Mohon tunggu...
Septian Ananggadipa
Septian Ananggadipa Mohon Tunggu... Auditor - So let man observed from what he created

Pejalan kaki (septianangga7@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

IPO GOTO, Lama Dinanti, Apa yang Harus Dicermati?

23 Maret 2022   12:16 Diperbarui: 24 Maret 2022   10:22 2766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebentar lagi kita akan menyambut penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) perusahaan yang sangat populer, yaitu GoTo. Setelah lama dibicarakan, entitas gabungan dari Gojek dan Tokopedia ini akan membuka penawaran saham ke masyarakat di bulan Maret 2022 ini.

Langkah perusahaan yang mendapat kode emiten GOTO ini untuk melantai di bursa efek Indonesia ini sebenarnya sudah lama menggaung, namun baru tahun ini akhirnya terealisasi.

Mengingat GOTO adalah perusahaan teknologi dengan valuasi jumbo, perdebatan di masyarakat kembali menyeruak.

Bagi pihak yang memiliki paham value investing, GOTO diyakini akan bernasib sama dengan Bukalapak (BUKA) yang sama-sama kita tahu harga sahamnya longsor hingga hampir 70% sejak IPO tahun lalu.

Namun bagi kalangan futuris yang berpegang pada growth investing, GOTO tentu lebih menarik dibanding BUKA. Bahkan ada idiom di media sosial, IPO GOTO ini seperti buy 1 get 3 yaitu Gojek, Gopay dan Tokopedia.

Tentu bukan sebuah kebetulan bahwa GOTO dan BUKA adalah sama-sama perusahaan teknologi yang disebut masih "bakar duit" alias masih terus merugi. Sehingga perdebatan bahwa perusahaan seperti ini menarik atau tidak untuk investor akan terus ada.

Terlepas dari berbagai isu yang beredar, ada beberapa data dan fakta menarik yang perlu dicermati dari IPO GOTO ini lho.

Populer Tapi Rugi

Gojek, Gopay dan Tokopedia memang sangat populer di Indonesia, bisa dibilang merekalah market leader di bidang perusahaan teknologi aplikasi. Namun melihat prospektus yang diberikan GoTo, tetap banyak yang cukup terkejut melihat data-data yang ada.

IPO GOTO tahun ini menawarkan 52 miliar lembar saham ke publik atau "hanya" 4,5% dari total jumlah lembar saham perusahaan, dengan rentang harga Rp316 hingga Rp345 per lembar.

Berdasarkan prospektus setebal 967 halaman yang disampaikan GOTO ini, setelah IPO maka kapitalisasi pasar (market cap) GOTO akan mencapai sekitar Rp400 triliun. Wow!

Jika IPO GOTO ini sukses maka si hijau ini akan menjadi emiten dengan kapitalisasi pasar atau market cap terbesar ke-4 di Indonesia. Hanya kalah dari BBCA (sekitar Rp1.000 triliun), BBRI (Rp700 triliun) dan TLKM (Rp450 triliun).

Kapitalisasi pasar GOTO ini bahkan lebih besar dari perusahaan-perusahaan senior nan tersohor seperti Bank Mandiri (BMRI) Rp370 triliun dan Astra Internasional (ASII) Rp260 triliun.

Menariknya, performa keuangan GOTO tercatat masih terus merugi. Berdasarkan data pada prospektus, sejak didirikan GOTO telah mencatat rugi akumulatif mencapai Rp67 triliun. Pada posisi laporan terkini September 2021, GOTO juga masih mencatat rugi Rp11 triliun.

Banyak pihak yang berpendapat bahwa valuasi perusahaan teknologi tidak bisa diukur hanya melalui profitabilitas, karena pada fase awal hampir pasti pada posisi rugi. Itu juga terjadi dari kondisi Amazon, Tesla, Facebook, dan Sea Ltd. ketika IPO di Amerika.

Namun perlu diperhatikan, GOTO telah cukup lama eksis dan kini masih menghadapi persaingan yang cukup ketat dari kompetitornya seperti Grab dan Shopee (Sea Ltd.).

Sedikit mengesampingkan profit, mari kita tarik ke belakang untuk melihat pendapatan bersih. Pendapatan yang dicatat GOTO secara full year 2020 sekitar Rp3,32 triliun bisa dikatakan tidak bagus-bagus amat. Sebagai perbandingan, di periode yang sama perusahaan yang memiliki market cap lebih rendah seperti Astra Internasional membukukan pendapatan Rp175,04 triliun.

Dengan pendapatan yang segitu dan beban operasional serta marketing yang besar, pantas saja GOTO masih rugi.

Namun di pasar modal apapun bisa terjadi, kekuatan sektor teknologi adalah story engagement yang tinggi. Siapa yang menyangka, Amazon yang berawal dari jualan buku secara online kini menjadi salah satu penggerak utama pasar modal terbesar di dunia yaitu AS.

ist
ist

Aset Jumbo Isinya Apa?

Ada yang menarik jika kita melihat dari komposisi aset GOTO.  Sebagai perusahaan digital, Gojek ini kan dikenal sebagai perusahaan transportasi yang tidak punya kendaraan. Tokopedia sendiri adalah pasar perdagangan yang tidak punya lapak sekalipun.

Jadi aset jumbo GOTO sebesar Rp148 triliun itu isinya apa dong?

Ditilik lebih dalam, porsi terbesar aset tersebut adalah goodwill yang mencapai Rp93 triliun atau 63% dari total aset GOTO. Salah satu yang dominan adalah goodwill akuisisi Tokopedia pada tahun 2021 lalu.

PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (bagian dari GOTO) mengakuisisi Tokopedia dengan mahar Rp113 triliun, sedangkan nilai buku Tokopedia saat itu "hanya" sekitar Rp20 triliun. 

Nilai itu mencapai 5,6 kali lipat dari nilai buku Tokopedia, sehingga selisih nilai sekitar Rp93 triliun itulah yang dicatatkan sebagai goodwill.

Mahal ya? atau murah?

Dalam dunia valuasi, apalagi perusahaan digital, semua itu relatif, hehe. Tidak ada yang mutlak benar atau salah.

Yang jelas, kombinasi Gojek dan Tokopedia menjadikan GOTO sebagai salah satu ekosistem digital terkuat di Indonesia.

Selain itu, perusahaan yang dikomandani Andre Soelistyo ini juga memiliki beberapa portofolio investasi dan kerjasama dengan berbagai platform digital lainnya seperti Bank Jago, Matahari, Bibit, MOKA, Midtrans, dan Matahari Prima.

Ini menjadi poin positif sekaligus negatif dari GOTO, karena main engine perusahaan ini adalah aset yang bisa dibilang tidak berwujud, yaitu brand power, digital ecosystem, license, dan software.

Sumber foto: prospektus GOTO
Sumber foto: prospektus GOTO

Skema Jaga-Jaga

Terlepas dari berbagai kontroversi yang mengiringi meluncurnya GOTO ke bursa Indonesia, ada beberapa fakta menarik terkait skema penawaran saham perdana ini.

IPO GOTO ini akan menandai era baru bursa negeri kita, dengan pertama kalinya diperkenalkan saham Multiple Voting Shares atau Saham Hak Suara Multipel (SHSM).

Regulator bursa "bela-belain" menyusun peraturan terkait SHSM agar menarik banyak perusahaan teknologi dan startup potensial untuk dapat IPO. Calon emiten pertama yang bisa menerapkan SHSM ya GOTO ini.

SHSM ini identik dengan perusahaan digital dimana founder dan co-founder serta investor strategis memiliki hak suara yang lebih besar dibanding pemegang saham biasa.

Lho, gak adil dong?

Ini bertujuan agar perusahaan digital bisa lebih gesit dalam mengambil keputusan bisnis, karena para founder dan co-founder memiliki hak suara yang lebih dominan.

Nah menariknya di GOTO, meskipun sudah ditinggal Nadiem Makariem jadi menteri, namun GOTO masih dinakhodai para co-founder-nya yang lain seperti Andre Soelistyo, Kevin Aluwi, dan William Tanuwidjaya.

Konsekuensi dari skema SHSM itu saham para founder dan co-founder akan di-lock atau tidak boleh diperdagangkan selama 2 tahun.

Hal ini tentu sangat penting karena visi dan marwah perusahaan yang berawal dari startup ini dapat lebih terjaga dan IPO tidak hanya jadi ajang exit strategy para pendiri atau investor awal.

Skema lain yang juga menarik digunakan dalam IPO GOTO yaitu opsi penjatahan lebih atau greenshoe. Dengan skema ini, maka akan ada agen stabilisasi harga yang akan membeli sejumlah saham jika harganya turun dibawah harga IPO.

Enak dong ya, ada yang jagain biar investor gak rugi?

Dari sudut pandang investor, skema ini memang memberi rasa aman dan konfidensi yang lebih baik.

Namun perlu diingat, jumlah saham yang dibeli oleh skema greenshoe ini ada maksimalnya yaitu 15% dari jumlah saham yang ditawarkan saat IPO, atau untuk GOTO ini sekitar 7,8 miliar lembar saham.

Dan, opsi greenshoe ini juga gak selamanya lho, maksimal selama 30 hari. Setelah itu ya sesuai mekanisme pasar modal secara normal.

Cita-cita Internasional

Popularitas GOTO sebagai pionir perusahaan digital di Indonesia diharapkan dapat terus melesat bahkan hingga menembus negara-negara lain.

Bahkan dalam prospektusnya, GOTO juga tidak malu-malu mengungkapkan target IPO di bursa luar negeri seperti Nasdaq, Singapore Stock Exchange, atau Hongkong Stock Exchange pada tahun 2023.

Nah dengan adanya fakta ini, seharusnya GOTO harus mampu menjaga kinerja keuangan dan harga sahamnya. Paling tidak, sampai IPO di luar negeri itu terwujud. Malu dong kalo misalnya mau IPO di Nasdaq tapi kinerja keuangan masih boncos makin dalam atau harga saham di Indonesia longsor terus, hehe.

Namun itu semua baru sebatas rencana dan proyeksi, bisa saja gagal atau bahkan sukses besar.

Bagaimanapun, GOTO kini masih menjadi satu-satunya decacorn asal tanah air yang sedang mencoba menembus pasar internasional.

Kalau GOTO berhasil, Indonesia akan turut bangga. Sebaliknya juga jika GOTO gagal, mungkin negeri kita juga yang akan kecipratan sentimen negatifnya.

Nah, sebelum berinvestasi, pastikan kita memahami apa yang kita beli dan risikonya, karena ini bukan sekadar... muraah bangeet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun