Situ Patenggang merupakan danau dengan pulau kecil ditengahnya yang terkenal dengan pulau Asmara dengan “batu cinta “ nya. Kemarin kami harus membayar Rp 20.500 per orang, itu adalah uharga untuk weekend. Mitos yang terkenal dari Situ Patenggang ini sendiri adalah tentang cinta Ki Santang dan Dewi Rengganis. Mereka berdua saling cinta tetapi berpisah cukup lama, kemudia bertemu kembali di titik yang disebut dengan “Batu Cinta”.
Setelah bertemu, Dewi Rengganis meminta untuk dibuatkan danau dan perahu. Diyakini perahu itu sekarang adalah pulau yang berbentuk hati dan masyarakat menyebutnya dengan “Pulau Asmara”. Untuk mengelilingi Pulau Asmara dan menuju Batu Cinta pengunjung bisa menumpang perahu dengan membayar Rp 30.000 per orang. Kepercayaan yang berkembang di masyarakat, bagi pasangan yang mengelilingi pulau Asmara dan datang ke batu cinta itu maka cintanya akan abadi.
Dikarenakan waktu yang terbatas, kami memutuskan untuk tidak pergi ke Pulau Asmara. Kami hanya sekitar 45 menit di Situ Patenggang. Kami segera kembali ke Terminal Ciwidey. Sedari awal sopir angkot sudah memperingatkan kami bahwa waktu kembali ke kota Bandung diusahakan jangan terlalu sore jika kami tidak ingin terjebak arak-arakan bobotoh. Dari situ saya kembali terheran, pengaruh pawai Bobotoh hari ini memang luar biasa sepertinya . Mendung sudah gelap dan hujan mulai turun. Kami sampai di terminal Ciwidey sekitar pukul empat kurang. Setelah melakukan pembayaran dengan sopir angkot, kami segera mencari elf yang akan membawa kami sampai Terminal Leuwi Panjang lagi. Kurang dari setengah jam elf yang kami tumpangi sudah penuh. Dan lagi-lagi kami berdesakan di dalam elf dengan jumlah penumpang 20 orang itu.
Perjalanan pulang kami menuju terminal Leuwi Panjang ternyata jauh lebih cepat dibanding waktu berangkat tadi. Kami hanya membutuhkan waktu 1 jam saja. Sampai di terminal Leuwi Panjang itulah kami mulai bingung. Kami belum jelas angkot mana yang harus kami cari untuk membawa kami kwe stasiun Kiara Condong. Setelah bertanya ke sopir elf, bapak itu menyarankan kami untuk menumpang angkot jurusan Cicaheum. Dari kejauhan kami mendengar seorang bapak berteriak..Caheum..caheum…Mendengar hal itu kami mendekati dan bertanya apakah melewati Kiara Condong atau tidak. Bapak itu justru menjawab, “Ada Persib Neng, Gatsu ditutup. Nanti saya turunkan di jalan Jakarta saja.” Satu lagi yang membuat saya terheran, pawai Bobotoh membuat jalan Gatot Subroto (Gatsu) ditutup.
Waktu semakin sore, kami mau tidak mau harus menumpang angkot itu. Begitu keluar dari terminal, kami langsung disambut kemacetan. Suara raungan motor terdengar, ya Bobotoh. Sekumpulan bobotoh mulai dari 5- 10 motor menyalip, mereka tentunya menggunakan atribut dan bendera. Sepanjang pinggir jalanpun yang ada warna biru semua. Penonton yang memadati pinggir jalan tidak kalah ramainya. Mereka mengacungkan jempol ketika rombongan itu melintas di depan mereka. Angkot yang kami tumpangi hanya mampu berjalan pelan, sementara kami terus dikejar waktu kedatangan kereta. Kami sempat khawatir kami akan terlambat sampai di stasiun.
[caption id="attachment_374516" align="aligncenter" width="448" caption="atribut yang tidak boleh ketinggalan"]
Perjuangan kami belum selesai, sopir angkot menurunkan kami di sebuah lampu merah. Suasana waktu itu macet sekali dan kami turun diantara antrian para bobotoh dengan raungan motornya. Sempat khawatir dengan keamanan diri kami sendiri. Setelah nya kami menyeberang dan mencari angkot jurusan Elang- Cicadas yang berwarna merah. Kami menunggu angkot diantara bobotoh yang berjejer di pinggir jalan. Akhirnya angkot yang kami tunggu datang. Beruntung saat kami menunggu angkot itu jalan Gatot Subroto sudah dibuka kembali walaupun masih membiru di kanan kirinya. Hampir satu jam kami terjebak dalam kemacetan itu, namun akhirnya kami bisa sampai dan masih punya waktu untuk makan sebelum kereta datang.
Akhirnya, waktu juga yang harus mengakhiri plesiran saya ke Bandung waktu itu. Banyak pengalaman dan keseruan yang saya dapatkan dari sana. Masih banyak tempat di negeri ini yang ingin saya datangi. Simak dan nikmati berbagai destinasi yang tidak kalah menarik di http://www.indonesia.travel/wonderfulindonesia/.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H