Mohon tunggu...
Septian Ananggadipa
Septian Ananggadipa Mohon Tunggu... Auditor - So let man observed from what he created

Pejalan kaki (septianangga7@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Balada Manusia Kaca

14 Juli 2015   22:32 Diperbarui: 14 Juli 2015   22:40 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: www.devianart.com/light_attack_by_adrielchrist-d2p6fym"][/caption]

 

Jakarta, sebuah kota pelabuhan rempah yang menjelma menjadi kota metropolitan yang sedang bersolek. Dengan menara-menara kaca yang berlomba-lomba menggapai awan, berjuta-juta manusia hidup di dalamnya. Meminjam istilah prasejarah, Homo Jakartanensis, kaum urban penghuni Jakarta saat ini sedang memasuki musim per-mudik-an, berbondong-bondong meninggalkan menara kacanya menuju kampung halaman. Para manusia yang selama ini menghabiskan berjam-jam waktunya dibalik kaca mobil, kereta, dan gedung perkantoran, berusaha dengan segala upaya kembali ke fitrah. Bahkan di tengah bulan Ramadhan yang begitu berkah, masih saja ada manusia yang lebih memilih sibuk dibalik kaca dibanding bersujud mengingat-Nya.

Di musim mudik ini, sering kita lihat keluarga yang terdiri dari empat hingga lima orang mengendarai sepeda motor, plus dengan tas bawaan yang juga berdesakan. Di seberang jalan, pemerintah dengan rajinnya menyerukan kalau sepeda motor hanya boleh dikendarai 2 orang dan pemudik harap menggunakan transportasi publik yang tersedia.

Menarik untuk kita lihat, di tengah-tengah hiruk pikuk Jakarta. Setelah satu tahun membanting tulang, ada secercah kerinduan yang tak tertahankan dari sebuah keluarga kecil untuk bertemu dengan keluarga besarnya di kampung halaman. Apa daya mereka tak punya cukup uang untuk membeli tiket pesawat, bus dan kereta api yang harganya melambung tinggi. Apalagi jika harus punya mobil untuk mengangkut seluruh keluarga dengan aman. Akankah kerinduan untuk bertemu kakek nenek harus ditunda sampai uang cukup untuk membeli tiket atau bahkan mobil?.

Meski dengan sadar akan segala keterbatasan dan risiko, setiap tahun selalu ada keluarga yang rela bahu-membahu menjaga keseimbangan berkendara diatas roda dua demi berjumpa kakek dan neneknya..

Tidak banyak yang memperhatikan mereka, semoga para keluarga kecil itu selalu selamat di perjalanan, dan semoga ada saatnya kaum homo jakartanensis marginal memiliki kesempatan yang sama untuk kembali ke kampung halamannya dengan aman dan nyaman.

Setiap tahun saya beruntung selalu bisa mudik dengan menggunakan kereta api, bukan apa-apa, salah satunya karena saya senang mengamati hiruk pikuk manusia yang sangat beragam dalam nuansa mudik. Salah satunya adalah keluarga kecil yang duduk di dekat kursi saya di kereta. Keluarga yang terdiri dari 5 personil yaitu bapak, ibu, anak laki-laki, anak perempuan dan satu bayi perempuan.

Sekali lagi mencerminkan sebagian keluarga urban yang merindukan kampung halaman, dengan bawaan koper dan kardus yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari personil keluarga itu sendiri. Mereka tampak bersemangat, mungkin bayang-bayang rumah sederhana di desa tepi sawah begitu dirindukan setelah satu tahun berkelana di hutan kaca Jakarta.

Sang bapak dan si putra kecilnya tidur beringsut di lantai di bawah kursi, dengan beralaskan kertas koran, mereka rela melakukannya demi kenyamanan keluarga di atas kursi.

Di atas kursi, sang ibu meninabobokan bayi kecilnya yang sesekali menangis. Disampingnya beringsut si anak putri yang memainkan handphone, jangan bayangkan iPhong atau Samsung Galaksi yang dimainkannya, yang jelas handphone sederhananya itu bisa membuat si adik sesekali tersenyum, hehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun