Lalu salah satu maskapai terbaik dunia, Singapore Airlines (SIA), dikabarkan menjadi maskapai yang paling terdampak di Asia. Bagaimana tidak, Singapura hanya negara satu pulau dan jika penerbangan internasional ditutup, maka hampir tidak ada ruang bernafas bagi SIA.
Beruntung, pemerintah Singapura menggelontorkan dana jumbo sebesar US$ 13 miliar atau sekitar Rp180 triliun kepada SIA. Manajemen juga bertindak cepat melakukan berbagai langkah efisiensi seperti negosiasi dengan lessor, pengurangan pegawai, hingga pemotongan gaji.
Jadi, Garuda tidak sendiri, seluruh industri aviasi saat ini sedang sangat tertekan akibat pandemi.
Bahkan jika melihat kondisi geografis Indonesia dibanding negara-negara tetangga, Garuda bisa dbilang lebih beruntung. Dengan banyaknya kepulauan, mobilitas penerbangan domestik masih bisa memberi Garuda ruang nafas.
Tanpa adanya penerbangan internasional pun, maskapai nasional yang didirikan sejak 1949 ini seharusnya bisa bertahan hidup dan berjaya di negeri sendiri. Faktanya, 78% penumpang Garuda memang berasal dari pasar domestik.
Langkah restrukturisasi keuangan masih akan terus bergulir, namun semoga tidak berlarut-larut, karena di tengah pandemi Garuda bisa-bisa kehabisan nafas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H