Dunia ekonomi adalah hutan belantara yang penuh misteri, dirancang oleh manusia dengan segala kerumitan angka dan teori yang dapat memengaruhi kehidupan banyak orang, bahkan hingga negara sekalipun.
Ada dua buku yang dapat kita baca secara kasual namun mampu membuka banyak pandangan baru tentang dunia ekonomi, yaitu Negeri Para Bedebah karya Tere Liye dan Mengejar Fajar karya Metta Dharmasaputra dan tim Katadata.
Krisis ekonomi yang berulang kali terjadi tentu menjadi suatu ironi. Ada sebuah adagium yang mengatakan "Semakin maju perekonomian, akan semakin fatal dampaknya jika terjadi krisis ekonomi". Padahal, ekonomi seharusnya dibangun untuk menghindari atau mencegah terjadinya krisis bukan?.
Terjadinya krisis dalam skala global terakhir terjadi pada tahun 2008. Berikut ini sebuah cerita sederhana mengenai dunia ekonomi dan krisis tersebut.
Ketika Uang Diciptakan
Pada zaman kuno, manusia memiliki barang dengan cara berburu atau membuat barang tersebut dengan kemampuannya atau kelompoknya sendiri. Dunia berkembang, seiring dengan pertemuan banyak manusia dan kelompok-kelompok, lahirlah sistem barter. Hingga sistem ini, barang-barang seperti bahan makanan, kerajinan, hasil pertanian masih dipertukarkan secara nyata.
Manusia semakin cerdas, ditemukanlah uang dalam bentuk logam emas, perak, dan lainnya sebagai alat transaksi jual beli. Kehidupan primitif dengan cepat berubah drastis, transaksi semakin mudah dilakukan. Era itu datang bersamaan dengan lahirnya era industri, mulai dari minyak bumi, batu bara, dan besi mulai mendorong produksi secara besar-besaran. Tuntutan atas kemudahan transaksi semakin menguat. Hingga lahirlah ide manusia untuk mendirikan Bank dan uang dalam bentuk kertas, dengan tujuan mempermudah proses transaksi.
Tapi siapa yang akan mudah percaya dengan selembar kertas?
Lalu menyimpannya pada sebuah tempat asing yang bernama Bank?
Maka, manusia menciptakan sebuah sistem uang, setiap pencetakan satu lembar uang kertas akan dijamin dengan satu gram emas. Ya ini benar-benar terjadi di awal era penemuan uang kertas. Sepuluh lembar uang akan dijaminan sepuluh gram emas, jadi uang itu terjamin nilainya. Sebagai pemanis tambahan, manusia menciptakan sistem bunga, menjanjikan bunga bagi orang yang menyimpan uang disana, dan kemudahan memperoleh uang bagi peminjam, dengan bunga tentu saja.Â
Mulailah berbondong-bondong manusia semakin akrab dengan uang kertas dan Bank.
Dengan adanya Bank, uang beredar semakin melesat, misalnya dari sebelumnya hanya satu miliar uang yang beredar, dalam waktu cepat berkembang menjadi seratus miliar!
Bagaimana bisa?
Begitulah sistem ekonomi modern bekerja, sangat cepat melipatgandakan perputaran uang.
Kita analogikan seperti ini..
Saya menyimpan uang di Bank sebesar seratus dolar yang dijamin dengan emas satu gram, lalu uang tersebut dipinjamkan ke tukang kayu. Kemudian tukang kayu ini menggunakan uang tersebut untuk membeli mesin pengolah kayu sebesar 100 dolar. Uang tersebut telah berpindah dari tukang kayu ke penjual mesin. Dia membawa uang tersebut ke Bank untuk ditabung. Jadi berapa uang tersebut dicatat di Bank? Dua ratus dolar. Dana simpanan dari saya dan si penjual mesin.
Bank lalu meminjamkan uang dua ratus dolar tersebut kepada pengusaha pakaian. Kemudian pengusaha tersebut menggunakannya untuk membeli mesin produksi pakaian senilai dua ratus dolar. Si penjual mesin produksi pakaian lalu menyimpan uang tersebut di Bank. Begitulah uang beredar di Bank. Berapa nilai yang tercatat, tiga ratus dolar? Tidak, uang tersebut akan terus bergulir dengan nilai yang tak terbatas dengan semakin banyaknya manusia yang menggunakan uang untuk bertransaksi.
Padahal awalnya uang tersebut hanya seratus dolar, dan hanya dijamin dengan satu gram emas. Tapi setelah bergulir, nilai uang tersebut menjadi berkali-kali lipat. Bagaimana ribuan dolar lainnya dicatat? Ya, hanya ada di kertas pencatatan Bank, dan mungkin di catatan masing-masing nasabah.
Begitulah sistem ekonomi bergerak, semakin cepat dan masif terjadinya transaksi akan mendorong majunya pergerakan berbagai bidang, industri, perdagangan, teknologi, hingga kesenian sekalipun.
Tidak heran jika perihal simpan pinjam uang menjadi ujung tombak pertumbuhan ekonomi di era modern. Semakin banyak uang yang bergulir maka akan semakin berlipat nilai kekayaan yang terbentuk.Â
Titik Kepuasan Manusia
Apakah manusia puas hanya dengan itu?
Tidak, manusia-manusia "super cerdas" kemudian menciptakan sekuritisasi (securitization) dan berbagai instrumen derivatif. Apalagi itu?
Hal ini erat kaitannya dengan krisis global tahun 2008 yang berawal dari krisis Amerika Serikat.
Jauh sebelum terjadinya krisis, katakanlah ada seribu orang yang meminjam uang di Bank untuk membeli rumah. Uang yang dipinjamkan tersebut tidak bisa dengan cepat kembali ke Bank bukan? peminjam tentu harus membayar dengan cara mencicil secara bertahap.Â
Manusia-manusia "super cerdas" menciptakan inovasi produk untuk mempercepat perputaran uang. Seribu lembar surat perjanjian kredit rumah tersebut dibentuk menjadi sebuah produk investasi, yang kemudian dijual kembali kepada manusia-manusia kaya, dengan iming-iming bunga yang tinggi.
Dengan begitu, Bank dapat mempercepat cashflow mereka, sedangkan investor juga puas memperoleh bunga investasi yang tinggi, dijamin dengan aset-aset berupa rumah sehingga aman, menurut mereka.Â
Tanpa disadari, aset yang awalnya hanya selembar uang kertas telah menggelembung tak terkira.
Di era yang sama juga telah berkembang sistem ekonomi derivatif dan pasar modal yang membuat entitas ekonomi saling terkait satu sama lain, menembus batas antar negara sekalipun.
Kekayaan manusia semakin berlipat-lipat, begitu juga harga-harga yang semakin melambung tinggi.
Hingga pada suatu titik, gelembung ekonomi maju dan super canggih itu meletus. Saat terjadi gejolak ekonomi atau ketidakstabilan harga dan mata uang, ribuan orang menjadi tidak mampu membayar kredit rumahnya.Â
Isu-isu berkembang liar, investor mulai khawatir. Cashflow Bank semakin tersendat. Harga-harga menjadi semakin tidak stabil, kekacauan merambat kemana-mana.
Orang-orang panik dan ingin menarik uangnya dari Bank, padahal uang tersebut telah berputar dalam proses simpan-meminjam.Â
Tidak ada uang di Bank? Banyak yang lupa bahwa sesungguhnya uang yang disimpan di Bank hanya seratus dolar tadi bukan? Kekayaan nasabah-nasabah itu hanya ada di catatan keuangan Bank.
Meletusnya Krisis Global
Tragedi tersebut memicu terjadinya krisis ekonomi global di tahun 2008.
Institusi-institusi keuangan raksasa seperti Lehman Brothers dan Merril Lynch tumbang seketika. Merril Lynch beruntung pemerintah AS cepat memberikan bantuan, namun tidak dengan Lehman Brothers yang bangkrut dengan meninggalkan hutang ratusan miliar dolar.
Tidak itu saja, Citigroup, AIG, General Motors, Chrysler, dan Ford juga diambang kebangkrutan. Gelombang PHK besar-besaran mulai menyeruak. Tentu tidak terbayangkan kekacauan yang akan terjadi jika perusahaan-perusahaan raksasa tersebut benar-benar runtuh. Saat itu, pemerintah AS mati-matian menyelamatkan perekonomian mereka, triliunan dolar dikucurkan untuk menyelamatkan sistem ekonomi negara adidaya.
Indeks saham di berbagai belahan dunia menyusut tiba-tiba dan berbagai indikator ekonomi bergejolak. Di Inggris, Bank Northern Rock bangkrut dan memicu kepanikan, sebelum akhirnya pemerintah memutuskan untuk mengambil alih Bank tersebut demi meredam kekacauan ekonomi.
Krisis ekonomi ini disebut dalam skala global karena dampaknya dengan cepat menerjang berbagai negara. Interkoneksi keuangan membuat krisis ekonomi AS dalam sekejap merambat ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Pada periode itu, cadangan devisa Indonesia turun hingga dua digit persentase, nilai rupiah terdepresiasi 38% dalam tiga bulan, indeks saham (IHSG) menukik tajam hampir setengahnya, yield surat utang negara melonjak hingga 7%, dan pinjaman antarbank semakin tersendat.
Hingga otoritas Bank Indonesia melaporkan bahwa sebuah bank umum bernama Bank Century berada di ujung kematian, dan parahnya beberapa bank setara juga dilaporkan mengalami kesulitan likuiditas.
Kepanikan atas isu-isu yang beredar dan memori traumatis krisis ekonomi 1998 membuat pemerintah kerepotan.Â
Terlepas dari berbagai fakta dan isu kriminalitas dibalik sakitnya Bank Century, pemerintah membuat keputusan cepat untuk mengucurkan dana triliunan rupiah untuk menyelamatkan Bank Century, dan mencegah semakin parahnya dampak krisis ekonomi di Indonesia.
Economic is very dangerous science
- John Maynard Keynes
Kekayaan yang Merusak
Dari kisah diatas, kita belajar... bahwa ekonomi dapat memiliki daya rusak yang sangat besar. Semakin banyak orang yang kaya secara finansial, seharusnya kehidupan manusia makin sejahtera bukan?.Â
Realitanya tidak seindah itu, semakin banyak orang-orang kaya maka manusia akan terus berlomba-lomba untuk menjadi lebih kaya. Titik kepuasan atas kekayaan adalah sebuah keniscayaan dalam dunia ekonomi.
Bukankah dengan kekayaan kita bisa hidup lebih makmur?
Jika patokannya adalah untuk hidup, maka biaya hidup sebenarnya tidak mahal bukan.Â
Manusia di tahun 2019 dan manusia di zaman batu sama-sama masih butuh makan dan minum untuk hidup.Â
Jadi suka atau tidak, yang membuat biaya hidup ini tinggi adalah biaya untuk mencari kepuasan hidup. Dan pencarian kepuasan hidup adalah pintu masuk keinginan manusia untuk menjadi kaya.
Di era saat ini, sistem ekonomi yang dibangun secanggih apapun, dengan kompleksitas teori ekonomi dan data-data, pasar modal, lembaga keuangan dengan aset raksasa, korporasi multinasional, justru paling memiliki ketakutan terhadap isu. Sesuatu yang tidak berwujud.
Interkoneksi keuangan membuat sebuah isu yang meledak liar dapat menjadi bencana alam yang dapat membuat jutaan dolar menguap sekejap di pasar modal, menggerus nilai mata uang, meruntuhkan sistem perbankan, hingga mengguncang perekonomian antar negara.
Dunia ini menjadi semakin bergantung pada uang, diselimuti oleh hipokrasi ekonomi yang tidak mengenal titik puas.
Tentu tidak semua hal tentang sistem ekonomi, uang dan keuangan adalah hal buruk. Ingat, ekonomi diciptakan untuk membantu manusia untuk hidup lebih sejahtera bukan?. Ekonomi bukan sebuah agama, manusialah yang membentuk dan menjalankan sebuah sistem ekonomi sesuai kemauan. Jadi pilihan ada di tangan kita.
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H