Akhirnya setelah berbulan-bulan, Hin Leong-pun tak sanggup lagi, kasnya habis...
Banyak pihak pun terkejut bukan kepalang. Terutama tentu saja para kreditur yang merupakan bank-bank internasional besar.
Informasi yang dihimpun dari Bloomberg menunjukkan Hin Leong tercatat memiliki utang USD 3,85 milyar atau hampir Rp60 triliun dari sekitar 23 bank internasional, antara lain HSBC Holdings, DBS Holdings, OCBC, UOB, dan Societe Generale.
Kreditur terbesarnya adalah HBSC, sebesar USD 600 juta, atau Rp9 triliun.
Jaminan kredit-kredit jumbo itu sebagian besar adalah stok minyak yang tersimpan di tanki dan kapal tanker raksasa, yang kini mungkin tak banyak bersisa.
Angkat tangan, Hin Leong bersurat kepada Pengadilan Tinggi Singapura untuk pengajuan bangkrut.
Pada presentasi April lalu, berdasarkan sisa aset yang kini dimiliki Hin Leong, tingkat pengembalian utang hanya sebesar 18 sen per dolar (artinya setiap 1 dolar uang pinjaman hanya mampu dikembalikan 18 sen). Sehingga, uang puluhan triliun tadi terancam menguap tanpa bekas.
Dampak Keras
Singapura dikenal sebagai salah satu commodities trading hub terbaik di dunia. Namun seiring dengan makin tak menentunya kondisi keuangan global, dunia trading menghadapi permasalahan serius.
Negeri merlion yang menjadi basis para trader pun kelimpungan. Jatuhnya Hin Leong menjadi tamparan keras bagi reputasi negara, saat psikologi pasar belum sepenuhnya pulih dari jatuhnya 2 commodity trader besar sebelumnya yaitu Noble Group dan Agritrade International.
Ambruknya Hin Leong juga menjadi sinyal bahaya bagi trader-trader minyak lainnya. Di tengah kondisi harga minyak yang tidak stabil, kini kreditur pun mulai sangat waspada, artinya trader makin sulit mencari dana segar.