Fraud tersebut diduga dilakukan oleh manajemen eFishery sejak 2018, hingga pada Januari 2025, CEO-nya resmi diberhentikan.Â
Salah satu investor eFishery yaitu Patrick Walujo dari Northstar Group bahkan menyatakan bahwa fraud ini sangat memalukan dan merusak kredibilitas komunitas startup Indonesia.Â
Hal lain yang mengejutkan, diketahui bahwa pihak yang melakukan audit tahunan terhadap laporan keuangan eFishery adalah PwC dan Grant Thornton. Jelas bukan auditor yang biasa-biasa saja, bukan? Namun, dalam dunia bisnis yang sangat dinamis, apapun bisa terjadi. Â
Sisi Lain Dunia Startup
Melesatnya valuasi para startup hingga bernilai jutaan dollar AS tentu tidak lepas dari peran para Venture Capital atau biasa disebut VC. Para pemodal kelas kakap ini sejatinya adalah penghimpun modal dari para limited partner dari seluruh dunia. Bisnis VC adalah menginvestasikan modal ke startup-startup yang potensial hingga akhirnya mereka dapat memperoleh keuntungan dari penjualan saham perusahaan tersebut.Â
Bisnis model ini sangat berisiko tinggi karena startup adalah perusahaan baru yang umumnya diinisiasi anak-anak muda dengan ide bisnis berbasis teknologi yang pasarnya belum teruji. Riset dari Startup Genome (2023) juga menunjukkan bahwa sekitar 90% startup berujung pada kegagalan.Â
Oleh karena itu, bisnis startup selalu beriorientasi pada valuasi atau nilai perusahaan. Matriks yang menjadi patokan juga umumnya berfokus pada pertumbuhan baik dari sisi pengguna maupun transaksi.Â
Para startup dan VC yang menjadi investor lantas saling beradu narasi terkait potensi masa depan dan pertumbuhan yang eksponensial. Agar ada investor baru yang masuk dengan harga yang lebih besar, atau semakin menarik dijual di pasar modal.Â
Dalam skandal eFishery, bagaimana bisa para VC global seperti Softbank, Sequoia, dan Temasek menempatkan jutaan dollar AS tanpa sedikitpun mengetahui praktik fraud yang sudah terjadi bertahun-tahun.Â
Atau ya mungkin memang bisa terjadi. Dengan segala cara, manajemen eFishery berhasil menyilaukan mata para investor.Â