Mohon tunggu...
Septian Praja
Septian Praja Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa

Seorang mahasiswa dengan peminatan Komunikasi Massa dan Digital yang hobi motret dan merekam momen.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ingin Jadi "Travel Journalist"? Kamu Harus Tahu Hal-hal Berikut Ini!

4 November 2018   22:06 Diperbarui: 4 November 2018   22:33 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                                            

Pengertian

Istilah 'travel journalist' atau jurnalisme perjalanan dan 'travel writer' sering sekali membuat bingung dan sering sekali tertukar. Yang mana bagian dari jurnalisme dan yang mana bagian dari litteratur?. Menurut Fursich dan Kavoori dalam Hanusch (2010), travel journalism lebih menekankan pencarian dan penyampaian kebenaran sebagai fondasi jurnalisme untuk membedakan para jurnalis perjalanan dengan 'travel writer' yang dapat memasukkan unsur fiksi ke dalam tulisan mereka.

Hal yang lebih membingungkan lagi adalah mendefinisikan siapa yang dapat dikategorikan sebagai jurnalis perjalanan. Apakah freelancer, jurnalis yang tidak menetap di satu media tertentu? ataukah stringe, jurnalis suatu media tetapi dibayar per karya yang dipublikasikan? Ataukah yang lainnya?. Hanusch (2010) menekankan perlunya studi lebih mendalam mengenai pengelompokkan jurnalisme perjalanan berdasarkan karakteristik, sistem dan persepsi kerja, serta standar dan etika yang dapat mempengaruhi proses dan produk dari jurnalisme perjalanan itu sendiri.

Sedangkan, Hill-James (2006) mendefinisikan jurnalisme perjalanan sebagai berikut,

"As part of journalism, travel journalism should poses attributes such as truthfulness, balance, and informing the audience to ultimately perform as citizens, albeit within the sphere of the travelling audience. If journalists responsibility to the public, a travel journalist's duty is to have responsibility to help the travel audience to become a public."

Jenis Laporan Perjalanan

Menurut Dundas dalam buku yang berjudul "Jurnalisme Kontemporer edisi kedua" oleh Santana (2017), umumnya terdapat empat jenis laporan perjalanan yaitu:

  • Destinasi

Destinasi merupakan jurnalisme perjalanan berdasarkan pada destinasi, tujuan, dan tempat yang dilaporkan. Umumnya ini dijumpai pada koran dan majalah yang memokuskan kisah tentang perjalanan ke suatu tempat. Namun, bukan hanya media tentang perjalanan saja yang membahas tentang ini, majalah politik, fesyen, musik juga. Koran-koran juga membahas soal perjalanan. Isi dari jenis jurnalisme perjalanan ini biasanya berupa pengetahuan dan wawasan mengenai budaya dan orang-orangnya, di berbagai tempat menarik.  

  • Ekspos

Ekspos mirip dengan destinasi. Yang membedakannya adalah jenis ini biasanya mengangkat kisah investigatif, isu-isu serius yang terjadi (misalnya tambang ilegal, penindasan kaum minoritas, masalah antar suku, masalah politis), di tempat-tempat tak dikenal. Meski tidak mengisahkan tentang indahnya perjalanan atau unik nya budaya suatu tempat, tapi jenis ini memberi informasi pada audiens tentang apa yang tengah terjadi. Tulisan dari jenis ini berbau politis, sosial, atau kisah-kisah kemanusiaan. Oleh karenanya, banyak muncul di media pemberitaan ketimbang hiburan. 

  • Buku Pemandu 

Buku pemandu atau biasa disebut travel guidemerupakan jenis lama dari jurnalisme perjalanan. Biasanya travel guideini dibuat oleh penulis lepas atau tetap dari sebuah penerbit wisata, yang mengulas tentang berbagai hotel dan restoran yang wajib dicoba, sambil menginformasikan tentang budaya sekitar, saran persiapan perjalanan, peta dan informasi, dan lainnya.

  • Novel dan Catatan perjalanan

Novel dan catatan perjalanan merupakan bentuk lain jurnalisme perjalanan. Lewat novel audiens bisa membayangkan dan merasakan rasa senang, bahagia, kesal, marah, sedih dan tanpa disadari membuat audiens ingin singgah, mendatangai, dan merasakan pengalaman yang dirasakan oleh penulis. Hal ini tumbuh setelah membaca apa yang dialami penulis secara panjang, mendalam, intens.

Multimedia merupakan jenis laporan perjalanan yang disajikan lewat platform berbeda. Laporannya mengandung suara dan video. Formatnya menggabungkan antara Tv dan online. Isinya pun beragam bisa berbentuk destination seperti majalah-majalah yang ada di pesawat atau dalam program acara tv. Ekpose, berbalut isu-isu hangat. Bisa juga travel guide dengan ulasan hotel dan perjalanannya. 

Demikian empat jenis laporan jurnalisme perjalanan. Keempat hal tersebut menunjukkan bahwa jurnalisme perjalanan  memiliki keluasan gaya penulisan. Teknologi komunikasi seperti internet tambah memberinya akses dan kreasi. 

Tantangan Jurnalisme Perjalanan

Media dan jurnalisme memainkan peran penting dalam mengkomunikasikan tempat wisata untuk bakal calon turis. Selain dari rekomendasi teman, banyak informasi didapatkan audiens dari media umum. Lebih spesifik dalam bentuk print, broadcast, dan yang paling meningkat melalui media online atau new media (media yang berbasis internet dan teknologi) (Hanusch dan Frsich, 2014). Hal ini juga membuat kita tidak asing lagi dengan yang namanya jurnalisme online. 

Beberapa penelitian menyatakan bahwa surat kabar dan media cetak lainnya menjalankan web, mencari tahu bagaimana mempertahankan eksistensi mereka sambil bergulat dengan media sosial dan user generated content (konten yang dihasilkan oleh pengguna) (Bruns, 2005; Domingo 2008; Peters dan Broersma, 2017 dalam Pirolli, 2018). Audiens juga sekarang lebih banyak mengkonsumsi informasi secara online.

Perubahan audiens dari media cetak ke online ini juga mendorong jurnalis perjalanan (travel journalism) untuk menyesuaikan atau berpindah ke media online juga. Hal ini tidak semudah yang dibayangkan seperti hanya memindahkan konten media ke media online saja. Tantangannya lebih dari sekedar mempertahankan audiens. 

Tantangan jurnalisme perjalanan datang dari dalam dunia jurnalisme. Jurnalisme perjalanan mendapatkan banyak kritik karena dinilai memiliki standar penulisan yang rendah dibandingkan dengan produk literatur perjalanan lainnya, selain itu para jurnalis dinilai tidak terlepas dari pengaruh komersial industri pariwisata dan periklanan (James, 2006: 94-95 dalam Hira, 2015). Sebagian besar artikel perjalanan kekurangan aspek masyarakat dan dialog, bahkan untuk artikel mengenai kota padat penduduk (James, 2006: 99 dalam Hira, 2015). Faktor perbedaan dan keterbatasan bahasa menjadi alasan sebagian besar interaksi jurnalis perjalanan dilakukan dengan pemandu wisatanya saja atau dengan wisatawan yang berbahasa sama. Hal ini mengakibatkan masyarakat lokal hanya dijadikan bagian dari pemandangan alih-alih sebagai sebuah kehidupan di destinasi wisata tersebut (James 2006: 100 dalam Hira, 2015). 

Hill-James (2006: 28) dalam Hira (2015) menambahkan bahwa persoalan tidak hanya datang dari perusahaan atau pengiklan yang mengirim para jurnalis untuk meliput di destinasi wisata tertentu, tetapi jurmalis perjalanan juga tidak bisa lepas dari pemerintah daerah tujuan. Hal ini dikarenakan pemerintah lah yang menyediakan visa, akses, serta informasi politik dan keamanan untuk para jurnalis perjalanan dengan pertimbangan menjadikan media perjalanan cara untuk meningkatkan turisme daerah. Ditambah lagi dengan adanya kritikan dari audiens bahwa konten yang di sajikan adalah "konten bersponsor", "berita palsu", "jurnalis bayaran", dan lain-lain. Audiens sekarang lebih senang menjelajahi  blog dan Instagram untuk mencari tahu tempat-tempat yang ingin mereka kunjungi daripada majalah atau surat kabar. 

Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah travel journalism sudah melaksanakan tugasnya untuk menentukan apa yang penting bagi publik yaitu untuk mengetahui informasi atau justru malah berpihak pada perusahaan atau pengiklan. Pertanyaan lain juga muncul apakah jurnalisme perjalanan akan tetap ada eksistensinya mengingat sekarang audiens bisa memproduksi sendiri konten terkait perjalanan mereka berlibur atau pergi ke berbagai tempat dan memotret hal-hal menarik, menuliskan pengalaman berinteraksi dengan orang-orang lokal melalui blog.

 Daftar Pustaka

Hanusch, F. dan Frsich, E. (2014). Travel Journalism: exploring production, impact and culture. London: PALGRAVE MACMILLAN.

Pirolli, B. (2018). Travel journalism: informing tourists in the digital age. New York: Routledge.

Santana K, S. (2017). Jurnalisme kontemporer: edisi kedua. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Hira, Z. (2015). Jurnalisme perjalanan dan tanggung jawab terhadap publik. Diakses dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-7/20423964-MK-Zulfadila%20Hira%20Permana.pdf

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun