Menghadapi pandemi Covid-19, pemerintah sangat aktif mengeluarkan berbagai jurus stimulus ekonomi. Terbaru, guyuran dana sebesar Rp152 triliun kepada puluhan BUMN berlandaskan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Sebagaimana diberitakan Kompas, Menteri BUMN, Erick Thohir, mengungkapkan bahwa stimulus tersebut diperlukan untuk membantu kondisi beberapa BUMN strategis menghadapi tekanan dampak pandemi.
Jika dibedah lebih jauh, dana jumbo Rp 152 triliun itu dibagi menjadi 3 program, yaitu utang pemerintah ke BUMN sebesar Rp108,48 triliun, penyertaan modal negara Rp25,27 triliun, dan dana talangan Rp19,65 triliun. Apakah akan efektif membantu BUMN?
Proyek Strategis
BUMN sejatinya memang ditujukan untuk melaksanakan kegiatan usaha strategis negara, bahkan terkadang harus mengorbankan profitabilitas. Mari kita lihat stimulus ini diprioritaskan ke bidang mana saja.
Stimulus terbesar diberikan kepada PLN yaitu sebesar Rp 48,5 triliun dan Pertamina Rp 40 triliun yang berupa utang pemerintah kepada BUMN. Menurut Kementerian Keuangan, stimulus tersebut diberikan sebagai kompensasi atas subsidi listrik dan energi.
Bahkan selain utang pemerintah tersebut, PLN mendapat alokasi penyertaan modal negara Rp 5 triliun.
PLN dan Pertamina memang mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk menutup biaya subsidi, apalagi di tengah kondisi pandemi, namun dengan porsi suntikan dana yang sangat dominan seharusnya pemerintah memberi informasi lebih jelas kemana arah stimulus jumbo ini.
Apakah memang "hanya" untuk menambal pos subsidi, atau ada program strategis yang urgensinya memang sangat tinggi untuk dipenuhi.
BUMN lain yang memeroleh utang pemerintah yaitu BUMN Karya Rp 12,2 triliun, Pupuk Indonesia Rp 6 triliun, Kimia Farma Rp 1 triliun, Bulog Rp 560 miliar, dan KAI Rp 300 miliar.
Bisa dimengerti jika BUMN-BUMN tersebut memegang peran strategis dalam sektor infrastruktur, kesehatan, dan logistik. Namun sekali lagi, transparansi dan komunikasi publik yang jelas akan membuat masyarakat lebih tenang bahkan bisa mendukung program stimulus pemerintah ini.
Dana Talangan
Hal lain yang menarik dari stimulus ini adalah adanya program dana talangan sebesar Rp 19,65 triliun. Untuk apa ya dana talangan itu?
Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa dana talangan ini merupakan pinjaman modal kerja dari pemerintah untuk membantu operasional BUMN di tengah dampak pandemi Covid-19.
Siapa penerima dana talangan paling besar?
Dalam hal ini, Garuda Indonesia mendapat guyuran dana paling besar yaitu Rp8,5 triliun. Ini sebagai respon untuk mengatasi dampak Covid-19 yang menyebabkan tingkat keterisian penumpang Garuda menurun hingga 95%. Sudah menjadi rahasia umum juga bahwa kondisi keuangan Garuda memang mengkhawatirkan.
Selain Garuda, ada Perkebunan Nusantara (Rp4 triliun), KAI (Rp3,5 triliun), dan Krakatau Steel (Rp3 triliun) yang juga memperoleh dana talangan jumbo.
Kondisinya kurang lebih sama dengan Garuda, pandemi membuat pendapatan menurun drastis dan diperburuk dampak volatilitas ekonomi global.
Melihat pandemi Covid-19 yang tampaknya belum jelas kapan berakhir, pemerintah harus benar-benar mengukur ketahanan keuangan BUMN-BUMN ini.
Suntikan Modal Negara
Program ketiga adalah Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 25,27 triliun. Proporsi penerima terbesar adalah Hutama Karya Rp7,5 triliun dan Bahana Pembinaan Usaha Indonesia Rp6 triliun.
Pemerintah merasa perlu menyuntik modal Hutama Karya karena peran BUMN tersebut dalam proyek nasional jalan tol Trans Sumatera dan Kalimantan. Sedangkan Bahana mendapatkan tambahan modal untuk mendukung program penjaminan kredit KUR dan UMKM.
Uniknya, ada juga suntikan modal ke Indonesia Tourism Development Corporation sebesar Rp500 miliar, yang kabarnya akan digunakan untuk pengembangan wisata Mandalika dan persiapan MotoGP 2021.
Beberapa ekonom antara lain Faisal Basri dan Mohammad Faisal mengkritik skema PMN ini karena dinilai timpang dibanding anggaran untuk stimulus UMKM, selain itu skema PMN rawan moral hazard.
Jika dilihat lebih dalam, ketiga program stimulus ini bisa jadi akan lebih banyak tersedot untuk meng-cover utang-utang BUMN yang akan jatuh tempo. Contohnya, Garuda dan Krakatau Steel yang harus jatuh bangun merestrukturisasi utang-utang jumbonya. Lain lagi, BUMN seperti PLN, Adhi Karya, Waskita Karya yang memiliki obligasi akan jatuh tempo dalam waktu dekat.
Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah, memetakan permasalahan dan mengukur sejauh mana dampak Covid-19 bagi keuangan BUMN.
Apalagi pandemi belum jelas kapan akan berlalu, jadi BUMN harus punya strategi yang adaptable dan terukur dalam menghadapi perubahan iklim pasar.
Stimulus dari pemerintah mungkin membantu kondisi keuangan, namun agar berjalan efektif, semua pihak harus sama-sama mengawal kinerja BUMN dalam melalui badai pandemi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H