Siapa yang tak tahu iPhone, salah satu merk smartphone paling populer di dunia, baru saja meluncurkan seri terbarunya yaitu iPhone 12. Semua orang tahu kalau Apple sebagai produsen adalah perusahaan asal Amerika Serikat, tapi produksi iPhone justru tidak di negeri paman Sam.Â
Lalu dimana? dimana lagi kalau bukan di China.
Foxconn, perusahaan inilah yang memproduksi iPhone di China. Kenapa disana? sederhananya karena biaya tenaga kerja lebih murah dan urusan birokrasi lebih mudah, ya Upah Minimum Regional (UMR) di China kira-kira tidak sampai setengahnya dibanding UMR pekerja di Amerika Serikat.
Pemiliknya, Terry Gou, adalah orang Taiwan yang dulu juga dekat dengan Donald Trump. Saat kampanye, Foxconn disebut-sebut akan membuka pabrik di Wisconsin, namun ternyata urung terjadi. Alasannya, Foxconn tidak mendapatkan kemudahan fasilitas pajak.
Kalau kita ingat-ingat lagi, dulu di era SBY, Foxconn juga ramai diisukan akan membuka pabrik di Indonesia, namun sampai saat ini hanya tetap menjadi isu. Kabarnya, Foxconn juga meminta berbagai kemudahan namun tidak diiyakan oleh pemerintah.
Begitulah investor besar... sangat amat perhitungan dan tricky.
Meskipun China dan Amerika Serikat sedang sengit perang dagang, Foxconn toh cuek-cuek saja dan bisnisnya makin besar. iPhone juga makin laris, termasuk di Indonesia.
Lalu apa hubungannya dengan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja? Tujuan pemerintah menerbitkan UU Cipta Kerja ini kan mendorong pertumbuhan ekonomi, salah satunya meningkatkan investasi.
Investasi itu bisa datang dari dalam negeri maupun luar negeri. Dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5%, realistis bahwa Indonesia membutuhkan booster investasi dari luar negeri.
Lantas apa kita harus menggelar karpet merah untuk investor asing lalu ekonomi akan melesat? tentu tidak sesederhana itu.