Mohon tunggu...
Septiyana kharisma Putri
Septiyana kharisma Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ke Mana Larinya Harta Bersama Setelah Perceraian? Pembagian Harta Bersama dalam Perspektif Hukum Nasional dan Hukum Adat

14 Maret 2023   01:49 Diperbarui: 14 Maret 2023   01:52 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apabila perceraian yang terjadi tidak lagi dapat diatasi dengan musyawarah kerabat dan istri kembali ke kerabat asalnya atau ke tempat lain, ia tidak berhak membawa kembali harta bawaannya, apalagi jika perceraian itu terjadi dikarenakan kesalahan istri karena berzina. Apabila pihak kerabat istri menuntut juga agar semua harta bawaan dikembalikan, maka kewajiban pihak kerabat istri mengembalikan uang jujur dan semua biaya yang telah dikeluarkan pihak suami dalam menyelenggarakan perkawinan mereka.

Dalam masyarakat matrilineal yang berlaku adalah perkawinan dalam bentuk perkawinan semenda, di mana setelah perkawinan suami masuk dalam kekerabatan istri. Pada golongan ini harta bersama terpisah dari harta bawaan istri dan harta bawaan suami, termasuk juga harta hadiah atau warisan yang dibawa masing-masing pihak ke dalam perkawinan. 

Dengan demikian harta yang dikuasai bersama adalah harta yang dihasilkan selama perkawinan atau dinamakan harta bersama. Jika terjadi perceraian maka yang sering menjadi masalah atau perselisihan adalah mengenai harta pencaharian atau harta bersama, sedangkan harta lainnya adalah harta bawaan masing-masing pihak suami-istri tidak menjadi masalah perselisihan, kecuali apabila harta bawaan itu terlibat bercampur ke dalam harta bersama.

Apabila dalam perkawinan seperti ini terbuka kemungkinan adanya budal yang bersifat umum, maka barang-barang yang termasuk di dalamnya dibagi dua antara suami dan istri. Pada hakikatnya jika tidak ada alasan yang berhubungan dengan adat seperti tidak dikaruniai anak, perzinahan si istri, mimpi-mimpi buruk, kepala keluarga dan hakim-hakim untuk waktu yang lama para pihak yang ingin bercerai diupayakan untuk tidak meneruskan niat mereka untuk bercerai di wilayah tertentu sangat jarang diadakan, namun lama-kelamaan setelah mengadakan musyawarah bersama agar semua akibat keuangan maupun tentang nasib anak-anak dapat ditetapkan, menyebabkan terjadinya perceraian. 

Dalam sebuah tertib hukum menurut garis keturunan ayah, sebuah pembubaran perkawinan mas kawin mengandung arti kembalinya sang istri dan mas kawin ke dalam kelompok kekerabatannya sendiri.

Dalam masyarakat adat yang berdasarkan parental (ke-orang tuaan) yang hanya terikat pada hubungan keluarga rumah tangga dibawah pimpinan ayah dan ibu, dan tidak terikat dengan hubungan kekerabatan yang lain, maka perkawinan yang banyak terjadi adalah perkawinan bebas atau perkawinan mandiri, yaitu dimana kedudukan suami istri seimbang dan bebas menentukan tempat tinggal sendiri, maka harta perkawinannya mendekati apa yang sudah diatur dalam UU Perkawinan yaitu adanya harta bersama yang dikuasai suami istri untuk dikuasai bersama dan adanya barang bawaan yang tetap dikuasai oleh masing-masing pihak suami istri kecuali ditentukan dengan ketentuan yang lain. Jika terjadi perceraian maka penyelesaiannya secara kekeluargaan, jika cara ini tidak tercapai maka masing-masing pihak dapat mengajukan tuntutannya melalui pengadilan.

Buku ini sangat bagus di baca untuk mendalami materi karena disertai dengan bahasa yang mudah dipahami. Buku ini juga bukan hanya menjelaskan tentang harta bersama seusai perceraian namun buku ini juga membahas tentang lahirnya kepercayaan parmalim. Namun jika pembaca melihat sekilas dari judul buku ini akan mengira bahwa buku ini dipenuhi dengan penjelasan yang sangat jelas mengenai pembagian harta bersama setelah perceraian. 

Namun pada kenyataannya menurut saya buku ini kurang menjelaskan tentang apa yang sesuai dengan judulnya melainkan menjelaskan tentang perkawinan dan penjelasan tentang asal-usul kepercayaan Parmalim dan disertai dengan budaya serta adat dari kepercayaan parmalim tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun