Mohon tunggu...
Septiana RatihaningPutri
Septiana RatihaningPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Saat ini saya sedang menempuh pendidikan Strata 1 Program Studi Hukum Ekonomi Syariah di UIN Raden Mas Said Surakarta. Akun dibuat untuk menyalurkan ketertarikan saya menulis artikel terkait hukum.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Wanprestasi Akad Murabahah dalam Pandangan Filsafat Hukum Positivisme

26 September 2023   07:58 Diperbarui: 26 September 2023   08:05 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pandangan Positivisme terkait Sengketa Wanprestasi Akad Murabahah

Keputusan hakim untuk mengabulkan gugatan berdasarkan peraturan dan bukti yang ada menimbulkan ketidakadilan bagi debitur. Debitur sebenarnya tidak memiliki intensi atau niat untuk melakukan wanprestasi, namun karena keadaan tertentu di luar force majeure menjadikan debitur lalai dalam prestasi. Sehingga di hadapan hukum, debitur tetap dianggap bersalah melanggar perjanjian karena tidak atau terlambat membayar angsuran. Hal ini dalam hukum diindikasikan sebagai wanprestasi.

Dalam kajian sosiologi hukum, hal ini dapat dilihat sebagai akibat dari pandangan hukum positivsme. Hakim hanya bertindak sebagai "corong hukum" memutus perkara berdasarkan undang-undang dan bukti yang ada, tanpa menggali keadilan bagi kedua belah pihak. Tindakan debitur disebut suatu hal yang menyalahi hukum. Padahal keputusan hakim tersebut justru tidak membawa keadilan bagi debitur.

Tidak memandang bahwa apakah secara moral keputusan tersebut baik atau buruk dampaknya. Apakah adil atau tidak bagi kedua belah pihak. Nyatanya hal tersebut malah tidak adil bagi debitur. Akan tetapi hanya melihat apakah debitur melanggar atau tidak. Jika melanggar maka dikenai sanksi.

Begitulah positivisme memandang kasus tersebut

Mazhab Positivisme

Positivisme hukum melihat hukum sebagai sarana untuk menciptakan kepastian hukum. Menurut positivisme, hukum adalah undang-undang yang berdaulat dan mengikat. Hukum hanya digali dari ilmu pengetahuan para ahli hukum, yang berisi larangan untuk melakukan suatu hal.

Menurut positivisme, hukum hanya dipandang sebagai aturan yang berdaulat. Maka suatu hal di luar hukum itu sendiri bukanlah hukum. Akan tetapi hanya kebiasaan yang tidak memiliki kekuatan untuk melarang dan menimbulkan akibat sanksi.

Menurut positivisme, hukum harus dipisahkan dari nilai-nilai baik atau buruk dan adil atau tidak adil. Hukum harus dipisahkan dari moral. Positivisme memandang bahwa nilai moral tidak relevan  dalam menentukan apa yang sah dalam hukum.

Hal ini menjadikan positivisme memandang keadilan adalah hal yang subjektif. Sehingga keadilan kurang digali dari masyarakat. Akibatnya masyarakat banyak yang tidak merasakan hukum sebagai suatu hal yang dapat memberi keadilan melainkan hanya seperangkat aturan tentang larangan yang harus dipatuhi, apabila dilanggar akan menerima sanksi.

Argumen terhadap Mazhab Hukum Positivisme dalam Hukum di Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun