Pagi hari ini di ibu kota berjalan seperti pagi-pagi biasanya, manusia beradu cepat untuk berangkat menuju peraduan rezeki di pusat kota. Begitu pula dengan perjalanan saya menumpang kereta listrik (KRL), bersama puluhan orang Jakartans berebut untuk setidaknya mendapat satu tempat berpijak di dalam kereta.Â
Tak disangka, pagi ini saya mendapat pengalaman unik, tas yang saya rasa sudah pegang erat-erat ternyata sobek. Pencopet di kereta memang bukan sekadar mitos, hehe.
Meski fasilitas masih pas-pasan dan perlu perjuangan ekstra hanya untuk masuk kotak gerbong, nyatanya KRL tetap diserbu oleh masyarakat Jakartans. Ibarat kopi, KRL telah menjadi candu bagi para pekerja di ibu kota. Meskipun pahit, tapi tetap saja digemari berbagai kalangan.
Banyak hal yang membuat KRL tetap menjadi favorit masyarakat, terutama yang tinggal di kota-kota sub urban seperti Depok, Serpong, Bekasi, Tangerang dan Bogor. Salah satunya adalah kepastian keberangkatan dan waktu tempuh perjalanan.Â
Sebenarnya KRL di Jakarta belum sepenuhnya bisa tepat waktu, terkadang masih saja sering gangguan sinyal, gerbong anjlok, maupun antre pergantian rel.Â
Belum lagi masalah keamanan dan kenyamanan yang seakan mustahil diselesaikan. Para pecandu kereta pasti sering mengalaminya, tapi itu tidak membuat mereka beralih, malah jumlah pengguna KRL terus meningkat dari tahun ke tahun hingga pada 2017 menembus angka sekitar 1 juta orang pengguna per hari. Aneh kan ya para pecandu kereta ini?
Jika kita lihat secara lebih jujur, KRL dipilih bukan sepenuhnya karena konsumen merasa puas, namun karena moda transportasi lain yang lebih buruk. Sebut saja bus/angkutan kota, yang waktu tempuhnya tidak menentu dan keamanannya sangat mengkhawatirkan, atau Transjakarta yang meskipun cukup nyaman namun waktu tunggu dan waktu tempuh lagi-lagi tidak pasti.Â
Sedangkan kendaraan pribadi seperti mobil maupun sepeda motor seperti terkena kutukan harus menghadapi kemacetan kapan saja dan dimana saja. Tidak heran jika di tengah keterbatasan pilihan, kaum Jakartans tetap berjubel menggunakan KRL. Setidaknya lebih murah dan tidak terlambat masuk kerja.
Bagaimana di Jepang?
Mari sejenak mengintip pengelolaan kereta listrik publik di Jepang, sama-sama di Asia, sama-sama jumlah penduduk padat, namun memiliki pengelolaan transportasi salah satu yang terbaik di dunia. For your information, KRL Jakarta juga mengimpor kereta dari Jepang, jadi akan menarik jika kita bisa belajar dari Jepang.Â
Tidak seperti di Indonesia yang mungkin baru pulau Jawa saja yang terhubung dengan jalur kereta api, di Jepang hampir seluruh kota utama di berbagai provinsi terhubung dengan kereta (line).