"Siap, Mister Bos. Terima kasih, Mister Bos. Ibu Bos, terima kasih."
Istriku tersenyum sambil bertanya pada Dicky. "Masih betah menjomblo, Ky?"
"Masih, Ibu Bos. Mumpung masih muda, sorangan wae."
Kami berpamitan dengan Dicky, lalu pergi menuju Hotel Micronium. Untung belum terlalu macet menjelang sore ini. Apa yang harus kukatakan pada Martin Garoni sekarang?
"Kangmas, apa kita harus ke sana sekarang?"
"Iya. Kita harus ke Hotel Micronium. Sang pembunuh itu sedang di sana."
"Kangmas yakin Dicky tidak berbohong?"
"Aku percaya seratus persen pada anak itu."
"Kalau Kangmas percaya, aku juga percaya saja."
Suara sirene mobil damkar jauh di belakang membuatku terhenyak. Seperti para pengendara lain yang menepi, aku juga ikut menepi. Lima mobil damkar beriringan lewat. Tampaknya ada kebakaran serius entah di mana. Istriku mengambil ponsel pintar untuk mengecek Whatsapp, terdengar suara notifikasi berulangkali. Istriku memekik.
"Kangmas! Hotel Micronium terbakar hebat!"