Pagi sendu, matahari bersembunyi dibalik abu-abunya langit. Belum terpejam sedetikpun sejak semalam, kantung mataku semakin terlihat menghitam dan sembab. Pertemuan dengannya semalam memaksaku memutar kembali kenangan tentang kami. Sudah lama kenangan itu aku simpan dengan rapi jauh di tepi memoriku.Â
Ryandra Samudera. Saat itu kami tidak sengaja berkenalan saat menghadiri suatu acara di alun-alun kota. Setelah saling bertukar nomer ponsel, kami sering berkomunikasi. Dia tengah menempuh pendidikan D3 di sebuah Politeknik Swasta di Jakarta. Ia mendapat beasiswa sehingga ia harus terus fokus untuk belajar. Dari situ, aku tahu kalau Samudera sangat ambisius, serius dan tertata menjalani planning-planningnya.
Pertemanan kami terjalin begitu saja. Sesekali kami bertemu untuk ngobrol santai saat sore hari. Namun tiba-tiba ia menghilang. Tak satupun SMS atau panggilanku yang diresponnya. Hingga suatu hari, aku melihat foto nya diunggah di Facebook. Foto dia bersama seorang wanita cantik. Wanita itu menggunakan hijab berwarna merah muda, duduk disebelahnya sambil tersenyum. Terlihat bahwa Samudera yang mengambil gambar. Wajah mereka berdua tampak bahagia. Aku mengerti mengapa ia kemudian menghilang tiba-tiba. Karena ia telah memiliki kekasih yang membuatnya membatasi pergaulan dengan lawan jenis untuk menjaga hati dan perasaan wanita yang disayanginya. Â Aku mulai melupakannya dan memilih fokus pada pekerjaanku sebagai seorang staff di sekolah swasta.
Sejak saat itu, aku tidak pernah menghubunginya lagi.Â
Sampai disuatu hari di bulan Mei, Samudera menyapaku di pesan Facebook.Â
Ryandra Samudera : Assalamu'alaikum. Apa kabar An?
Ana : Wa'alaikumsalam.. Alhamdulillah baik, kamu?
Ryandra Samudera : Alhamdulillah aku sehat, Oya, boleh minta nomermu?
Ana : Untuk apa ya?
Ryandra Samudera : Hanya ingin berkomunikasi dan bersilaturahmi, bolehkan?
Ana : Oke, 081245825624
Ryandra Samudera : Pin BBM ada?
Ana : Ada, 39BC125
Ryandra Samudera : Terima kasih ya..
Tak lama kemudian, muncul sebuah pemberitahuan di HP ku, undangan permintaan pertemanan di BBM. Ryandra Samudera, aku menerimanya.Â
Beberapa hari kami tak saling sapa, sampai hari itu Samudera menelponku. Ia mengucapkan rasa belasungkawa atas wafatnya ayahku awal bulan Mei. Ia juga mengungkapkan rasa bersalahnya karena saat mamaku meninggal 2 tahun lalu dia pun tak tahu. Disela pembicaraan ia mengatakan bahwa ia ingin kembali dekat denganku, bahkan untuk lebih dari sekedar berteman. Aku masih belum bisa merespon, masih teringat sikapnya yang tiba-tiba menghilang 4 tahun lalu. Ia menjelaskan situasi saat itu bahwa benar seperti dugaanku bahwa ia ingin menjaga hati dan perasaan wanita yang saat itu sedang bersamanya. Minggu pertama dibulan ini, ia mengakhiri hubungannya dengan wanita itu. Ia terus meyakinkan bahwa ia ingin memperbaiki segalanya bersamaku. Ia ingin bertemu, Selasa minggu ini. Aku mengiyakan.
Selasa Malam, ia menjemputku kemudian mengajakku makan malam disebuah kedai steak di kawasan Pulo Gebang, Jakarta Timur. Malam itu juga ia kembali menyatakan keinginannya untuk menjalin hubungan lebih dari sekedar berteman. Awalnya aku menolak, tapi kemudian aku berpikir tidak ada salahnya untuk membuka hati.Â
Hubungan kami tidak berjalan semulus jalan tol. Bayang-bayang mantannya masih terus menghantui. Sempat aku berpikir bahwa dia hanya menjadikanku pelarian semata. Tapi kemudian ia meyakinkan bahwa ia butuh waktu untuk melepaskan bayang itu. Sungguh tak semudah yang dikira karena mantannya pun tidak bisa melepaskannya. Masih saja menghubungi berkali-kali. Samudera terus meyakinkan bahwa aku yang bisa memahaminya saat ini. Â Aku mulai mereda dan mencoba mempercayainya.
Menjalani hari-hari bersamanya, membuatku merasa lebih baik. Setidaknya bisa mengalihkanku dari kesedihan karena aku harus menjalani hidup sebagai yatim piatu. Ia sering ke ruumah hanya untuk menemaniku makan malam atau mengobrol. Semua terasa baik-baik saja karena kami mencoba saling memahami dan terbuka untuk apa yang kami inginkan dalam hubungan ini.Â
Usia kami sudah tidak bisa lagi dikatakan ABG. 24 tahun, tak sedikit teman-teman seangkatan yang sudah menikah bahkan memiliki anak. Sementara saat ini hubungan kami masih stuck  di titik yang sama karena saat ini ia sedang melanjutkan pendidikan S1 nya. Secara kasat mata, jelas kami tidak bisa menyusul teman-teman menikah karena tujuannya adalah menyelesaikan kuliah,  bekerja, membantu pendidikan adiknya baru kemudian menikah. Aku tidak keberatan untuk semua itu. Tapi sampai sekarang, hubungan kami sudah berjalan 5 bulan dan belum pernah ia mengajakku untuk bertemu keluarganya.Â
Malam minggu ini, aku memaksanya untuk membahas hal tersebut.
Ana : Kenapa sih, kamu gak pernah kenalin aku sama mama dan ayahmu?Â
Samudera : Nanti yaa tunggu waktu yang tepat. Sabar yaa sayang.
Ana : Kapan?
Samudera : Apa kamu siap dengar apa yang akan aku jelaskan ke kamu tentang keluargaku? Mungkin ini akan membuatmu sedih, sakit hati ataupun kecewa.Â
Ana : Oke, aku siap apapun yang akan aku dengar dari kamu.
Samudera menarik nafas panjang.Â
Samudera : Jujur, sebenarnya mamaku sudah tahu siapa kamu, bagaimana kamu selama ini. Mamaku terang-terangan membandingkan kamu dengan mantanku sebelumnya. Dari segi fisik, pendidikan dan suku. Kamu tahu kan kalau aku orang Betawi. Mamaku yang pemikirannya masih belum modern, masih benar-benar menuntut kesempurnaan fisik, An. Bukan aku membuatmu sedih karena kamu tidak secantik mantanku, tapi faktanya mamaku menuntut itu. Untuk aku sendiri, aku sayang sama kamu karena sifat dan perilakumu yang selama ini bisa mengimbangiku, membuat aku nyaman, sesuatu yang tidak pernah aku temukan ketika bersamanya selama 4 tahun lalu. An, aku gak mau ini semua terlihat sia-sia tapi aku juga gak mau memaksakanmu bahkan mengambil hakmu. Itu kenapa aku belum mau mengajakmu bertemu keluargaku. Aku gak mau kamu  down. Aku mau kita sama-sama berjuang, kamu berusaha untuk memperbaiki diri dan aku akan terus mencari cara untuk meluluhkan hati mamaku. Oya, mantanku itu juga keturunan Betawi, itu yang membuat mamaku semakin membanggakannya. Tapi aku yakin bahwa fisik seseorang bisa diubah tapi sifat dan watak akan susah mengubahnya. Memang gak semua orang Betawi seperti mamaku, tapi yaa itulah mamaku. Kadang aku berpikir kalau semuanya udah mentok, karena mamaku punya pengalaman yang buruk dengan orang Solo dan mamaku tahu kalau kamu keturunan Solo, bertambahlah penolakan mama. Aku tau An, kamu pasti merasa sedih, tapi ini kenyataannya. Aku sayang kamu tapi ketika suku berbicara, orang tua berkehendak aku bisa apa? Sekarang semua tergantung kamu, apa kamu siap berjuang untuk hubungan ini? Aku harap setelah ini kamu tidak lagi bertanya hal yang sama tentang alasanku belum mengajakmu bertemu karena mamaku sudah mengetahuinya.
Hatiku bergejolak, perih rasanya. Aku kalah telak, jelas kami berbeda. Bibit, bebet dan bobot yang ditetapan ibunya sudah ada pada mantannya, sementara aku? Bagai langit dan bumi juka disandingkan dengannya. Wanita itu sungguh cantik, berkulit putih bersih, senyumnya indah, berpendidikan, keluarga terpandang dan yang terpenting adalah sukunya Betawi, seperti keinginan mamanya. Aku, keturunan Jawa tulen (aku terlahir dari ayah keturunan Solo, Jaten dan mamaku Ngawi, Jatim), berkulit gelap, hanya lulusan SMA dan keluargaku sungguh jauh dengan keluarga Samudera dari sisi ekonomi, dari segala faktor, jelas aku kalah telak. Bukanku menyerah sebelum berperang tapi aku menyadari bahwa anak harus berbakti pada orang tuanya, aku tak ingin hubungan ini menjadi sumber masalah untuk Samudera. Â Seketika itu pula aku mengingat ucapan Almarhumah mamaku, "Ndok, nanti cari suami, kalau bisa orang Jawa saja, satu suku dengan kita. Sebenarnya tidak masalah dengan suku lain tapi lebih bagus suku sendiri, sudah sama-sama mengerti. Mama sih berharap nantinya seperti itu, kamu bisa dapat orang Jawa. " Â Jelas, bersama Samudera pun bukan menjadi pilihan mamaku.
Dengan suara parau karena menahan air mata, aku mulai bersuara, "Samudera, aku sudah paham sekarang. Aku mengerti kalau semua itu yang diinginkan mamamu karena setiap orang tua akan memilih yang terbaik untuk anak kebanggaannya. Aku tidak akan membuatmu semakin tersiksa karena dengan bersamaku hanya akan membuatmu tidak patuh pada mamamu. Aku akan berusaha untuk menjadi yang mamamu inginkan tapi pasti akan membutuhkan waktu yang sangat panjang, kan? Kamu akan melihat perubahanku walau saat itu mungkin aku sudah tidak lagi bersamamu. Aku hanya seorang anak yatim piatu yang berharap jika menjalani suatu hubungan bisa mendapat restu penuh dari orang tua pasangannya. Aku sudah tidak punya orang tua yang menjadi tempatku bersandar, berkeluh kesah dan berbagi. Aku ingin merasakan kembali memiliki orang tua, yaa orang tua pasanganku. Ditambah lagi aku bukan keturunan Betawi, berbicara suku, jelas aku kalah telak. Aku kalah telak jika dibandingkan dengannya. Samudera, lebih baik kamu menuruti semua keinginan orang tuamu. Menjalani hubungan ini bagiku seperti menghadapi kematian saja, siap tidak siap jika harus berpisah aku harus ikhlas kan? Lanjutkan keturunanmu, bersama seseorang yang datang dari sukumu. Aku akan baik-baik saja. Aku sudah pernah mengalami puncak perpisahan saat aku harus kehilangan kedua orang tuaku. Jika kamu memutuskan hubungan ini sekarang, aku sangat memahami dan menerima dengan hati yang lapang."
Samudera masih menatapku, aku tertunduk. Air mata tidak mampu lagi aku tahan, mengalir di kedua pipiku. Aku seka berkali-kali tapi sebanyak itu juga air mataku jatuh.Â
Ia mengusap kepalaku dengan lembut, mengecupnya, dalam..Â
"Ini memang berat. Sungguh aku tidak ingin ini terjadi, An. Karena pola pikir mamaku yang masih  jadul  sehingga masih mengkotak-kotakkan suku. Merasa bahwa suku nya yang terbaik, menjaga gengsi dan harga dirinya di depan orang lain. Ana, aku berharap Allah mengubah segalanya. Maaf jika ini menyakitkanmu tapi aku yakin akan ada jalan yang terbaik untukmu dan untukku. Tolong pahami bahwa aku menyayangimu selama ini karena apa yang ada pada dirimu.  Perpisahan ini semoga hanya sementara, yakinlah jika kita berjodoh, kita akan kembali bersama dalam waktu yang indah."
Tiga tahun berlalu, sejak malam itu semua akses tentang Ryandra Samudera tidak bisa ku temukan. Aku kehilangan jejaknya sekali lagi. Dia pasti sudah lulus S1 sekarang. Sementara aku sedang melanjutkan pendidikan S1 karena memang keinginanku untuk menjadi guru. Waktu yang panjang untukku akhirnya bisa berjuang tanpa dia.Â
Suatu saat  sedang berteduh menikmati kopi hangat di sebuah kafe, aku bertemu dengannya. Dia tak sendiri, digandeng nya tangan mungil seorang anak laki-laki tampan berkulit putih yang tersenyum. Dibelakangnya muncul seorang wanita yang pernah aku lihat mengisi foto di Facebook Ryandra Samudera beberapa tahun lalu.  Aku menutupi wajahku dengan buku menu, berusaha agar mereka tidak melihatku. Saat melintas disampingku, aku mendengar anak laki-laki itu berbicara pada Samudera. "Yah, aku mau es krim coklat yaa?" Suaranya menggemaskan meski masih belum lancar berbicara. Tapi cukup jelas untuk meyakinkanku bahwa Samudera telah melanjutkan hidupnya bersama dengan pilihan orang tuanya.
"Dan tak mungkin
 Untuk kita bersama
 Diatas perbedaan
 Yang selamanya mengingkari
Dan tak mungkin
 Bila ku melepasmu
 Sungguh hati tak mampu
 Mengertilah cintaku
 Percayalah cintaku"
Lirik lagu Dygta menggema memenuhi ruang kamarku hingga pagi ini.
Kenyataan menyakitkan ketika cinta yang tulus dirantai oleh aturan suku yang mengakar pada pola pikir orang tua...Â
Aku harus kembali melanjutkan hidup, menata kembali hatiku dari Samudera. Seseorang yang membawaku berani mengarungi kejamnya ombak, luasnya hamparan langit, melambungkan harapan dan impian sampai ke langit..Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H