Dalam mendukung program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UNNES turut serta dalam melakukan pencegahan perkembangbiakan nyamuk disekitar masyarakat melalui intervensi program bernama Sakuku Guardian DBD di lokasi Desa Tanjung Karang, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus. Melihat tingginya angka kasus DBD di lokasi, menjadi dasar tujuan pembentukan dari program kesehatan masyarakat tersebut.
Berdasarkan data rekapan mingguan kasus DBD tahun 2024 yang telah dilaporkan oleh pihak Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, Kecamatan Jati kembali menempati posisi tiga besar sebagai penyumbang kasus DBD tertinggi. Tercatat sebanyak 84 kasus DBD terjadi di Kecamatan Jati dengan nilai IR (Insidence Rate) sebesar 16/100.000 penduduk, dimana nilai tersebut belum memenuhi target yang ditetapkan yakni IR sebesar ≤ 10/100.000 penduduk.
Menurut peta klasifikasi daerah, Desa Tanjungkarang merupakan salah satu bagian dari Kecamatan Jati dengan nilai Angka Bebas Jentik (ABJ) tergolong berisiko terhadap penularan DBD yakni 80% apabila dibandingkan dengan nilai ABJ dari desa-desa lain. Rendahnya nilai ABJ di desa tersebut, menandakan bahwa Desa Tanjungkarang memiliki resiko terhadap penularan penyakit DBD di lingkungan masyarakat. Berdasarkan target Angka Bebas Jentik (ABJ) yang ditetapkan oleh Kemenkes dalam Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2023, dikatakan suatu wilayah tidak berisiko terhadap penularan DBD apabila nilainya mencapai ≥ 95% terhadap keberhasilan kegiatan PSN 3M+. Adapun upaya untuk mencapai keberhasilan dari kegiatan tersebut diperlukan adanya masyarakat yang berperan aktif dalam melakukan gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan adanya peran keluarga yang melakukan pemantauan di tiap minggunya terhadap keberadaan jentik nyamuk di rumah.
Rendahnya pengetahuan dan minimnya kesadaran masyarakat terhadap perkembangbiakan nyamuk mengakibatkan angka kasus penyakit DBD di Desa Tanjungkarang tergolong tinggi. Selain itu, warga desa berkeyakinan bahwa air bersih di bak mandi atau genangan air tidak akan menjadi sarang nyamuk, sehingga tidak merasa perlu untuk mengurasnya setiap minggu. Beberapa warga juga menganggap menguras bak mandi secara rutin cukup merepotkan, dan percaya bahwa selama air tidak keruh, maka bebas dari penyakit meskipun sudah satu bulan atau lebih tidak dikuras. Ditambah lagi, keberadaan sampah yang terendam air di luar rumah tidak dianggap berbahaya, karena diyakini nyamuk yang berkembang di lingkungan luar tidak akan masuk ke dalam rumah. Oleh karena itu, diperlukan adanya edukasi kepada masyarakat melalui pemberian buku saku yang memberikan pengetahuan terkait DBD dan langkah-langkah pemberantasan sarang nyamuk yang diharapkan menjadi solusi alternatif bagi masyarakat dalam melakukan pemberantasan sarang nyamuk dan mencegah DBD.
Buku saku yang berjudul “Sakuku Guardian DBD” memuat informasi mengenai DBD sekaligus dengan langkah-langkah pencegahannya. Buku saku ini dirancang agar warga desa mampu dalam melakukan pemantauan jentik nyamuk dan memahami bagaimana cara melakukan tindakan pemberantasan untuk mengurangi populasi nyamuk yang ada. Intervensi program ini dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu tanggal 12-13 Oktober 2024, di Balai Desa Tanjungkarang yang dihadiri oleh 15 ibu-ibu peserta senam mingguan. Adapun ibu-ibu yang hadir merupakan sosok yang cukup memiliki pengaruh di Desa Tanjungkarang dimana terdiri atas kepala desa, sekretaris desa, anggota PKK RT hingga desa dan ibu rumah tangga yang aktif ikut serta dalam mengikuti kegiatan desa.
Pada kegiatan intervensi hari pertama, dilakukan penyampaian materi terkait apa itu DBD, cara penularan, tanda dan gejala teridentifikasi DBD, siklus daur hidup nyamuk, tempat perkembangbiakan jentik nyamuk serta bagaimana cara pencegahan dari penularan nyamuk pada manusia melalui Sakuku Guardian DBD. Didapatkan hasil bahwa banyak peserta intervensi yang belum mengetahui secara mendalam terkait DBD terutama pada tanda dan gejala, tempat perkembangbiakan, dan tindakan pencegahan.
Pada kegiatan intervensi hari kedua peserta telah melakukan kegiatan pemantauan jentik di lingkungan rumah masing-masing disertai dengan tindakan pemberantasan jentik nyamuk melalui formulir pemantauan jentik yang sudah diberikan. Dari hasil pemantauan jentik tersebut para peserta sudah melakukan tindakan pemberantasan jentik yang benar sesuai dengan petunjuk arahan dari buku Sakuku Guardian DBD selaras dengan 3M+ yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia yakni menguras tempat penampungan air sekali dalam seminggu, menutup tempat penampungan air, mendaur ulang tempat yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk, membuang air yang menggenang, dan menjaga kebersihan lingkungan rumah.
Setelah dilakukannya kegiatan intervensi selama dua hari ternyata mendapatkan respon positif dari warga Desa Tanjungkarang. Sebelumnya, banyak dari masyarakat kurang peduli terhadap bahaya DBD, seperti tidak menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah, membiarkan tempat penampungan air terbuka, dan tidak membersihkan genangan air yang berpotensi menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Namun, setelah mengikuti program ini, masyarakat mulai memahami pentingnya pengetahuan tentang DBD seperti cara pemeriksaan jentik di sekitar rumah dan tempat penampungan air dengan benar serta mengambil tindakan pencegahan yang tepat untuk menghambat perkembangbiakan nyamuk. Beberapa peserta intervensi yang hadir menyatakan bahwa edukasi seperti ini perlu dilakukan secara rutin untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman terkait DBD dan langkah-langkah pencegahannya.
“Sebelum mbaknya datang dan ngasih materi, saya itu ndak terlalu peduli sama penyakit DBD sama itu mbak, saya juga ndak tahu nek DBD ini bisa nyembabke kematian. Sakwise mbaknya tadi ngejelasin soal bahaya DBD, saya tersadar kalo penyakit ini ndak penyakit sing sepele. Setelah mbaknya ngasih buku Sakuku Guardian DBD, saya mendapatkan informasi seputar DBD, kayak gejalanya apa aja, cara pemantauan jentiknya, dan gimana tindakan yang harus saya lakukan untuk memberantas jentik nyamuk.” ungkap Ibu Sri, yang merupakan salah satu anggota ibu PKK di Desa Tanjungkarang.
Adapun yang diungkapkan oleh Ibu Yayuk selaku ibu rumah tangga yang cukup aktif berpartisipasi dalam kegiatan desa menyatakan bahwa, pemberian buku ini bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan bagi warga di Desa Tanjungkarang, “Mbaknya kan ada ngasih buku saku yang ada ngebahas soal DBD sama langkah pencegahannya. Nah, dari buku iku mau saya jadi tau gimana cara pemantauan jentik sing bener, terus jentik iku sering bertelur nek tempat apa aja, sama pencegahannya sing bener itu kayak gimana.”
Melalui kegiatan ini, mahasiswa UNNES berharap dapat membantu mengatasi masalah yang terjadi di desa tersebut diakibatkan kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk sehingga dapat menurunkan angka kasus DBD di Desa Tanjungkarang di masa mendatang. Penyerahan advokasi berupa dokumen policy brief juga diberikan kepada kepala desa yang berisi hasil intervensi dan efektifitas program yang telah dilakukan, serta rekomendasi dari program buku Sakuku Guardian DBD apabila dilakukan secara berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H