berbagai negara, termasuk Indonesia, dan memiliki dampak yang merugikan secara luas, terutama dalam konteks ekonomi, ekspor, dan politik.
Di Indonesia, korupsi telah menjadi masalah serius yang merusak perekonomian dan menghambat pembangunan. Praktik korupsi mengakibatkan alokasi sumber daya yang tidak efisien, menghambat investasi, merusak iklim bisnis, dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi dan pemerintah. Ini berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Kaitannya dengan etika, pencegahan korupsi memerlukan adopsi nilai-nilai etika yang kuat di masyarakat. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mencegah korupsi adalah dengan menerapkan etika deontologi. Etika deontologi menekankan kewajiban moral dan prinsip-prinsip yang bersifat mutlak. Dalam konteks pencegahan korupsi, hal ini berarti bahwa setiap individu memiliki kewajiban moral untuk bertindak dengan jujur, adil, dan transparan dalam setiap aspek kehidupan mereka, baik dalam konteks pribadi maupun profesional.
Korupsi juga adalah penyimpangan dari norma, aturan, atau etika yang menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, dana, atau sumber daya untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Fenomena ini merupakan salah satu masalah serius yang merajalela di berbagai negara, termasuk Indonesia, dan memiliki dampak yang merugikan secara luas, terutama dalam konteks ekonomi, ekspor, dan politik.
Warga Indonesia harus memiliki kesadaran akan pentingnya mematuhi prinsip-prinsip etika deontologi, seperti kejujuran, integritas, dan tanggung jawab moral. Mereka harus bersedia untuk menolak dan melaporkan praktik korupsi yang mereka saksikan atau alami, bahkan jika itu berarti menghadapi tekanan atau risiko pribadi.
Penerapan etika deontologi juga penting dalam lingkungan kerja dan bisnis. Perusahaan dan organisasi harus membangun budaya yang menghargai integritas dan transparansi, serta menerapkan kontrol internal yang ketat untuk mencegah dan mendeteksi praktik korupsi. Selain itu, pemimpin dan pejabat publik juga harus menegakkan standar etika yang tinggi dan memberikan contoh yang baik bagi warga negara lainnya.
Dengan menerapkan etika deontologi dan nilai-nilai moral yang kuat, serta melibatkan partisipasi aktif dari semua pihak dalam upaya pencegahan korupsi, diharapkan Indonesia dapat memerangi korupsi secara efektif dan membangun masyarakat yang lebih adil, transparan, dan berintegritas.
Di Indonesia, korupsi telah menjadi masalah kronis yang merusak perekonomian negara. Praktik korupsi mempengaruhi proses pembangunan ekonomi, menghambat investasi, dan mengurangi kepercayaan investor baik dalam negeri maupun luar negeri. Dana publik yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik lainnya seringkali disalahgunakan oleh pejabat yang korup. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi terhambat, kesenjangan sosial semakin melebar, dan pengentasan kemiskinan terhambat.
Dalam konteks ekspor, korupsi juga berdampak negatif. Praktik korupsi seperti suap atau pungutan liar di pelabuhan atau perbatasan memperlambat proses pengiriman barang, meningkatkan biaya produksi, dan mengurangi daya saing produk ekspor Indonesia di pasar internasional. Hal ini menyebabkan merosotnya pertumbuhan ekspor dan menghambat upaya pemerintah untuk meningkatkan peran ekspor dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
Pemilu Indonesia juga rentan terhadap praktik korupsi yang mempengaruhi integritas demokrasi. Praktik politik uang, suap, dan penyalahgunaan kekuasaan oleh para calon atau partai politik dapat mengancam proses pemilihan yang adil dan merugikan kepentingan publik. Korupsi dalam pemilu juga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga demokrasi dan melemahkan legitimasi pemerintah yang terpilih.
Untuk mencegah terjadinya korupsi, penting bagi warga Indonesia untuk memiliki etika yang kuat, salah satunya adalah etika deontologi. Etika deontologi menekankan pada kewajiban moral yang bersifat mutlak, di mana tindakan dianggap baik atau buruk berdasarkan ketaatan terhadap aturan atau prinsip moral tertentu. Dalam konteks pencegahan korupsi, warga Indonesia perlu memegang teguh prinsip-prinsip moral seperti kejujuran, integritas, dan keadilan dalam segala aspek kehidupan mereka, baik dalam bidang pribadi maupun profesional.
Selain itu, langkah-langkah konkret juga diperlukan, seperti penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi, peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan publik, dan penguatan lembaga anti-korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pendidikan dan sosialisasi juga perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi dan pentingnya integritas dalam membangun bangsa yang adil, transparan, dan berintegritas.
Dalam konteks ekonomi, etika deontologi memandu warga Indonesia untuk mengutamakan kejujuran dan integritas dalam berbisnis, serta menghindari praktik korupsi yang merugikan. Dengan membangun budaya integritas yang kuat dan menerapkan prinsip-prinsip moral dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Indonesia dapat berperan aktif dalam mencegah dan memberantas korupsi, serta membangun masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang.
Dalam konteks ini, Etika Deontologis Kantian menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk menganalisis dan mengatasi masalah korupsi. Dalam esai ini, akan dibahas tentang bagaimana Etika Deontologis Kantian dapat diterapkan untuk pencegahan korupsi di Indonesia, termasuk contoh konkret aplikasinya, serta tiga poin kunci yang menjadi cikal bakal tentang pembahasan kita kali ini yaitu adalah sebagai berikut : apa yang harus dilakukan (what), mengapa hal tersebut penting (why), dan bagaimana cara melaksanakannya (how).
BAB 2 - Pembahasan
A. Apa yang Harus Dilakukan (What)
 1. Pembentukan Aturan yang Jelas dan Tegas
Pertama-tama, untuk mencegah korupsi, langkah penting yang harus diambil adalah membentuk aturan yang jelas dan tegas. Etika Deontologis Kantian menekankan pentingnya berpegang pada prinsip moral yang bersifat mutlak dan universal. Dengan demikian, aturan-aturan yang diterapkan haruslah didasarkan pada prinsip moral yang dapat diterapkan secara konsisten dalam berbagai situasi. Contohnya, pembentukan undang-undang anti-korupsi yang mengatur dengan tegas larangan menerima suap, gratifikasi, atau melakukan nepotisme.
2. Pendidikan Moral dan Etika
Selain pembentukan aturan yang tegas, pendidikan moral dan etika juga merupakan langkah penting dalam pencegahan korupsi. Etika Deontologis Kantian menekankan pentingnya kesadaran individu terhadap kewajiban moral mereka merupakan langkah penting dalam pencegahan korupsi. Etika Deontologis Kantian menekankan pentingnya kesadaran individu terhadap kewajiban moral mereka. Oleh karena itu, melalui pendidikan moral dan etika, masyarakat dapat diberikan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai moral yang harus dipegang teguh dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah-sekolah, lembaga-lembaga pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil dapat menjadi sarana untuk menyebarkan pemahaman tentang pentingnya integritas dan kejujuran. sumber
3. Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Selain pembentukan aturan dan pendidikan moral, penegakan hukum yang berkeadilan juga merupakan langkah penting dalam pencegahan korupsi. Etika Deontologis Kantian menekankan pentingnya menjalankan kewajiban moral dengan tulus dan tanpa pandang bulu. Oleh karena itu, lembaga penegak hukum harus bertindak secara independen dan adil tanpa adanya intervensi politik atau tekanan dari pihak-pihak tertentu. Penegakan hukum yang efektif akan memberikan sinyal kuat kepada masyarakat bahwa pelanggaran terhadap aturan akan mendapat konsekuensi yang tegas.
B. Mengapa Hal Tersebut Penting (Why)
1. Membangun Kehidupan Bermasyarakat yang Adil
Pencegahan korupsi merupakan prasyarat untuk membangun kehidupan bermasyarakat yang adil dan sejahtera. Korupsi merugikan masyarakat secara luas dengan menghambat pertumbuhan ekonomi, mengurangi akses terhadap layanan publik, dan memperkuat ketidaksetaraan sosial. Dengan menerapkan Etika Deontologis Kantian dalam pencegahan korupsi, kita dapat memastikan bahwa setiap individu dihormati sebagai agen moral yang memiliki tanggung jawab untuk bertindak sesuai dengan prinsip moral yang mutlak.
2. Membangun Kepercayaan Publik terhadap Pemerintah dan Institusi
Korupsi merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi. Tanpa kepercayaan publik, legitimasi pemerintah akan terkikis, dan stabilitas politik akan terancam. Dengan menerapkan Etika Deontologis Kantian, di mana aturan dan tindakan didasarkan pada prinsip moral yang objektif dan universal, kita dapat membangun kepercayaan publik yang kuat terhadap pemerintah dan institusi. sumber
3. Membangun Budaya Integritas dan Kepemimpinan Moral
Pencegahan korupsi juga penting untuk membangun budaya integritas dan kepemimpinan moral di dalam masyarakat. Etika Deontologis Kantian menekankan pentingnya mengutamakan prinsip moral di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat membentuk generasi pemimpin yang integritasnya tidak diragukan dan masyarakat yang mampu menghargai nilai-nilai moral.
C. Bagaimana Cara Melaksanakannya (How)
1. Membentuk Tim Anti-Korupsi
Langkah pertama dalam melaksanakan Etika Deontologis Kantian dalam pencegahan korupsi adalah dengan membentuk tim anti-korupsi yang terdiri dari para ahli hukum, aktivis masyarakat sipil, dan anggota pemerintah yang memiliki integritas tinggi. Tim ini bertugas untuk mengawasi dan menegakkan aturan anti-korupsi dengan tegas dan adil. sumber
2. Melakukan Kampanye Pendidikan dan Sosialisasi
Selanjutnya, pendidikan dan sosialisasi tentang pentingnya integritas dan kejujuran harus dilakukan secara terus-menerus di berbagai tingkatan masyarakat. Sekolah-sekolah, lembaga pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil dapat bekerja sama untuk menyebarkan pemahaman tentang Etika Deontologis Kantian dan bagaimana prinsip-prinsipnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Membangun Sistem Hukum yang Berkeadilan
Terakhir, untuk melaksanakan Etika Deontologis Kantian dalam pencegahan korupsi, diperlukan upaya untuk memperkuat sistem hukum yang berkeadilan. Hal ini mencakup peningkatan kapasitas lembaga penegak hukum, reformasi hukum untuk memperketat aturan anti-korupsi, serta memastikan bahwa proses hukum berlangsung secara transparan dan adil bagi semua pihak yang terlibat.
BAB 3 - Kesimpulan
Dalam menghadapi masalah korupsi, Etika Deontologis Kantian menawarkan kerangka kerja yang kokoh dan relevan. Dengan memfokuskan pada prinsip-prinsip moral yang bersifat mutlak dan universal, kita dapat membangun sistem yang mencegah korupsi dan memastikan keadilan dalam masyarakat.
Fenomena ini telah merasuki berbagai aspek kehidupan, baik dalam ranah ekonomi, politik, maupun sosial. Untuk mengatasi masalah yang semakin merajalela ini, diperlukan kerja keras dan keterlibatan aktif baik dari pemerintah maupun masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Melalui pembentukan aturan yang jelas, pendidikan moral dan etika, serta penegakan hukum yang berkeadilan, kita dapat menciptakan lingkungan di mana integritas dan kejujuran dihargai dan dipromosikan. Dengan demikian, penerapan Etika Deontologis Kantian dalam pencegahan korupsi di Indonesia dapat menjadi langkah yang signifikan menuju pembangunan masyarakat yang lebih adil, transparan, dan berintegritas.
Berikut adalah beberapa kesimpulan dan langkah-langkah yang seharusnya diambil dalam mencegah korupsi di Indonesia:
- Korupsi Merugikan Indonesia Secara Luas, Korupsi memiliki dampak yang merugikan bagi perekonomian, demokrasi, pertumbuhan ekspor, dan stabilitas sosial di Indonesia. Praktik korupsi menghambat pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah, dan mengurangi daya saing Indonesia di pasar global.
- Perlunya Tindakan Terpadu, Mengatasi korupsi memerlukan tindakan terpadu yang melibatkan semua pihak terkait, termasuk pemerintah, lembaga anti-korupsi, sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga internasional. Tindakan terpadu ini diperlukan untuk mengatasi akar penyebab korupsi dan membangun sistem yang lebih transparan dan akuntabel.
- Peran Penting Etika dan Kesadaran Masyarakat, Kesadaran akan bahaya korupsi dan pentingnya etika yang kuat sangat penting dalam upaya pencegahan korupsi. Masyarakat perlu diberi pemahaman tentang konsekuensi korupsi dan pentingnya integritas dalam kehidupan sehari-hari.
- Kepatuhan Terhadap Aturan dan Hukum, Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi menjadi kunci dalam memberantas praktik korupsi. Pemerintah perlu meningkatkan kepatuhan terhadap aturan dan hukum, serta memastikan bahwa pelanggar hukum dihukum secara adil dan proporsional.
Langkah-Langkah Pencegahan Korupsi:
- Penguatan Institusi Anti-Korupsi, Pemerintah harus memperkuat peran lembaga anti-korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengawasi dan menindak pelaku korupsi dengan tegas.
- Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas, Pemerintah perlu meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan publik dan mengembangkan mekanisme akuntabilitas yang kuat untuk memastikan dana publik digunakan secara efisien dan efektif.
- Pendidikan dan Sosialisasi, Pendidikan dan sosialisasi tentang bahaya korupsi dan pentingnya integritas harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan nasional. Hal ini akan membantu membangun kesadaran dan nilai-nilai anti-korupsi sejak dini.
- Peningkatan Gaji dan Kondisi Kerja Pegawai Publik, Peningkatan gaji dan kondisi kerja pegawai publik dapat mengurangi insentif untuk melakukan korupsi. Pemerintah perlu memastikan bahwa pegawai publik diberi gaji yang layak dan bekerja dalam lingkungan yang mendukung.
- Perbaikan Sistem Hukum, Pemerintah perlu melakukan reformasi hukum untuk memperkuat sistem peradilan dan memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara adil dan tanpa tebang pilih.
- Partisipasi Aktif Masyarakat, Masyarakat perlu berperan aktif dalam mengawasi dan melaporkan praktik korupsi kepada otoritas yang berwenang. Masyarakat juga perlu memilih pemimpin yang memiliki integritas dan komitmen untuk melawan korupsi.
- Kebijakan Anti-Korupsi di Sektor Swasta, Pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama dalam mengembangkan kebijakan dan praktik anti-korupsi yang efektif, termasuk audit internal dan eksternal yang ketat serta kode etik yang jelas.
- Pendidikan dan Sosialisasi, Pendidikan dan sosialisasi tentang bahaya korupsi dan pentingnya integritas harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan nasional. Hal ini akan membantu membangun kesadaran dan nilai-nilai anti-korupsi sejak dini.
- Peningkatan Gaji dan Kondisi Kerja Pegawai Publik, Peningkatan gaji dan kondisi kerja pegawai publik dapat mengurangi insentif untuk melakukan korupsi. Pemerintah perlu memastikan bahwa pegawai publik diberi gaji yang layak dan bekerja dalam lingkungan yang mendukung.
Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini secara serius dan konsisten, diharapkan Indonesia dapat memerangi korupsi secara efektif dan membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Masyarakat Indonesia perlu bersatu dalam upaya mencegah korupsi, karena korupsi tidak hanya merugikan negara dan masyarakat, tetapi juga mengancam eksistensi demokrasi dan kedaulatan rakyat.
BAB 4 - Daftar Pustaka
- https://www.gramedia.com/best-seller/pengertian-etika/
- https://rmol.id/publika/read/2023/06/25/579204/etika-deontologi-mencegah-korupsi
- https://media.neliti.com/media/publications/57175-ID-none.pdf
- https://www.tribunnews.com/lifestyle/2015/12/09/korupsi-dari-sudut-etika
- https://kumparan.com/berita-hari-ini/pengertian-etika-deontologi-beserta-karakteristik-dan-prinsipnya-1zWgRcr911T
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H