Di sebuah desa yang kecil tetapi terhampar sangat luas akan sebuah sawah disepanjang desa. Belum lagi dengan banyaknya sinar matahari yang cerah membuat tanaman padi tumbuh sangat lebat. Menariknya tinggal di desa tersebut ketika diawal bulan Agustus masyarakat sudah berbondong-bondong menghadirkan suasana kemerdekaan yang sangat meriah. Apalagi Kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh di tanggal 17 Agustus 1945. Maka dari itu bangsa Indonesia akan memperingati setiap tanggal 17 Agustus.
Memang ada banyak sekali cara yang dapat dilakukan untuk memperingati kemerdekaan Indonesia. Tetapi yang dilakukan oleh masyarakat desa setempat yaitu memasang bendera merah putih yang berkibar sangat anggun di setiap rumah. Tidak hanya itu dibeberapa gapura juga dilakukan pengecetan ulang dengan warna merah putih dilengkapi oleh logo kemerdekaan yang selalu berubah-ubah setiap tahunnya oleh pemerintah.Â
Hal yang bersemangat juga dapat dilihat dari anak-anak yang tidak sabar untuk mengikuti dan memenangi setiap lomba yang diadakan di desa setempat. Tidak hanya anak-anak saja disisi lainya seperti ibu-ibu juga turut semangat untuk memeriahi momen bersejarah terkait dengan kemerdekaan bangsa Indonesia ini.
Salah satu ibu-ibu bernama Ibu Siti (nama samaran penulis eh... tapi di profil sudah ada nama penulis) turut juga menyemarakan perayaan kemerdekaan dengan mengusulkan sebuah ide menarik. Dimana ide tersebut akan usulan agar lomba yang dilakukan tidak bagi anak-anak saja tetapi juga bagi ibu-ibu.Â
Usulan lomba yang dipaparkan mengenai lomba membuat tumpeng yang diakhirnya akan dimakan saat pemberian hadiah dari lomba anak-anak. Sehingga usulan tersebut seperti pribahasa yaitu sekali mendayung dua atau tiga pulau terlampaui. Setelah mengungkapan ide tersebut nyatanya disambung hangat oleh masyarakat desa sehingga ide tersebut langsung dilaksanakan oleh para panitia.
Lomba yang dilakukan oleh ibu-ibu tersebut jika dilakukan secara mandiri rasanya berat maka dari itu diputuskan beberapa hal oleh panitia. Contoh keputusan yaitu terdiri dari lima orang sampai adanya batasan dana yang dikeluarkan.Â
Sehingga lomba tumpeng tersebut tidak memberatkan para ibu-ibu dalam melaksanakannya serta dituntut kreatifitas yang tinggi untuk memenangkan lomba tersebut karena adanya batasan. Hadiah yang ditawarkan cukup menarik yaitu satu set pisau berbagai jenis untuk setiap orang. Mendengar hadiah tersebut membuat semangat dari para ibu-ibu mengebu-gebu untuk memenangkan lomba tersebut.
Setiap ibu-ibu akhirnya membuat timnya secara masing-masing untungnya jumlah pas untuk dibuat kelompok sehingga tidak ada ibu-ibu yang tidak kebagian kelompok. Setelah itu ibu-ibu di desa termasuk penulis berbondong-bondong untuk mendiskusikan konsep tumpeng yang dibuat. Akhirnya setiap ibu-ibu pergi ke pasar pada keesokan harinya dengan list barang yang dibeli sesuai hasil diskusi. Hasilnya setiap ibu-ibu datang ke balai desa untuk memasak berbahan hasil diskusi kelompok.
Penulis dengan kelompok mau tidak mau mengeluarkan seluruh keahlian secara maksimum untuk menghasilkan tumpeng tidak hanya baik secara visual tetapi secara rasa. Walaupun pastinya penulis beserta anggota kelompok tersebut pastinya tidak dilengkapi pelatihan formal dalam seni kuliner tetapi hanya mengandalkan ungkapan oleh anggota keluarga khususnya anak dan suami. Walaupun demikian penulis dan anggota kelompok mengandalkan perasaan tersebut tetapi percaya akan memenangkan lomba tumpeng tersebut.
 Pada saat tersebut banyak sekali kegiatan yang dilakukan untuk bagian luar kegaitan lomba untuk anak-anak sedangkan bagian dalam kegiatan lomba untuk ibu-ibu termasuk penulis. Walaupun demikian perlombaan yang dilakukan masih sangat meriah dengan penonton yang bersorak-sorak.Â
Dari sisi peserta setiap ibu-ibu khususnya penulis sangat disibukan dengan memotong, memasak, dan lain-lain untuk menciptakan sentuhan tumpeng yang indah secara visual tetapi enak secara rasa. Hal tersebut membuat kelompok penulis kini bekerja kerasa walaupun dibeberapa kesempatan terdapat tawa-tawa hangat untuk menciptakan sebuah atmosfer yang penuh dengan keakraban sesama anggota.
Kini setelah waktu berjalan begituh cepat akhirnya satu per satu kelompok ibu-ibu termasuk penulis sudah jadi. Walaupun untuk kelompok penulis paling terkahir jadinya tetapi masih tersisa waktu dari batas aturan. Tumpeng-tumpeng yang dibuat sangatlah menarik jika dilihat secara visual melalui banyak sekali hiasan sehingga seolah-olah tumpeng tersebut melambaikan tangan untuk siap dimakaan oleh masyarakat termasuk penulis (hehehehe).Â
Ketika sore tiba waktunya para juri yang merupakan para pejabat desa setempat yang memberikan penilaian dari tumpeng yang dibuat. Setiap juri sangatlah memperhatikan detail sampai kreatifitas yang disajikan disamping itu rasa juga turut dinilai. Cukup alam menilai dari setiap tumpeng akhirnya proses penilaian sudah selesai dilakukan oleh para juri.Â
Untuk pengumuman dari lomba tumpeng bagi ibu-ibu dilakukan setelah pengumuman lomba anak-anak selesai. Sehingga dapat dikatakan pengumuman lomba bagi ibu-ibu cukup malam tetapi setelahnya semua orang dapat merasakan nikmatnya tumpeng setelah banyak menguras tenaga dalam mengikuti berbagai macam lomba yang disediakan.
Inilah waktunya pengumuman tiba setiap peserta termasuk penulis sangat berharap untuk mendapatkan satu set pisau untuk setiap orangnya. Pengumuman pun dipaparkan ternyata kelompok penulis lah dinyatakan sebagai juara pertama dalam lomba membuat tumpeng.Â
Disitu penulis merasakan bangga yang bercampur aduk dalam hati ini. Apalagi lomba tersebut berasal dari penulis dan dimenangkan oleh penulis pula. Tentunya kemenangan tersebut merupakan hasil dari pengorbanan kerja keras dan semangat yang akhirnya kelompok penulislah yang memenangkan lomba tersebut.
Perasaan kebahagiaan dan kepuasan yang sangat mendalam tidak hanya dirasakan oleh penulis tetapi juga dirasakan dengan ibu-ibu di desa lainnya juga. Meskipun banyak juga kelompok ibu-ibu lainnya tidak menjadi juara tetapi semangat dan kerja sama sudah terjalin saat persiapan sampai pelaksanaan lomba yang menandakan kebersamaan yang tidak dapat dinilai.Â
Harus diakui oleh penulis bahwa saat perayaan kemerdekaan tahun tersebut menjadi lebih istimewa berkat upaya dan dedikasi oleh para ibu-ibu desa untuk dapat menciptakan karya tumpeng yang sangat indah tidak hanya sebagai makanan saja tetapi juga dapat sebagai simbol kemenangan dalam mengisi kemerdekaan dengan cinta dan semangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H