Mohon tunggu...
Septian Praja
Septian Praja Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa

Seorang mahasiswa dengan peminatan Komunikasi Massa dan Digital yang hobi motret dan merekam momen.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ingin Jadi "Travel Journalist"? Kamu Harus Tahu Hal-hal Berikut Ini!

4 November 2018   22:06 Diperbarui: 4 November 2018   22:33 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel dan catatan perjalanan merupakan bentuk lain jurnalisme perjalanan. Lewat novel audiens bisa membayangkan dan merasakan rasa senang, bahagia, kesal, marah, sedih dan tanpa disadari membuat audiens ingin singgah, mendatangai, dan merasakan pengalaman yang dirasakan oleh penulis. Hal ini tumbuh setelah membaca apa yang dialami penulis secara panjang, mendalam, intens.

Multimedia merupakan jenis laporan perjalanan yang disajikan lewat platform berbeda. Laporannya mengandung suara dan video. Formatnya menggabungkan antara Tv dan online. Isinya pun beragam bisa berbentuk destination seperti majalah-majalah yang ada di pesawat atau dalam program acara tv. Ekpose, berbalut isu-isu hangat. Bisa juga travel guide dengan ulasan hotel dan perjalanannya. 

Demikian empat jenis laporan jurnalisme perjalanan. Keempat hal tersebut menunjukkan bahwa jurnalisme perjalanan  memiliki keluasan gaya penulisan. Teknologi komunikasi seperti internet tambah memberinya akses dan kreasi. 

Tantangan Jurnalisme Perjalanan

Media dan jurnalisme memainkan peran penting dalam mengkomunikasikan tempat wisata untuk bakal calon turis. Selain dari rekomendasi teman, banyak informasi didapatkan audiens dari media umum. Lebih spesifik dalam bentuk print, broadcast, dan yang paling meningkat melalui media online atau new media (media yang berbasis internet dan teknologi) (Hanusch dan Frsich, 2014). Hal ini juga membuat kita tidak asing lagi dengan yang namanya jurnalisme online. 

Beberapa penelitian menyatakan bahwa surat kabar dan media cetak lainnya menjalankan web, mencari tahu bagaimana mempertahankan eksistensi mereka sambil bergulat dengan media sosial dan user generated content (konten yang dihasilkan oleh pengguna) (Bruns, 2005; Domingo 2008; Peters dan Broersma, 2017 dalam Pirolli, 2018). Audiens juga sekarang lebih banyak mengkonsumsi informasi secara online.

Perubahan audiens dari media cetak ke online ini juga mendorong jurnalis perjalanan (travel journalism) untuk menyesuaikan atau berpindah ke media online juga. Hal ini tidak semudah yang dibayangkan seperti hanya memindahkan konten media ke media online saja. Tantangannya lebih dari sekedar mempertahankan audiens. 

Tantangan jurnalisme perjalanan datang dari dalam dunia jurnalisme. Jurnalisme perjalanan mendapatkan banyak kritik karena dinilai memiliki standar penulisan yang rendah dibandingkan dengan produk literatur perjalanan lainnya, selain itu para jurnalis dinilai tidak terlepas dari pengaruh komersial industri pariwisata dan periklanan (James, 2006: 94-95 dalam Hira, 2015). Sebagian besar artikel perjalanan kekurangan aspek masyarakat dan dialog, bahkan untuk artikel mengenai kota padat penduduk (James, 2006: 99 dalam Hira, 2015). Faktor perbedaan dan keterbatasan bahasa menjadi alasan sebagian besar interaksi jurnalis perjalanan dilakukan dengan pemandu wisatanya saja atau dengan wisatawan yang berbahasa sama. Hal ini mengakibatkan masyarakat lokal hanya dijadikan bagian dari pemandangan alih-alih sebagai sebuah kehidupan di destinasi wisata tersebut (James 2006: 100 dalam Hira, 2015). 

Hill-James (2006: 28) dalam Hira (2015) menambahkan bahwa persoalan tidak hanya datang dari perusahaan atau pengiklan yang mengirim para jurnalis untuk meliput di destinasi wisata tertentu, tetapi jurmalis perjalanan juga tidak bisa lepas dari pemerintah daerah tujuan. Hal ini dikarenakan pemerintah lah yang menyediakan visa, akses, serta informasi politik dan keamanan untuk para jurnalis perjalanan dengan pertimbangan menjadikan media perjalanan cara untuk meningkatkan turisme daerah. Ditambah lagi dengan adanya kritikan dari audiens bahwa konten yang di sajikan adalah "konten bersponsor", "berita palsu", "jurnalis bayaran", dan lain-lain. Audiens sekarang lebih senang menjelajahi  blog dan Instagram untuk mencari tahu tempat-tempat yang ingin mereka kunjungi daripada majalah atau surat kabar. 

Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah travel journalism sudah melaksanakan tugasnya untuk menentukan apa yang penting bagi publik yaitu untuk mengetahui informasi atau justru malah berpihak pada perusahaan atau pengiklan. Pertanyaan lain juga muncul apakah jurnalisme perjalanan akan tetap ada eksistensinya mengingat sekarang audiens bisa memproduksi sendiri konten terkait perjalanan mereka berlibur atau pergi ke berbagai tempat dan memotret hal-hal menarik, menuliskan pengalaman berinteraksi dengan orang-orang lokal melalui blog.

 Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun