Mohon tunggu...
Septiyani Wulandari
Septiyani Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Universitas Islam K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan Program Studi Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menakar Problematika Pengangguran Gen Z: Tantangan dan Solusi Menuju Visi Indonesia Emas Tahun 2045

14 Desember 2024   22:25 Diperbarui: 15 Desember 2024   05:04 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Generasi Z ialah kelompok usia yang mulai lahir antara tahun 1997 hingga 2012 yang mana Gen Z dikenal sebagai generasi pertama yang tumbuh di era digital lebih inovatif dan kreatif dari pada generasi yang lalu. Mereka telah memiliki kesadaran sosial yang kuat, kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap teknologi, dan perhatian yang besar terhadap masalah lingkungan dan kesejahteraan mental. Mereka memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada pembangunan negara, terutama untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Dengan jumlah 71,5 juta orang, atau sekitar 26,4% dari total penduduk, menurut Sensus Penduduk 2020 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), Gen Z sangat penting untuk pembangunan bangsa.

Generasi Z sekarang mengalami pengangguran, yang memerlukan perhatian khusus. Dalam memasuki dunia kerja, banyak lulusan generasi ini menghadapi banyak masalah. Menurut data yang dikumpulkan pada Februari 2024 oleh Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), ada 10 juta orang Gen Z berusia 15 hingga 24 tahun yang masih menganggur. Sekitar 50% dari total pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia berasal dari Gen Z, dibandingkan dengan 7,2 juta orang.

Pengangguran Gen Z tidak dapat dipandang sebelah mata karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah ketidaksesuaian antara pendidikan dan kebutuhan tenaga kerja. Banyak lulusan sekolah menengah dan perguruan tinggi tidak langsung mendapatkan pekerjaan karena tidak memiliki keterampilan yang diperlukan pasar kerja.

Sebuah survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penyebab mayoritas pengangguran muda bukan malas atau tidak ingin bekerja, tetapi lebih pada hambatan sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang. Selain itu, masalah sosial ekonomi dan pendidikan ini menghalangi Gen Z untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. 

Kebijakan yang meningkatkan biaya pendidikan atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) di institusi pendidikan tinggi semakin meningkat. Banyak orang menghadapi kesulitan untuk mempertahankan pendidikan mereka atau mencari pekerjaan yang layak karena keadaan ekonomi yang tidak stabil. Hal ini menunjuk pemerintah untuk lebih mengerti dan relevan dengan kebutuhan pasar kerja.

Karena kurangnya pengalaman kerja, ketidaksesuaian keterampilan dengan persyaratan industri, dan pembatasan usia yang diberlakukan oleh perusahaan, Gen Z merasa sulit memasuki dunia kerja. Kedua situasi ini menunjukkan hambatan struktural dan persepsi negatif yang memperburuk peluang kerja bagi generasi Z.

Gen Z tidak hanya menghadapi tantangan dalam memperoleh pekerjaan, Gen Z juga cenderung mengalami PHK. Menurut platform konsultasi pendidikan dan karier, 6 dari 10 perusahaan telah mempekerjakan lulusan baru tahun ini. Beberapa alasan perusahaan untuk mempekerjakan lulusan baru ini adalah kurangnya motivasi kerja, kurangnya profesionalisme, dan keterampilan yang terbatas dalam berkomunikasi. 

Pola gen Z dalam mencari pekerjaan berkontribusi besar terhadap meningkatnya angka pengganguran pada generasi yang suka healing ini. Generasi Z juga dikenal sebagai generasi yang tidak suka bekerja dengan gaya yang terlalu formal dan hanya mau mengerjakan pekerjaan yang menyenangkan menurut mereka. Untuk itu, mereka lebih memilih bekerja di tempat-tempat atau perusahaan-perusahaan startup yang glamor dengan gaya hidup anak Jaksel. Tentu saja hal ini sedikit mustahil ditengah-tengah angka PHK yang tinggi memilih-milih pekerjaan sesuai selera belum tentu bisa mengakomodir keinginan mereka semua. Akibatnya menumpuk lah pengangguran dari generasi ini.

Solusi Pengangguran Gen Z dengan Penerapan Berbasis Teori "Broken Windows"

Penerapan teori "Broken Windows" dapat memberikan pandangan strategis tentang bagaimana penanganan masalah kecil atau awal, seperti pengangguran Generasi Z, dapat berdampak pada pencapaian visi Indonesia Emas 2045.

James Q. Wilson dan George L. Kelling pertama kali menawarkan teori "Broken Windows" pada tahun 1982. Mereka mendapatkan bahwa ketidaktaatan terhadap norma sosial, seperti vandalisme atau pelanggaran kecil lainnya, dapat menyebabkan peningkatan kejahatan yang lebih serius. Dalam pengangguran Generasi Z, "jendela pecah" dapat didefinisikan sebagai ketidakpastian ekonomi dan kekurangan peluang kerja yang dihadapi oleh generasi muda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun