Mohon tunggu...
Septian Ananggadipa
Septian Ananggadipa Mohon Tunggu... Auditor - So let man observed from what he created

Pejalan kaki (septianangga7@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Balada Para Pecandu Kereta

19 Januari 2018   14:39 Diperbarui: 19 Januari 2018   18:18 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : www.instagram.com/krlcommuterline

Pagi hari ini di ibu kota berjalan seperti pagi-pagi biasanya, manusia beradu cepat untuk berangkat menuju peraduan rezeki di pusat kota. Begitu pula dengan perjalanan saya menumpang kereta listrik (KRL), bersama puluhan orang Jakartans berebut untuk setidaknya mendapat satu tempat berpijak di dalam kereta. 

Tak disangka, pagi ini saya mendapat pengalaman unik, tas yang saya rasa sudah pegang erat-erat ternyata sobek. Pencopet di kereta memang bukan sekadar mitos, hehe.

Meski fasilitas masih pas-pasan dan perlu perjuangan ekstra hanya untuk masuk kotak gerbong, nyatanya KRL tetap diserbu oleh masyarakat Jakartans. Ibarat kopi, KRL telah menjadi candu bagi para pekerja di ibu kota. Meskipun pahit, tapi tetap saja digemari berbagai kalangan.

Banyak hal yang membuat KRL tetap menjadi favorit masyarakat, terutama yang tinggal di kota-kota sub urban seperti Depok, Serpong, Bekasi, Tangerang dan Bogor. Salah satunya adalah kepastian keberangkatan dan waktu tempuh perjalanan. 

Sebenarnya KRL di Jakarta belum sepenuhnya bisa tepat waktu, terkadang masih saja sering gangguan sinyal, gerbong anjlok, maupun antre pergantian rel. 

Belum lagi masalah keamanan dan kenyamanan yang seakan mustahil diselesaikan. Para pecandu kereta pasti sering mengalaminya, tapi itu tidak membuat mereka beralih, malah jumlah pengguna KRL terus meningkat dari tahun ke tahun hingga pada 2017 menembus angka sekitar 1 juta orang pengguna per hari. Aneh kan ya para pecandu kereta ini?

Jika kita lihat secara lebih jujur, KRL dipilih bukan sepenuhnya karena konsumen merasa puas, namun karena moda transportasi lain yang lebih buruk. Sebut saja bus/angkutan kota, yang waktu tempuhnya tidak menentu dan keamanannya sangat mengkhawatirkan, atau Transjakarta yang meskipun cukup nyaman namun waktu tunggu dan waktu tempuh lagi-lagi tidak pasti. 

Sedangkan kendaraan pribadi seperti mobil maupun sepeda motor seperti terkena kutukan harus menghadapi kemacetan kapan saja dan dimana saja. Tidak heran jika di tengah keterbatasan pilihan, kaum Jakartans tetap berjubel menggunakan KRL. Setidaknya lebih murah dan tidak terlambat masuk kerja.

Bagaimana di Jepang?

Mari sejenak mengintip pengelolaan kereta listrik publik di Jepang, sama-sama di Asia, sama-sama jumlah penduduk padat, namun memiliki pengelolaan transportasi salah satu yang terbaik di dunia. For your information, KRL Jakarta juga mengimpor kereta dari Jepang, jadi akan menarik jika kita bisa belajar dari Jepang. 

Tidak seperti di Indonesia yang mungkin baru pulau Jawa saja yang terhubung dengan jalur kereta api, di Jepang hampir seluruh kota utama di berbagai provinsi terhubung dengan kereta (line).

Di kota-kota besar bahkan jaringan kereta api sebagian besar berada di bawah tanah (subway). Karena banyaknya jalur kereta yang ada, pengelolaan jaringan kereta tidak hanya dilakukan oleh 1 perusahaan lho, tercatat sekitar 10 perusahaan mengoperasikan kereta listrik dengan standar yang tinggi.

Di kota besar saat jam-jam sibuk, pengguna KRL di Jepang juga berjube, mungkin tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. Bahkan kepadatan kereta di Tokyo mungkin lebih parah daripada Jakarta, dilansir dari Japan Times pada tahun 2017, Gubernur Tokyo, Yuriko Koike mencetuskan  Jisa Biz Campaign, sebuah program pemerintah yang memberi insentif pada perusahaan-perusahaan yang dapat menetapkan jam masuk kantor pada jam 07.00, 09.00 atau lebih.

Pemerintah juga memberikan diskon atau shopping voucher bagi para pengguna kereta pagi, sehingga waktu berangkat dan pulang kantor tidak menumpuk di satu jam. Sebuah ide yang mungkin bisa diterapkan di Jakarta, mengingat masalah kepadatan penumpang yang hampir sama.

Proses Pendewasaan

Pada akhirnya, kita rakyat sebagai pengguna turut berperan dalam proses kedewasaan transportasi publik di Indonesia. Memang saat ini KRL masih banyak kekurangan dan mungkin juga masih banyak pencopet, hehe tapi tidak bisa kita acuhkan begitu saja. 

Tidak ada suatu hal yang langsung menjadi sempurna dan sesuai ekspektasi. Proses hidup kita pun mengalami masa-masa penuh kelemahan, ketidakdisiplinan dan mungkin kadang melanggar peraturan. Tapi orang tua dan teman-teman kita tentu tidak mengacuhkan kita begitu saja bukan?

Dalam hal ini KRL membutuhkan perhatian kita, semoga segenap manajemen dan pengguna KRL bisa semakin dewasa. Sebagai pecandu kereta, baiknya kita tetap perlu sigap, waspada dan terus berusaha menjadi pengguna transportasi publik yang baik. Percayalah, transportasi di Indonesia bisa senyaman negara-negara maju bukan hanya mimpi. Salam kereta.

Septian Ananggadipa

Jakarta, 19 Januari 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun