Mohon tunggu...
Septian Ananggadipa
Septian Ananggadipa Mohon Tunggu... Auditor - So let man observed from what he created

Pejalan kaki (septianangga7@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kisah Pahit di Balik Megahnya Astra International

30 Juni 2022   09:07 Diperbarui: 30 Juni 2022   20:40 8915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Dokumentasi Astra Group via kompas.com

Siapa yang tidak tahu nama besar Astra? sebagian dari kita pasti akrab dengan salah satu korporasi terbesar di Indonesia ini.

Bagi yang tidak familiar, mungkin lebih kenal dengan produk-produk yang dihasilkan dan dijual oleh mereka, seperti mobil Toyota, Daihatsu, sepeda motor Honda, printer Xerox, hingga alat berat Komatsu dan United Tractors.

Perusahaan yang bermarkas di Menara Astra ini memang bergerak di lintas sektor, mulai dari otomotif, manufaktur, percetakan, perdagangan besar, pertambangan, hingga perkebunan.

Total aset Astra International per Desember 2021 telah menembus Rp370 triliun, dengan laba bersih sekitar Rp20 triliun. Impresif.

Namun, tidak banyak yang tahu, dibalik kemegahan konglomerasi Astra, ada kisah pahit yang penuh makna dari sang founding father, yaitu William Soeryadjaya.

Melalui Gagal

Astra International bukanlah perusahaan yang besar dalam semalam. William Soeryadjaya, atau biasa disebut Om William, sang pendiri adalah seorang yatim piatu sejak usia 12 tahun.

Lahir di Cirebon pada tahun 1922, William muda memang terlahir dari keluarga yang akrab di dunia perdagangan.

Namun dengan tidak adanya orang tua semenjak kecil, di masa mudanya Om William beserta saudara-saudaranya harus bekerja keras untuk hidup. Mulai dari berdagang kertas, benang tenun, hingga hasil bumi seperti minyak kacang, beras, dan gula.

Bahkan di tengah jalan, William muda juga harus putus sekolah karena tidak ada dana. Ia adalah anak laki-laki tertua diantara saudara-saudaranya, jadi bertahan hidup menjadi prioritas utama.

Masa-masa sulit dan gagal dalam berbisnis juga berulang kali dialaminya.

Saat adiknya, Tjia Kian Tie, mendapatkan beasiswa belajar ke Belanda, Om William memutuskan untuk ikut serta sekaligus menemani sang adik, karena kondisi adiknya yang sering jatuh sakit.

Di Belanda, Om William belajar di semacam sekolah kejuruan mengenai usaha penyamakan kulit. Saat tiga tahun berselang, ia pun kembali ke Indonesia dan mendirikan usaha penyamakan kulit.

Seiring perkembangan bisnisnya, Om William mendirikan CV Sanggabuana yang juga bergerak di bidang ekspor impor. Namun apesnya, suatu ketika beliau ditipu oleh mitra usahanya, bahkan hingga harus berujung di penjara.

Beruntung, sebulan kemudian Om William akhirnya dibebaskan karena memang tidak ada bukti kuat atas tuduhan mitra usahanya.

Om William beserta saudara dan sahabat-sahabatnya pun melanjutkan usahanya. Hingga pada tahun 1957, mereka mendirikan Astra Internasional.

Ya, sejak dulu namanya memang ada "Internasional" nya, karena meskipun saat itu usahanya masih kecil, namun mereka memiliki cita-cita agar Astra bisa berkiprah di level internasional, dan tentu saja agar namanya terlihat lebih mentereng.

Nama Astra sendiri terinspirasi dari nama mitologi Yunani kuno yaitu "Astrea" yang berarti dewi yang terbang tinggi dan menjadi bintang.

Sejak saat itu, bisnis Astra terus melesat. Hingga Om William berhasil meyakinkan Toyota Motor Company untuk bekerja sama menjual mobilnya di Indonesia melalui Astra.

Kerjasama dengan Toyota mendorong percepatan usaha dan ekspansi Astra ke berbagai lini bisnis lainnya seperti percetakan, properti, dan perkebunan. Segalanya menjadi sangat cepat bagi laju bisnis Astra.

Sumber foto. SWA.com
Sumber foto. SWA.com

Pahitnya Kehilangan

Pada sekitar tahun 1980, seiring pesatnya perkembangan usaha, putra sulung William yaitu Edward Soeryadjaya membesarkan Bank Summa atau Summa Handelsbank Ag.

Saat itu pengelolaan Bank Summa dipegang penuh oleh Edward Soeryadjaya. Ekspansi bisnis dilakukan secara cepat seiring dengan liberalisasi perbankan di tanah air.

Ironisnya, Edward menjalankan bisnis bank itu dengan kurang berhati-hati. Pada tahun 1992, Bank Summa memiliki kredit macet yang sangat tinggi dan diililit utang yang besar.

Bank Summa pun dihadapkan pada berbagai tuntutan yang sangat berat dari nasabah dan mitra bisnisnya.

Pada akhirnya, William Soeryadjaya harus turun tangan membantu sang putra. Ia bahkan rela menjual seluruh sahamnya di Astra ke beberapa konglomerat agar bisa melunasi kewajiban Bank Summa. 

Ya, seluruhnya. Sang pendiri Astra itu kehilangan semuanya dalam sekejap. Itu adalah momen yang sangat pahit bagi Om William yang telah susah payah membangun Astra dari nol.

Namun demi menjaga nama baik keluarga dan memenuhi kewajibannya pada nasabah dan mitra usaha, Om William rela kehilangan Astra.

Skandal Bank Summa ini sempat membuat heboh tanah air, apalagi karena menyeret keluarga Soeryadjaya dan nama besar Astra International.

Bank Summa akhirnya dilikuidasi oleh pemerintah. Namun dengan upaya William untuk membayar berbagai kewajibannya, nama baik Soeryadjaya tetap terjaga.

Bitter side story, momen lepasnya Astra dari trah keluarga Soeryadjaya ini membuat hubungan antara Edward Soeryadjaya dengan adik-adiknya menjadi renggang.

Salah satu adiknya, Edwin Soeryadjaya, kini memiliki perjalanan bisnis yang lebih baik. Bersama Sandiaga Uno, dia sukses mendirikan Saratoga Capital (kini bernama Saratoga Investama Sedaya), perusahaan investasi yang memiliki portofolio korporasi besar seperti Adaro Energy, Merdeka Copper Gold, dan Tower Bersama Infrastructure.

Sementara, Edward Soeryadjaya kini justru semakin tenggelam, ia tersangkut kasus investasi Asabri dan dijebloskan ke penjara. Edward bahkan tercatat pernah melayangkan tuntutan pemalsuan dokumen kepada Sandiaga Uno, rekan bisnis sang adik, meskipun akhirnya tidak terbukti.

Waktupun berlalu, William Soeryadjaya telah wafat pada tahun 2010, namun kisah dan rekam jejaknya menarik untuk menjadi pelajaran bagi kita semua.

Meskipun bukan lagi pemilik perusahaan, Astra Group bahkan masih sangat menghormati sang founding father. Kini sosok wajah Om William turut terpajang besar di Menara Astra yang megah. Bahkan Presiden Komisaris Astra saat ini, Prijono Sugiarto pernah mengungkapkan bahwa prinsip Om William yaitu catur dharma masih terus dipegang oleh Astra.

Dibalik megahnya bisnis Astra International, ada kisah pahit sekaligus penuh makna. Seperti salah satu kutipan Om William dalam buku biografinya yang berjudul Man of Honor.

"Sesungguhnya manusia dikarunia kebebasan ketika menghadapi persoalan. Menutup mata berpura-pura tak mengetahui, mendiamkan seraya berharap persoalan selesai dengan sendirinya, melarikan diri, atau menghadapinya dengan penuh tanggung jawab"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun