Dalam salah satu episodenya, diceritakan bahwa Abdul Hamid mengajak Tahsin untuk menuju ruang kerja di bawah tanah di Istana Yildiz di Kota Istanbul. Lalu saat itu Tahsin berkata, "Hunkarim, Belanda tidak hanya mencegah Muslim Aceh untuk pergi berhaji. Mereka bilang pada rakyat Aceh untuk menghilangkan simbol bulan sabit dari benderanya. Mereka melarang membacakan khotbah atas nama Khilafah Utsmaniyah. Meskipun begitu, Muslim Aceh bilang, 'Kami bersumpah untuk tetap setia pada Khalifah kami, kami tidak akan mematuhi apa pun larangan (Belanda).'"
Hari ini, Kampung Turki memang tidak lebih dari situs sejarah. Namun, semestinya memberi banyak hikmah kepada kita tentang realitas kepemimpinan politik Islam yang tidak mengenal batas wilayah. Sekaligus membuktikan fungsi kepemimpinan dalam Islam, yakni sebagai raa'in (pengurus) sekaligus junnah (penjaga).
Dengan paradigma kepemimpinan seperti ini, seorang khalifah tidak akan berdiam diri saat kezaliman menimpa rakyatnya, tanpa mengenal kebangsaan, jarak wilayah, dan beratnya medan. Mereka paham bahwa amanah kepemimpinan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah sehingga mereka akan memaksimalkan ikhtiar, sekalipun hasilnya termasuk wilayah qada.
Sungguh hari ini, umat Islam di dunia membutuhkan raa'in dan junnah Khilafah. Semoga dengan mengenal sejarah, kita bisa menyerap energi perjuangan demi mengembalikan kejayaan dan kesatuan umat Islam. Kita patut menyambutnya dengan turut bersemangat dan istikamah memperjuangkannya.
Sumber: Muslimah News, Tapak Tilas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H