Kekhawatiran memang wajar meningat permasalahan Evergrande belum sepenuhnya terbuka secara transparan, sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian yang cenderung sulit diukur.
Beberapa analis internasional bahkan menyampaikan bahwa potensi kejatuhan Evergrande dapat memicu krisis global sebagaimana runtuhnya Lehman Brothers pada tahun 2008 lalu. Namun, tidak sedikit pula yang berpendapat bahwa kasus Evergrande berbeda dengan Lehman.
Sebagai perbandingan, total utang Evergrande yang mencapai US$300 triliun itu "hanya" sekitar setengah dari skala gagal bayar Lehman Brothers yang mencapai sekitar US$ 620 triliun. Dan meskipun Evergrande memiliki masalah likuiditas akut, namun masih memiliki aset properti fisik yang dapat dinegosiasikan sebagai underlying.
Kini perhatian para pelaku ekonomi akan tersedot untuk melihat bagaimana langkah Evergrande menyelesaikan masalahnya. Namun yang tidak kalah menarik tentu saja sikap pemerintah China yang cenderung semakin keras terhadap dunia bisnis.
Masih hangat dalam ingatan bagaimana pemerintahan Xi Jinping "menjinakkan" Jack Ma dan perusahaan-perusahaan teknologi dengan regulasi yang sangat ketat.
Di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang masih menghantui, problematika Evergrande akan menjadi ujian besar bagi stabilitas keuangan China yang kini menjadi salah satu pusat ekonomi dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H