Mohon tunggu...
Septian DR
Septian DR Mohon Tunggu... Translator dan Wiraswasta -

TRANSLATOR & KOMIKUS

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Seribu Dongeng Bagian 10

4 Desember 2015   19:54 Diperbarui: 4 Desember 2015   19:54 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Edwin dan Elsa berjalan cepat menjauhi Hotel Alami, lalu menyeberang jalan. Sampai di seberang jalan, keduanya menghentikan taksi kuning yang lewat. Edwin duduk di depan lalu mengenakan blangkon, sementara Elsa di belakang. Sopir taksi yang berbaju batik coklat dan bertubuh ceking dengan kulit coklat serta rambut keriting dan berkumis tipis menyapa ramah kepada Edwin. "Mau ke mana, Pak?"

"Jalan Bantul, Pak. Dongkelan." kata Edwin sambil melirik Elsa yang kini membuka baju batiknya, hanya bertanktop hijau mengikuti warna baju dan rok batiknya.

"Segera meluncur, Bapak." Sopir taksi itu memperkenalkan dirinya sebagai Anhar, lalu melajukan taksi.

Saat taksi tersebut mulai berjalan cepat, terdengar sirine tiga mobil polisi di belakang. Taksi kemudian menepi sebentar memberi jalan pada tiga mobil polisi itu lewat. "Tampaknya mereka tengah mengejar buronan, Pak. Anda berdua bukan? Bapak Edwin dan Ibu Elsa?"

Edwin melirik Elsa lagi, lalu mengedipkan mata. "Kok Pak Anhar tahu, Pak? Coba perhatikan baik-baik istri saya di belakang dengan kaca spion depan."

Anhar melihat Elsa yang bertanktop hijau memasang pose menggemaskan, lalu dia menepikan taksinya dan mengerem. "Rasanya kok pusing."

Edwin dan Elsa tersenyum melihat Anhar pingsan dengan muka tertelungkup ke setir mobil sehingga klakson menyala. Cepat-cepat Elsa, juga Edwin mengambil kacamata hitam dari travel bag mereka masing-masing, lalu memakainya. Edwin menyimpan blangkon di travel bagnya, kemudian mereka berdua keluar dari taksi.

"Kita berada di ujung utara Jalan Malioboro, Elsa." kata Edwin sambil membawa travel bag miliknya, sementara Elsa mengikuti di belakang.

Klakson taksi masih menyala saat Edwin dan Elsa pergi sehingga para pedagang maupun orang-orang yang lalu-lalang menjadi curiga. "Hentikan dua orang itu!" kata salah satu pedagang. "Rampok taksi!" teriak salah satu anak nongkrong di situ.

Segera orang-orang mengepung Edwin serta Elsa, bersiap menyerang. Jarak Edwin dan Elsa dengan orang-orang tersebut hanya lima puluh meter saja.

"Selama ini aku yang beraksi, Edwin. Sekarang giliran kamu." kata Elsa menepuk punggung sepupu tersayangnya itu.

Orang-orang itu serentak menyerbu Edwin dan Elsa. Edwin menyerahkan travel bag miliknya pada Elsa, lalu melompat setinggi dua meter di udara dan berdiri mengambang tak jatuh sedikit pun.

Semua orang terperangah, beberapa orang memaki-maki dengan segala jenis nama binatang, terutama anjing. Mobil-mobil yang lewat mendadak saling mengerem sehingga tabrakan tak terhindarkan.

"Ayo serang aku kalau kalian semua bisa." kata Edwin sambil berkacak pinggang di udara. "Aku bisa melayang lebih tinggi lagi kalau kalian menginginkannya."

Sirene mobil-mobil polisi terdengar mendekat, begitu pula truk kepolisian. Puluhan anggota polisi berhamburan keluar dari truk dan mobil lalu serentak mengacungkan senjata pada Edwin dan juga Elsa. 

"Jangan berlagak Superman kau, Buronan!" hardik salah seorang petugas polisi yang tampak gagah berwibawa. "Turun! Atau kami tembak?"

Edwin pun langsung turun menjejak tanah, lalu merangkul Elsa. "Aku bukan Superman, Pak Polisi. Bukan juga buronan."

"Anda berdua kami tangkap atas nama hukum." petugas polisi memberi kode pada anak buahnya untuk memborgol kedua tangan Edwin dan juga Elsa. "Kami bisa menyediakan pengacara kalau anda berdua tak mampu."

"Baiklah," kata Edwin menghirup nafas panjang, lalu menyemburkannya kuat-kuat. Akibatnya seluruh polisi termasuk sang komandan terpental beberapa meter menghantam tembok, kaca mobil, aspal, tiang listrik, trotoar serta orang lain yang tengah berlalu lalang. Semua polisi pingsan, begitu juga orang-orang yang terkena semburan mulut Edwin, sementara orang-orang lain yang melihat kejadian itu dari kejauhan malah beramai-ramai mengeluarkan smartphone dan tablet mereka masing-masing guna memfoto dan memvideokan kejadian barusan.

"Ayo kita pergi, Elsa. Polisi takkan bisa menghalangi kita!"

 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun