Guru hebat adalah guru yang menginspirasi anak-anak muridnya. Guru harus mampu mengimbangi perkembangan zaman agar tidak ketinggalan informasi.
Pada zaman digital ini, proses belajar dan mengajar juga harus menyesuaikan perkembangan dunia serba digital. Boleh jadi anak-anak murid tidak lagi tertarik dengan cara belajar dengan metode ceramah.
Semangat pendidikan yang digelorakan oleh Ki Hajar Dewantara patut dicontoh, terlebih bagi para pemerhati dan yang berkecimpung di dunia pendidikan. “Lawan Sastra Ngesti Mulya: Dengan Ilmu Kita Menuju Kemuliaan”.
Dalam upaya memerangi pandemi ini, tetaplah mengupayakan pendidikan yang bukan hanya mengasah kecerdasan intelektual melainkan juga mengasah hati setiap anak didik. Pendidikan yang mengupayakan proses pemuliaan manusia yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru menjadi pribadi yang cerdas dan humanis.
Menurut Ki Hajar Dewantara, dengan menggunakan dasar kekeluargaan, maka antara guru atau pamong dengan muridnya terdapat hubungan yang erat. Di tempat itu ia menemukan “bapak” atau “ibu” yang dapat diminta nasihatnya atau pertimbangannya apabila mereka menghadapi kesulitan.
Oleh karena itu, cara mengajar dan mendidik dengan menggunakan alat perintah, paksaan dengan hukuman seperti yang dipakai dalam pendidikan di masa dahulu, hendaknya dihindari. Semboyan yang dipergunakan adalah “Tut Wuri Andayani”, artinya mendorong para anak didik untuk membiasakan diri mencari dan belajar sendiri.
Guru mengikuti di belakang dan memberi pengaruh, bertugas mengamati dengan segala perhatian; pertolongan diberikan apabila dipandang perlu. Anak didik hendaknya dibiasakan bergantung pada kemauannya sendiri, bukan karena paksaan dari luar atau perintah orang lain.
Tentulah guru yang mampu diberi gelar pahlawan tanpa tanda jasa ini disandang oleh guru yang memiliki nilai keikhlasan, kesabaran, dan kepedulian. Jadi, tergantung masing-masing guru yang bersangkutan. Apabila seorang guru memiliki dedikasi tinggi terhadap dunia pendidikan Indonesia, tak kenal lelah, dan sepenuh hati dalam membimbing muridnya, serta memiliki cita-cita yang luhur dalam memajukan pendidikan Indonesia. Memang beliau "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa".
Sebaliknya, jika seorang guru hanya mengajar asal-asalan dan hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa memikirkan perkembangan muridnya maka hal (buruk) itu nantinya akan kembali pada murid, sehingga guru harus kembali belajar untuk menjadi guru yang ikhlas dalam mengajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H