Saya membuat rencana untuk melenyapkan atau menendang Haqem jangkung kembali ke Qatar, dia semakin menjadi-jadi karena mendapat dukungan dari Haji Dulaheim. Pernah saya membelikan Haqem jangkung sebungkus makanan yang sebelumnya sudah saya ludahi terlebih dahulu. Dia menolak karena takut saya berlaku sesuatu padanya. Pernah saat dia duduk memancing di sungai, dan saya kebetulan lewat, tubuh jangkungnya akan saya dorong ke sungai atau jika tidak terlaksana akan saya gebuk kepalnya menggunakan apa saja yang ada di sekitar saya. Haqem jangkung seperti di jaga Malaikat atas perintah tuhan, saat saya ancang-ancang dari jauh untuk menerjang tubuhnya. Kepala saya teringat  akan ucapan haji Dulaheim saat shalat Jum'at Minggu lalu: "Bahwa tuhan bersama hamba-hambanya yang bersabar." akhirnya perlakuan tersebut padam juga, dan si Haqem jangkung selamat dari tindakan tak terpuji saya.Â
Lalu saat kejadian ketiga kalinya dan atas aduan si Haqem jangkung juga. hati saya benar-benar tergores dan itu membuat saya tersadar. Saya menangis bergetar di kaki haji Dulaheim. Orang yang sebelumnya saya pikir sebagai burung berkicau dan orang aneh itu. Dia telah di izinkan tuhan untuk membuat saya tersadar. Dia memeluk saya dengan kemurahan hati. Merangkul orang semacam saya yang membutuhkan pertolongan seperti ini. Saya benar-benar tersadar saat ini.
Lalu saat ini, haji Dulaheim lah yang harus mendapat pertolongan. Saya berangkat bersama Haqem jangkung untuk menemui haji Dulaheim yang tengah di proses. Mungkin sekarang haji Dulaheim tengah meringkuk merasakan dinginnya udara di dalam jeruji itu.
Menurut cerita seperti ini. Saat itu tengah hari, beberapa Minggu setelah saya menangis di kaki haji Dulaheim saat itu. Seperti biasanya dia mengerjakan shalat dan duduk di suaru beberapa puluh menit. Lalu lanjut mengobrol dengan orang-orang sekitar yang berlalu di halaman surau, Haji Dulaheim benar-benar orang taat. Bahkan setelah kematian istrinya beberapa belas tahun lalu. Haji Dulaheim belum berkeinginan untuk menjalin hubungan kembali. Pernah beberapa kali di kait-kaitkan dengan Wanita desa sebelah yang sama taatnya seperti haji Dulaheim. Tapi haji Dulaheim menolak, dan berucap bahwa dia tak akan pernah melupakan istrinya.Â
Sebenarnya tidak ada yang aneh saat itu. Selepas shalat dan berbincang di halaman surau, Haji Dulaheim berjalan-jalan-jalan berkeliling menghirup udara desa, orang orang yang berpapasan dengan haji Dulaheim bergantian mencium tangannya.
Sampai di depan rumah seorang murid mengaji perempuannya. Haji Dulaheim berhenti sebentar. Tengah hari memang adalah waktu anak-anak pulang dari sekolah mereka. Haji Dulaheim melihat murid mengajinya di dalam rumah dalam keadaan berganti pakaian, haji Dulaheim melihat dari jendela tak tertutup gorden itu. Tubuh haji Dulaheim bergetar, memandang kesana kemari lalu dia melangkahkan kaki-kakinya masuk ke dalam rumah tersebut. Di luar keadaan hening tak ada orang hilir-mudik. Hanya si Haqem jangkung yang di kenal sebagai orang yang sering mondar-mandir, dia memergoki Haji Dulaheim tanpa pakaian di dalam rumah tersebut dan berlari mengadu pada orang sekitar. Orang-orang beriringan menuju rumah tersebut, mereka benar-benar tidak percaya. Hampir semua menangis melihat kejadian di hadapan mata mereka tersebut.
Haji Dulaheim duduk di hadapan saya saat ini. Duduk dengan kepala menunduk, terlihat tetes air mata keluar dari matanya. Saya seketika menangis saat itu. Benar-benar tak percaya. Saya tak dapat menyalahkan siapa pun di sini. Haji Dulaheim, tak dapat saya bilang dia sebagai orang tak terpuji, atau hanya banyak omong saja. Dia adalah manusia yang membutuhkan pertolongan sama seperti saya saat ini.
               Sukabumi, 9 Desember 2024Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H