Misalnya, pada Bank Matahari terdapat total simpanan dari masyarakat sebesar Rp100 miliar, maka Bank hanya wajib mencadangkan Rp10 miliar dalam bentuk kas atau giro. Sisanya, sebesar Rp90 miliar dapat disalurkan dalam bentuk kredit. Ketika pinjaman ini digunakan untuk transaksi, uang tersebut akan masuk ke rekening bank lain, dan proses ini terus berulang, menciptakan uang baru setiap kali kredit disalurkan.
Kita coba membuat contoh sederhana seperti ini,
1. PT A menyimpan dana tabungan sebesar Rp10 miliar di Bank Matahari.
2. Bank Matahari menyalurkan kredit Rp9 miliar (90% dari Rp10 miliar) ke PT B untuk membeli mesin-mesin pabrik yang dibuat oleh PT C.Â
3. PT C menerima Rp9 miliar dan menyimpannya sebagai tabungan di Bank Bulan
4. Bank Bulan kemudian meminjamkan 90% dari Rp9 miliar (Rp8,1 miliar) ke PT D, dan seterusnya.
Dari contoh di atas, uang yang beredar bertambah dari Rp10 miliar menjadi Rp19 miliar (Rp10 miliar di Bank Matahari ditambah Rp9 miliar di Bank Bulan). Proses ini terus bergulir seperti bola salju, menciptakan uang baru setiap kali kredit disalurkan.
Melalui siklus tersebut, semakin banyak kredit yang disalurkan perbankan, maka akan semakin banyak pula uang yang beredar di masyarakat. Meskipun disaat para peminjam yaitu PT B dan PT D membayar pinjaman juga akan ada pengembalian dana, namun umumnya periode pengembalian pinjaman itu bertahun-tahun. Jangan lupakan juga terciptanya "uang baru" dari pembayaran bunga atau imbal hasil pinjaman. Seluruh perputaran uang inilah yang membuat jumlah uang beredar terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dua Sisi Mata Uang
Sistem fractional reserve banking ini memiliki keunggulan karena dapat mempercepat perputaran ekonomi. Aktivitas jual beli dapat lebih cepat terjadi karena adanya "dana tambahan" berupa kredit dari perbankan. Proyek-proyek pembangunan infrastruktur seperti jalan, bendungan, bandara juga akan lebih cepat terealisasi dengan adanya dana pinjaman dari perbankan.