Mohon tunggu...
Septina Soniatus Saadah
Septina Soniatus Saadah Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM 101180102 Kelas SA-H

Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kedudukan Yurisprudensi dalam Common Law System dan Statute Law System

18 Mei 2021   11:26 Diperbarui: 18 Mei 2021   12:35 1407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Secara umum yurisprudensi merupakan suatu keputusan yang diambil oleh hakim berdasarkan pertimbangannya dalam memutuskan suatu perkara yang belum diatur dalam undang-undang dan digunakan oleh hakim lain dalam memutus suatu kasus yang sama dan bersifat mengikat. Yurisprudensi lahir akibat dari adanya kekosongan hukum ketika undang-undang tidak mengatur atau telah ketinggalan zaman, sehingga hukum harus digali dan dicari dalam masyarakat. 

Hal ini dikarenakan hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti, serta memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Selain berkedudukan sebagai sumber hukum, yurisprudensi pada hakikatnya berfungsi sebagai penyeragam hukum dalam suatu kasus yang serupa sehingga menciptakan rasa kepastian hukum di masyarakat. Putusan hakim dalam yurisprudensi cenderung akan bersifat dapat diperkirakan (predictable) dan terdapat transparansi di dalamnya. 

Suatu putusan hakim dapat disebut yurisprudensi apabila putusan tersebut telah berupa keputusan tetap, berulang kali diputuskan dengan keputusan yang sama dan dalam kasus yang sama pula, memenuhi rasa keadilan, serta keputusan tersebut telah dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Dalam yurisprudensi terdapat dua asas terkait dengan berlakunya yurisprudensi yang meliputi:

1. Asas preseden, yaitu hakim terikat pada keputusan hakim terdahulu, baik hakim yang sama derajatnya atau yang lebih tinggi. Dalam asas ini hakim berpikir secara induktif.

2. Asas bebas, yaitu hakim tidak terikat pada putusan hakim sebelumnya yang berstatus sama ataupun lebih tinggi tingkatannya.

Dalam sistem common law, putusan badan peradilan yang umumnya dikenal dengan istilah yurisprudensi menjadi sumber hukum yang utama (primer) dengan menganut doktrin stare decisis (sistem preseden) serta dalam proses peradilannya menggunakan adversary system. Sistem hukum common law cenderung berpusat kepada kasus dan hakim sebagai pembuat atau penemu hukum (judge made law), oleh karena itu terdapat ruang untuk diskresi lebih luas dan di pengadilan kususnya dalam menghadapi suatu masalah atau kasus hakim lebih bersifat pragmatis. Pada prinsipnya sistem hukum common law tidak mengenal adanya kodifikasi. Karakteristik utama dalam sistem common law, yaitu dalam memutuskan perkara harus berdasarkan atas hukum masyarakat (common).

Yurisprudensi mempunyai kedudukan yang penting eksistensinya dan menjadi sentral sumber hukum utama dalam sistem hukum common law. Dalam sistem common law hakim di pengadilan menggunakan prinsip "membuat hukum sendiri" dengan melihat kepada kasus-kasus dan fakta-fakta sebelumnya, hal ini sering disebut dengan "case law" atau "judge made law". 

Hukum dalam common law system banyak bersumber dari putusan-putusan pengadilan yang melakukan kreasi hukum, sehingga dalam hal ini hakim berperan sebagai legislatif pencipta hukum. Meskipun dalam sistem common law hakim mengikuti the doctrine of precedent (stare de cisis), namun dalam menggunakan doktrin ini hakim harus menggunakan dua ukuran. 

Pertama, Setiap perkara harus selalu bersifat "einmalig", artinya hanya satu kali saja terjadi dan tidak mungkin persis sama dengan perkara-perkara yang sudah ada. Hakim hanya diwajibkan mengikuti the doctrine of precedent berupa hal-hal yang berhubungan langsung dengan produk perkara (ratio dedicendi), sedangkan hal-hal yang bersifat tambahan atau ilustrasi (obiter dicta) dapat dikesampingkan maupun menilai menurut keyakinannya. Kedua, harus reasonables, yakni harus dilihat dalam rangka sistem hukum yang bersangkutan (kemungkinan atau keadilan). Jadi putusan yang terdahulu kalau tidak reasonableness tidak perlu diikuti.

Negara yang menganut sistem common law sumber hukum utamanya bukan undang-undang, melainkan yurisprudensi. Hukum dalam sistem common law selah-olah berada dalam bentuk yang abstrak sebab mengikuti perkembangan yang ada di masyarakat dalam berbagai aspek. Hukum dalam sistem common law menjadi konkret karena beberapa alasan bahwa hukum berlaku dan didoktrinkan oleh penguasa. Meskipun hukum dalam sistem common law merupakan hasil ciptaan masyarakat, negara melalui badan peradilan berwenang memaksakan dan menegakkannya. Dalam sistem common law, apa yang disebut hukum adalah apa yang telah diputuskan oleh pengadilan.

Secara umum dalam sistem common law hukum dipandang sebagai sub sistem dari kebudayaan masyarakat. Hukum lahir dan berkembang seiring dengan tingkat tahap perkembangan kecerdasan, kemajuan, dan kebudayaan masyarakat tertentu yang dipelihara dan diwariskan secara tak tertulis dari generasi ke generasi sebagai tata kehidupan yang mengatur ketertiban kehidupan masyarakat. 

Pengenalan bentuk hukum secara konkret dalam sistem common law dapat ditunjukkan pada hukum yang diputuskan hakim dalam bentuk produk pengadilan. Setiap hukum yang telah dikonkretkan dalam bentuk putusan-putusan peradilan, dalam pendirian sistem common law langsung berkapasitas sebagai aturan hukum yang berkualitas untuk diikuti dan diterapkan oleh seluruh pengadilan dalam menjatuhkan hukum terapan kasus-kasus yang memiliki unsur dan sifat yang sama dengan kasus sebelumnya yang telah diputus oleh hakim sebelumnya pula.

Adapun dalam statute law system, undang-undang (written law) yang dibuat oleh parlemen (legislative power) menjadi sumber paling utama dan pertama dalam sistem hukum. Sehingga eksistensi kedudukan yurisprudensi menjadi tersingkirkan dalam statute law system sebab  dalam hal ini undang-undang dapat merubah yurisprudensi. 

Namun bukan berarti yurisprudensi ditinggalkan dengan sepenuhnya, melainkan posisinya dapat tergeser ataupun dikalahkan oleh adanya ketentuan dalam undang-undang. Dapat dikatakan bahwa statute law system berfungsi sebagai pelengkap dari common law system dalam mengatur suatu permasalahan hukum yang timbul akibat perkembagan zaman yang semakin bergerak dinamis. Selain itu, dalam statute law system hakim tidak memiliki kewenangan untuk menciptakan maupun menafsirkan hukum. Hakim harus tunduk dengan peraturan perundang-undangan dalam memutuskan suatu permasalahan (kasus), sehingga dalam statute law system hakim hanyalah sebagai corong peraturan perundang-undangan.

*Septina Soniatus Sa'adah, 101180102, SA-H  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun