EMPAT
Â
Bunyi lonceng membangunkanku. Ternyata aku dan istriku duduk di lantai dalam posisi saling membelakangi rapat dan terikat tali hitam yang kuat sehingga susah buat kami bergerak. Aku hanya memakai celana dalam, baju dan celanaku entah ke mana, mungkin Si Jubah Hitam melucutinya. Kami terikat di ruangan yang penuh dengan kaca baik di dinding maupun di langit-langit. Aku yakin ini bukan kamar Super VIP yang tadi kami tempati. Lewat kaca itu, aku tahu juga kalau Si Jubah Hitam juga telah melucuti baju dan celana istriku. Sungguh Sompret.
"Kangmas?" istriku bersuara lirih, lalu menguap lebar. "Dia membohongi kita, Kangmas. Sudah kabur dia tampaknya."
"Mengapa dia kabur, Diajeng?"
"Dia kabur karena gagal membunuh kita berdua."
"Terus ikatan tali ini?"
"Aku tidak tahu siapa yang mengikat kita, Kangmas."
"Hanya orang gila yang mengikat kita berdua, Diajeng. Mungkin dia kabur ke Rumah Sakit Jiwa, kembali ke habitatnya. Sekarang jam berapa kira-kira?"
"Aku tidak tahu, Kangmas. Mari kita pikirkan bagaimana cara kita melepas ikatan ini."
"Kuat sekali ikatannya. Mungkin supaya kita tidak bisa kabur."