"Mau ini satu," ucap Pieter dengan lidah belanda nya seraya menunjuk satu kue di hadapannya.
  "Ini,meneer?,"jawab gugup seruni kepadanya.
Seruni masih gugup,dengan sedikit menunduk,tapi masih mencuri-curi pandang kepada meneer di hadapannya.
  "Lalu,ini juga," meneer menunjuk kembali.  Â
  "ini uang,biar lebih.buat Kowe,ambil." Seruni perlahan mengambil uang yang di berikan Pieter. Seruni masih mengembalikan sisa uang pemberian Pieter. Pieter hanya tersenyum, lalu pergi dengan beberapa kue yang di bawanya.
  Kejadian bertemu dengan Pieter di pasar tadi seruni ceritakan pada ibunya. Ibunya menanggapi dengan semestinya.            "Meneer sudah punya istri,istrinya selalu baik sama kita," ucap ibu seruni.
Hasrat seruni untuk mengagumi Pieter tak dapat tertahan. Setiap malam, beberapa menit sebelum tidur, seruni selalu memperhatikan jalan kecil di depan rumahnya. Jalan kecil tersebut adalah jalan yang sering dia lalui Seruni untuk menuju rumah Pieter.
Dalam benak, Seruni memendam hasrat dan terkadang berpikir bagaimana agaknya jika dia memiliki suami seperti dirinya. Angin berhembus memainkan gorden menyibak pikiran-pikiran mengenai Pieter.
Seperti itulah kegiatan pagi seruni. Berjalan menyusuri jalan-jalan kecil dengan hiasan-hiasan rumput dan belukar yang tak pernah dipotong sebelumnya. Pagi ini, Pieter memanggil Seruni yang tengah lewat di depan halaman rumahnya. Marrie barangkali sibuk di ruang belakang merawat kedua anak-anaknya yang masih kecil itu.
  "Seruni,kemari," panggil Pieter.
Kaki kecoklatan nya melangkah perlahan dari balik kain,membawa kue bikinan ibunya.