Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan. Salah satu jenis PPh yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari adalah PPh Pasal 21. Lantas, apa itu PPh Pasal 21? Lalu, siapa saja yang menjadi subjek dan objeknya? Serta, bagaimana cara menghitung dan melaporkannya? Dalam artikel ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara lengkap dan mudah dipahami.
Definisi PPh Pasal 21
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pungutan wajib atas penghasilan neto yang diterima karyawan atau penerima penghasilan lainnya dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia. Pemotongan ini dilakukan oleh pemberi kerja, seperti perusahaan, instansi pemerintah, atau badan usaha lainnya.
Subjek PPh Pasal 21
Subjek PPh Pasal 21 dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Orang pribadi yang menerima penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia.
2. Pemberi kerja yang diwajibkan untuk memotong dan menyetorkan PPh Pasal 21.
Objek PPh Pasal 21
Objek PPh Pasal 21 adalah:
1. Gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabata, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
2. Penghasilan lain yang dibayarkan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan, termasuk bonus, pesangon, dan uang pensiun.
Cara Menghitung PPh Pasal 21
Berikut cara menghitung PPh Pasal 21:
1. Hitung Penghasilan Neto
Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto - Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
2. Hitung PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 = Penghasilan Neto x Tarif PPh Pasal 21
Tarif PPh Pasal 21
Tarif PPh Pasal 21 diberlakukan mulai tahun 2022. Tarif ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Tarif Neto: Tarif ini dihitung berdasarkan penghasilan neto setelah dikurangi dengan PTKP.
2. Tarif Bruto: Tarif ini dihitung berdasarkan penghasilan bruto tanpa dikurangi dengan PTKP.
Berikut ini tarif PPh Pasal 21 Neto:
3. Laporkan PPh Pasal 21
Pemberi kerja wajib melaporkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui SPT Masa PPh 21. SPT Masa PPh 21 harus dilaporkan paling lambat tanggal 20 setiap bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Kesimpulan
PPh Pasal 21 merupakan pajak yang penting untuk dipahami oleh tiap karyawan dan pemberi kerja. Dengan memahami definisi, subjek, objek, serta cara perhitungan dan pelaporannya, diharapkan kepatuhan dalam pembayaran pajak dapat mengalami peningkatan.
Referensi:
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
- Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Lain
- Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H