BLT BBM, Dapatkah Lindungi Rakyat Miskin?
Pemerintah telah resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) per 03/09/2022 lalu. Adapun BBM yang dinaikkan adalah jenis Pertalite, solar, dan Pertamax dengan kenaikan rata-rata di atas 30%.
Salah satu alasan pemerintah katanya terpaksa menaikkan BBM karena selama ini subsidi BBM dirasa tidak tepat sasaran. BBM subsidi lebih banyak dinikmati rumah tangga mampu dibandingkan rakyat miskin.
Sebagai gantinya pemerintah mengalihkan subsidi BBM untuk rakyat miskin menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM Rp600 ribu untuk 4 bulan (Rp150 ribu/bulan) kepada 20,65 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) senilai Rp12,4 triliun.
Kepala BIN Budi Gunawan menegaskan, pengalihan subsidi akan memitigasi dampak geopolitik global terhadap tekanan energi nasional serta membuat desain APBN lebih tepat sasaran.
"Pemerintah memastikan rakyat di kelompok terbawah akan mendapat perlindungan maksimal dari kebijakan ini," tegasnya. (Sindonews, 05/09/2022).
BLT BBM Melindungi Rakyat?
Patut dipertanyakan apakah BLT BBM dengan nominal Rp150 ribu per bulan bisa melindungi rakyat miskin secara maksimal dari efek domino yang tidak dapat dihindarkan akibat kenaikan harga BBM? Pasalnya rakyat miskin bukan hanya harus merogoh kocek yang lebih untuk membeli BBM, tetapi juga dari kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, imbas kenaikan BBM.
Berdasarkan BPS penduduk yang dikatakan miskin jika pengeluarannya kurang dari Rp472.525/bulan atau kurang dari Rp16 ribu/hari. Jumlah masyarakat kelompok ini sangatlah banyak. Menurut BPS pada September 2021 jumlah orang miskin sebanyak 26,50 juta orang.
Jika berdasarkan penggambaran di atas, dapat dibayangkan, dengan pengeluaran sebesar itu, kehidupan macam apa yang mereka jalani selama ini? Apalagi ditambah dengan kenaikan harga-harga saat ini. Melihat hal ini, tentunya BLT BBM dari pemerintah jelas tidak akan dapat menyelesaikan masalah mereka. Sebab bansos ini hanya bersifat temporer dan tidak sebanding dengan kenaikan harga berbagai barang akibat kenaikan BBM yang akan rakyat hadapi beberapa tahun mendatang. Sebaliknya, dapat dipastikan kehidupan mereka akan makin terpuruk dan makin jauh dari kata sejahtera.
Belum lagi, yang ter-cover BLT BBM ini hanya rakyat miskin, itu pun semoga setiap rakyat miskin dapat mencairkannya. Lalu bagaimana dengan masyarakat yang termasuk kelompok rentan miskin? Misalnya, masyarakat dengan penghasilan di atas Rp500 ribu-Rp2 juta/bulan. Jumlah masyarakat kelompok ini jauh lebih banyak dari masyarakat miskin. Bahkan, jumlah Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2021, yaitu mereka yang memiliki kemampuan kerja, tapi menganggur (tidak memiliki pendapatan), jumlahnya sebesar 6,26% atau sekitar 17 juta orang.
Mirisnya, jika dicermati kelompok rentan miskin ini, tidak memenuhi syarat untuk memperoleh BLT BBM dari pemerintah, tetapi merasakan dampak buruk dari kenaikan harga BBM dan ikutannya. Faktanya, tampak bahwa rakyat yang paling terdampak akibat kenaikan BBM dan efek dominonya adalah justru rakyat kelompok miskin dan rentan miskin yang katanya dilindungi pemerintah.
Kemudian, pertanyaannya apakah masih relevan alasan pemerintah menaikkan harga BBM untuk melindungi kelompok ini? Sebab katanya dinilai selama ini subsidi BBM tidak tepat, penyalurannya pada kelompok ini (rakyat miskin dan rentan miskin).
Kepentingan Kapitalis
Jika bukan untuk kepentingan rakyat, lalu untuk kepentingan siapa kenaikan harga BBM? Patut diduga kebijakan tersebut demi kepentingan para kapitalis agar liberalisasi energi (BBM) dari hulu sampai hilir dapat berjalan sempurna.
Pasalnya, ketika masih ada jenis BBM yang disubsidi Pemerintah, maka terjadi disparitas harga yang besar antara BBM yang dijual PT Pertamina dengan SPBU-SPBU milik swasta yang menyebabkan SPBU swasta tersebut sepi dari pembeli. Alasan tersebut terbukti, selang beberapa saat setelah diumumkan kenaikan harga BBM subsidi, SPBU milik swasta mulai diramaikan pembeli.
Misalnya, SPBU Vivo yang menarik perhatian masyarakat karena menjual BBM mirip Pertalite (RON 90) yang bernama Revvo 89 (RON 89) dengan harga Rp8.900/liter. Tidak pelak, media sosial turut ramai karena harga Revvo 89 lebih murah dari harga Pertalite. Walaupun pada akhirnya, harga Revvo 89 ini naik menjadi Rp10.900/liter, untuk mematuhi regulasi dan perubahan pasar.
Kebijakan menaikkan harga BBM subsidi yang membenani rakyat terutama rakyat miskin dan rentan miskin ini mencerminkan sikap pemerintah yang tidak memiliki empati serta abai kepada rakyatnya. Sikap ini lahir dari pemerintahan yang kebijakannya bercorak kapitalisme, pemimpin negara dalam paham kapitalisme hanya berfungsi sebagai regulator untuk memastikan liberasi atau ekonomi pasar berjalan sempurna.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, perekonomian negara dapat berjalan sempurna jika campur tangan pemerintah berupa subsidi diamputasi dari layanan publik dan juga dianggap menjadi beban negara. Sehingga, semua layanan publik tersebut harus diserahkan kepada swasta dengan kacamata bisnis. Tentunya karena ini bisnis, swasta akan berusaha mengambil untung yang sebesar-besarnya dari produk yang mereka jual. Maka, hal yang lumrah, jika pada faktanya, terdapat disparitas yang sangat jauh antara biaya pengolahan minyak mentah dan harga beli BBM yang dijual pada masyarakat. Lagi-lagi kepentingan rakyat yang harus dikorbankan.
Kontras dengan Ajaran Islam
Dalam Islam rakyat bukanlah dianggap beban melainkan amanah yang wajib ditunaikan haknya. Sebagaimana firman Allah di QS. An-Nisa ayat 48, "Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya."
Islam menempatkan kedudukan pemimpin negara di hadapan rakyat ibarat penggembala. Ia harus mengurus hewan gembalaannya dengan sebaik-baiknya. Bahkan, Nabi saw. menegur penguasa yang bersikap kasar dan zalim kepada rakyatnya sebagaimana hadis riwayat muslim, "Sungguh sejelek-jelek penggembala adalah yang kasar terhadap hewan gembalaannya."
Pemimpin negara dalam Islam wajib sekuat tenaga memenuhi kebutuhan rakyat dan haram menelantarkan mereka. Pemerintah yang menelantarkan kebutuhan rakyatnya, apalagi menghalangi hak mereka, telah diperingatkan oleh sabda Rasulullah saw. dalam riwayat Tirmidzi, "Tidak seorang pun pemimpin yang menutup pintunya untuk orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan dan orang miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan dan kemiskinannya."
Jika negara ini diatur dengan syariat Islam, sangat mungkin rakyat Indonesia menikmati harga BBM murah, bahkan gratis dengan kualitas baik di tengah karunia Allah Swt. berupa kelimpahan sumber daya alam, khususnya energi.
Sudah seharusnya mayoritas penduduk muslim negeri ini menginginkan diatur dengan syariat Islam yang pasti membawa kebaikan untuk negeri, baik bagi muslim maupun nonmuslim. Terlebih, ini sebagai wujud ketaatannya kepada syariat Allah Swt.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H