Secara umum yurisprudensi merupakan suatu keputusan yang diambil oleh hakim berdasarkan pertimbangannya dalam memutuskan suatu perkara yang belum diatur dalam undang-undang dan digunakan oleh hakim lain dalam memutus suatu kasus yang sama dan bersifat mengikat. Yurisprudensi lahir akibat dari adanya kekosongan hukum ketika undang-undang tidak mengatur atau telah ketinggalan zaman, sehingga hukum harus digali dan dicari dalam masyarakat.Â
Hal ini dikarenakan hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti, serta memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Selain berkedudukan sebagai sumber hukum, yurisprudensi pada hakikatnya berfungsi sebagai penyeragam hukum dalam suatu kasus yang serupa sehingga menciptakan rasa kepastian hukum di masyarakat. Putusan hakim dalam yurisprudensi cenderung akan bersifat dapat diperkirakan (predictable) dan terdapat transparansi di dalamnya.Â
Suatu putusan hakim dapat disebut yurisprudensi apabila putusan tersebut telah berupa keputusan tetap, berulang kali diputuskan dengan keputusan yang sama dan dalam kasus yang sama pula, memenuhi rasa keadilan, serta keputusan tersebut telah dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Dalam yurisprudensi terdapat dua asas terkait dengan berlakunya yurisprudensi yang meliputi:
1. Asas preseden, yaitu hakim terikat pada keputusan hakim terdahulu, baik hakim yang sama derajatnya atau yang lebih tinggi. Dalam asas ini hakim berpikir secara induktif.
2. Asas bebas, yaitu hakim tidak terikat pada putusan hakim sebelumnya yang berstatus sama ataupun lebih tinggi tingkatannya.
Dalam sistem common law, putusan badan peradilan yang umumnya dikenal dengan istilah yurisprudensi menjadi sumber hukum yang utama (primer) dengan menganut doktrin stare decisis (sistem preseden) serta dalam proses peradilannya menggunakan adversary system. Sistem hukum common law cenderung berpusat kepada kasus dan hakim sebagai pembuat atau penemu hukum (judge made law), oleh karena itu terdapat ruang untuk diskresi lebih luas dan di pengadilan kususnya dalam menghadapi suatu masalah atau kasus hakim lebih bersifat pragmatis. Pada prinsipnya sistem hukum common law tidak mengenal adanya kodifikasi. Karakteristik utama dalam sistem common law, yaitu dalam memutuskan perkara harus berdasarkan atas hukum masyarakat (common).
Yurisprudensi mempunyai kedudukan yang penting eksistensinya dan menjadi sentral sumber hukum utama dalam sistem hukum common law. Dalam sistem common law hakim di pengadilan menggunakan prinsip "membuat hukum sendiri" dengan melihat kepada kasus-kasus dan fakta-fakta sebelumnya, hal ini sering disebut dengan "case law" atau "judge made law".Â
Hukum dalam common law system banyak bersumber dari putusan-putusan pengadilan yang melakukan kreasi hukum, sehingga dalam hal ini hakim berperan sebagai legislatif pencipta hukum. Meskipun dalam sistem common law hakim mengikuti the doctrine of precedent (stare de cisis), namun dalam menggunakan doktrin ini hakim harus menggunakan dua ukuran.Â
Pertama, Setiap perkara harus selalu bersifat "einmalig", artinya hanya satu kali saja terjadi dan tidak mungkin persis sama dengan perkara-perkara yang sudah ada. Hakim hanya diwajibkan mengikuti the doctrine of precedent berupa hal-hal yang berhubungan langsung dengan produk perkara (ratio dedicendi), sedangkan hal-hal yang bersifat tambahan atau ilustrasi (obiter dicta) dapat dikesampingkan maupun menilai menurut keyakinannya. Kedua, harus reasonables, yakni harus dilihat dalam rangka sistem hukum yang bersangkutan (kemungkinan atau keadilan). Jadi putusan yang terdahulu kalau tidak reasonableness tidak perlu diikuti.
Negara yang menganut sistem common law sumber hukum utamanya bukan undang-undang, melainkan yurisprudensi. Hukum dalam sistem common law selah-olah berada dalam bentuk yang abstrak sebab mengikuti perkembangan yang ada di masyarakat dalam berbagai aspek. Hukum dalam sistem common law menjadi konkret karena beberapa alasan bahwa hukum berlaku dan didoktrinkan oleh penguasa. Meskipun hukum dalam sistem common law merupakan hasil ciptaan masyarakat, negara melalui badan peradilan berwenang memaksakan dan menegakkannya. Dalam sistem common law, apa yang disebut hukum adalah apa yang telah diputuskan oleh pengadilan.
Secara umum dalam sistem common law hukum dipandang sebagai sub sistem dari kebudayaan masyarakat. Hukum lahir dan berkembang seiring dengan tingkat tahap perkembangan kecerdasan, kemajuan, dan kebudayaan masyarakat tertentu yang dipelihara dan diwariskan secara tak tertulis dari generasi ke generasi sebagai tata kehidupan yang mengatur ketertiban kehidupan masyarakat.Â