Sekitar tengah hari waktu setempat. Haji Dulaheim di ringkus warga selepas shalat di salah satu rumah di desa ini. Saya terkejut minta ampun. Hampir tak percaya mendengar kabar ini sebenarnya. Bahkan warga setempat pun.Â
Orang-orang desa tentu mengenal baik haji Dulaheim. Seorang haji yang di tua kan semua penduduk di desa ini.Â
Tangan nya di cium sana-sini,tapi tidak bagi perempuan yang menurut Haji Dulaheim bukan Mahram itu.
Tidak jarang orang-orang berpangkat datang mengunjungi Haji Dulaheim. Minta doa katanya. Di bawakan berbagai makanan dan buah-buahan. Tak cuma taat, Haji Dulaheim terkenal karena kemurahan hati, Buah-buahan hasil pemberian orang berpangkat tersebut tak lepas di bawanya ke surau pada sore hari menjelang malam itu. Di berikan pada anak-anak desa selepas mengaji pada haji Dulaheim. Anak-anak berlarian bahagia memegang buah-buahan pemberian haji Dulaheim. Dan orangtua-orangtua mereka merasa berterima kasih dan balas memberikan berupa makanan lain dari persediaan mereka.Â
Di persimpangan jalan, saya bertemu si Haqem jangkung dari Qatar, pekerja tidak sah yang menetap di desa ini sudah tiga tahun lebih. Orang desa sudah dari dulu-dulu berusaha menendangnya. Tapi karena bantuan haji Dulaheim, dia tetap berada di sini sampai saat ini.Â
Si Haqem jangkung yang menyampaikan pesan di ringkusnya haji Dulaheim pada saya. Saya terkejut dan bereaksi pada Haqem Jangkung, saya menarik lengan baju dia sembari menyandarkan dia pada tembok pabrik pewarna baju itu. Tangan saya bergetar dan sudah bersedia memukul bagian mana pun dari tubuhnya. Haqem jangkung hampir saya pukul atas kelancangan dia berbicara demikian perihal haji Dulaheim yang di ringkus tadi. jika tidak ada orang memergoki, selesai hakim jangkung oleh saya. Dia tergopoh-gopoh pergi, lalu saya bertanya pada orang lain perihal kebenaran berita tersebut. Berita tersebut bukan hanya kabar bohong, saya terduduk seketika mendengar kabar tersebut. Pikiran saya seketika menuju haji Dulaheim, Sungguh benar-benar tidak menyangka. Kejadian demikian akan menimpa haji Dulaheim yang taat seperti itu.Â
Satu bulan lalu saya di laporkan Haqem jangkung ke haji Dulaheim. Haqem jangkung menemukan saya keluar dari Rumah Dolly, Semua pria haus pasti pergi ke sana. Saya yang saat itu benar-benar tak mendengarkan saran apapun. Kepala saya yang saat itu di penuhi hal-hal berlawanan dengan haji Dulaheim. Saya di tarik ke surau oleh haji Dulaheim, Dia tak henti-henti menceramahi saya yang pada saat itu menganggap ceramah haji Dulaheim seperti burung berkicau, serupa suara Saksofon yang di tiup sesuka hati, Ucapannya tak pernah saya turuti sampai saat itu.Â
Saya benar-benar merasa ingin melenyapkan Haqem Jangkung dari desa ini. Karena dia hati saya jadi terasa di tikam oleh Haji Dulaheim itu. Saya berencana untuk membuat kakinya pincang supaya tidak dapat mengadu lagi ke haji Dulaheim. Tapi ke inginan itu padam oleh burung saya yang meronta-ronta minta ke rumah Dolly itu.Â
Beberapa kali saya berjumpa dengan Haqem jangkung di berbagai jalan, Dia sama sekali tak menunjukan rasa bersalah atas kejadian yang dia lakukan pada saya. Ingin sekali rasanya saya buat Pincang kakinya itu. Atau memukulnya menggunakan barang berbahan keras ke arah kepalanya.
Orang-orang desa ramai memperbincangkan Haji Dulaheim, ada yang mendukung haji Dulaheim, ada pula yang berlawanan dengan haji Dulaheim. Sebenarnya hampir semua orang tidak menyangka. Banyak sekali pertolongan yang di lakukan haji Dulaheim. Semua merasakan. Anak-anak beriringan mengaji pada Haji Dulaheim, Tak ada biaya apapun untuk mengaji pada haji Dulaheim. Begitupun Ukana, dia anak yang paling menunjukan kepatuhan pada haji Dulaheim. Begitu mendengar berita demikian, hati Ukana bak di remas, dia tak henti-henti menangis karena kejadian itu. Orang tua Ukana pusing, semua cara telah di perbuat mulai dari di belikan ini sampai di belikan itu masih tidak mengobati tangisnya kepada haji Dulaheim itu.
Lalu kedua kalinya Haqem jangkung memergoki saya keluar dari rumah Dolly, Dia mengadu kembali pada haji Dulaheim. Saya di seret kembali ke surau bersama Haqem jangkung menjadi saksi saya. Haji Dulaheim mengeluarkan segala macam cara agar saya sadar, tapi saya malah semakin tak karuan, Haqem jangkung selalu menunjukan wajah tidak bersalah di hadapan saya. Dia malah membikin panas hati saya. Di hadapan haji Dulaheim hampir saya ludahi badan si Haqem jangkung, haji Dulaheim menahan saya seolah-olah membela Haqem jangkung. Tapi kenyataannya tidak begitu.Â
Saya membuat rencana untuk melenyapkan atau menendang Haqem jangkung kembali ke Qatar, dia semakin menjadi-jadi karena mendapat dukungan dari Haji Dulaheim. Pernah saya membelikan Haqem jangkung sebungkus makanan yang sebelumnya sudah saya ludahi terlebih dahulu. Dia menolak karena takut saya berlaku sesuatu padanya. Pernah saat dia duduk memancing di sungai, dan saya kebetulan lewat, tubuh jangkungnya akan saya dorong ke sungai atau jika tidak terlaksana akan saya gebuk kepalnya menggunakan apa saja yang ada di sekitar saya. Haqem jangkung seperti di jaga Malaikat atas perintah tuhan, saat saya ancang-ancang dari jauh untuk menerjang tubuhnya. Kepala saya teringat  akan ucapan haji Dulaheim saat shalat Jum'at Minggu lalu: "Bahwa tuhan bersama hamba-hambanya yang bersabar." akhirnya perlakuan tersebut padam juga, dan si Haqem jangkung selamat dari tindakan tak terpuji saya.Â
Lalu saat kejadian ketiga kalinya dan atas aduan si Haqem jangkung juga. hati saya benar-benar tergores dan itu membuat saya tersadar. Saya menangis bergetar di kaki haji Dulaheim. Orang yang sebelumnya saya pikir sebagai burung berkicau dan orang aneh itu. Dia telah di izinkan tuhan untuk membuat saya tersadar. Dia memeluk saya dengan kemurahan hati. Merangkul orang semacam saya yang membutuhkan pertolongan seperti ini. Saya benar-benar tersadar saat ini.
Lalu saat ini, haji Dulaheim lah yang harus mendapat pertolongan. Saya berangkat bersama Haqem jangkung untuk menemui haji Dulaheim yang tengah di proses. Mungkin sekarang haji Dulaheim tengah meringkuk merasakan dinginnya udara di dalam jeruji itu.
Menurut cerita seperti ini. Saat itu tengah hari, beberapa Minggu setelah saya menangis di kaki haji Dulaheim saat itu. Seperti biasanya dia mengerjakan shalat dan duduk di suaru beberapa puluh menit. Lalu lanjut mengobrol dengan orang-orang sekitar yang berlalu di halaman surau, Haji Dulaheim benar-benar orang taat. Bahkan setelah kematian istrinya beberapa belas tahun lalu. Haji Dulaheim belum berkeinginan untuk menjalin hubungan kembali. Pernah beberapa kali di kait-kaitkan dengan Wanita desa sebelah yang sama taatnya seperti haji Dulaheim. Tapi haji Dulaheim menolak, dan berucap bahwa dia tak akan pernah melupakan istrinya.Â
Sebenarnya tidak ada yang aneh saat itu. Selepas shalat dan berbincang di halaman surau, Haji Dulaheim berjalan-jalan-jalan berkeliling menghirup udara desa, orang orang yang berpapasan dengan haji Dulaheim bergantian mencium tangannya.
Sampai di depan rumah seorang murid mengaji perempuannya. Haji Dulaheim berhenti sebentar. Tengah hari memang adalah waktu anak-anak pulang dari sekolah mereka. Haji Dulaheim melihat murid mengajinya di dalam rumah dalam keadaan berganti pakaian, haji Dulaheim melihat dari jendela tak tertutup gorden itu. Tubuh haji Dulaheim bergetar, memandang kesana kemari lalu dia melangkahkan kaki-kakinya masuk ke dalam rumah tersebut. Di luar keadaan hening tak ada orang hilir-mudik. Hanya si Haqem jangkung yang di kenal sebagai orang yang sering mondar-mandir, dia memergoki Haji Dulaheim tanpa pakaian di dalam rumah tersebut dan berlari mengadu pada orang sekitar. Orang-orang beriringan menuju rumah tersebut, mereka benar-benar tidak percaya. Hampir semua menangis melihat kejadian di hadapan mata mereka tersebut.
Haji Dulaheim duduk di hadapan saya saat ini. Duduk dengan kepala menunduk, terlihat tetes air mata keluar dari matanya. Saya seketika menangis saat itu. Benar-benar tak percaya. Saya tak dapat menyalahkan siapa pun di sini. Haji Dulaheim, tak dapat saya bilang dia sebagai orang tak terpuji, atau hanya banyak omong saja. Dia adalah manusia yang membutuhkan pertolongan sama seperti saya saat ini.
               Sukabumi, 9 Desember 2024Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H