Hampir beberapa pekan ini media meliput berbagai aktivitas siswa dalam rangka persiapan UN. ada yang doa bersama, sholat tahajud bersama, sholat istighozah, atau melakukan kegiatan yang tidak biasa. Hal ini seperti sudah menjadi kebiasaan saat menjelang Ujian Nasional. Tahun 2016 ini UN untuk tingkat SMA dilaksanakan mulai tanggal 4 hingga 6 April 2016 mendatang.
Ujian Nasional merupakan sistem evaluasi yang memiliki standar pendidikan secara menyeluruh dan bersifat nasional. Dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia. Menurut peraturan UU RI no 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak yang berkepentingan dan dilaksanakan oleh lembaga mandiri secara berkala  dan berkesinambungan. Selain itu pelaksanaan UN berlangsung menyeluruh, transparan, dan sistematik. Adapun tujuannya adalah  untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
Bagi pelaku UN hal ini adalah momok yang menakutkan, bagaimana tidak? Syarat lulus atau tidaknya siswa dinilai dari hasil UN. bahkan tidak banyak Perguruan Tinggi yang mensyaratkan siswa yang layak masuk ke sebuah universitas dinilai dari hasil UN. banyak kasus terjadi saat seseorang yang dalam kesehariannya tergolong siswa yang pandai dan berprestasi tetapi pada saat akhir melewati UN siswa tersebut dinyatakan tidak lulus. Hal tersebut memberi dampak sangat besar untuk mental siswa yang gagal dalam UN. menjadi sejarah buruk dalam perjalanan hidupnya.
Bagi sekolah, UN juga menjadi beban yang berat. Bagaimana tidak sekolah dituntut untuk mampu menghantarkan siswanya untuk berhasil lulus dengan predikat yang baik. Atau secara kolektif prosentase kelulusan target 100% lulus. Bukan hal mudah untuk bisa siap UN, pelu persiapan-persiapan matang. Dari segi materi, mental, administrasi dsb. Memerlukan banyak hal dan melibatkan banyak orang. Contoh kongkrit yang biasa dilakukan oleh sekolah yaitu dengan menambahkan jam pelajaran, baik siang atau sore setelah jam sekolah. Biasanya tambahan pelajaran akan diisi dengan drill latihan soal dengan trik-trik mengerjakananya.
Diluar kebiasaan pada umumnya, proses pembelajaran yang terjadi saat-saat menjelang UN. siswa yang dipersiapkan UN menjadi diistimewakan, semua terfokus pada mereka. Diperhatikan hampir disemua kegiataanya. Bahkan tidak sedikit sekolah menghimbau agar orang tua siswa juga ikut mengawasi dan memperhatikan anaknya saat-saat menjelang UN.
Sebegitukah seharusnya saat menghadapi UN?
Paradigma ini sebenarnya sudah banyak yang menyadarinya, analogi umumya jika anak kecil banyak dituntut secara berlebihan justru akan menambah rasa penasaran pada si anak. Menambah besar perasaan yang biasa menjadi perasaan yang luar biasa. Saat semisal anak tidak boleh berkata kasar terhadap orang tua atau temannya. Justru anak itu semakin ingin mengatakan perkataan yang kasar tersebut karena menganggap orang tua sangat fokus untuk hal itu. Sama pula dengan kasus UN ini, persiapan menyambutnya sudah dilakukan jauh-jauh hari, dengan terus memberikan motivasi agar siswa semangat dalam belajar, UN itu adalah harga mati kalian lulus/tidak, UN adalah tiket masuk keperguruan tinggi, UN adalah ujian paling besar yang menentukan siswa dikatakan pinter atau sebaliknya bodoh. Bukankah ini menjadikan UN jadi hal yang menakutkan??
Â
Â
Padahal..
Tidak selalu siswa yang gagal dalam UN adalah siswa yang bodo, atau siswa yang lulus UN dengan nilai bagus adalah siswa pandai. Jelas kasus ini hampir semua mengesampingkan proses belajarnya, bagaimana siswa dalam kesehariannya, bagaimana guru mengajar, mendidik dan membimbing mereka. Tentu banyak hal yang sudah dikorbankan demi membantu siswa untuk menjadi lebih pintar.
Jika kita mau sadari inti dari berhasilnya sebuah pembelajaran adalah dari prosesnya bukan produknya. UN sudah terlanjur sebagai standar nasional pendidikan kita, yang menilai layak atau tidaknya seorang siswa lulus untuk jenjang Pendidikannya baik SD, SMP, SMA. Tidak peduli dengan prosesnya, atau teknis pembelajarannya. Untuk itu coba perhatikan bagaimana pemerataan pendidikan di Indonesia, cara guru di daerah pelosok akan berbeda dengan cara guru di pusat kota. Siswa di pedalaman akan sangat berbeda tingkat pemahamannya dengan siswa yang ada di wilayah yang mudah terakses. Karena biasanya proses pembelajaran itu berhasil jika didukung dari banyak faktor seperti sarana prasaran, SDM, dan latar belakang siswa dari lingkungan seperti apa.
UN menjadi bahan perdebatan panjang, banyak yang pro banyak pula yang kontra. Karena memang sebuah kebijakan seharusnya mempertimbangkan banyak hal termasuk implementasinya dilingkup masyarakat secara menyeluruh dan merata. Berhasil atau tidak? Memberi efek baik atau buruk? Dsb.
UN sudah ditetapkan, UN memang harus dilewati..tetapi ada baiknya kita berlomba untuk turut merubah sedikit paradigma salah tentang perlakuan kita terhadap UN. janganlah hanya saat-saat menjelang UN saja siswa diajak untuk doa bersama, sholat bersama, sedekah bersama, atau lebih mendekatkan diri kepada sang Khalik. Seolah-olah kita mendidik siswa untuk dekat dengan pencipta hanya saat kita dalam kondisi tertentu. Padahal tidak kita adalah seorang hamba yang wajib untuk setiap saat berdoa dan meminta pada sang pencipta.
Coba seandainya semua pihak dan masyarakat satu pemahaman bahwa UN itu adalah sebuah proses yang harus dilewati disetiap jenjang pendidikan, hadapi UN dengan biasa saja tak perlu berlebihan. UN adalah sebuah sistem evaluasi, sebuah proses yang wajib dilakukan setiap siswa, proses yang sudah ada sejak pemberlakuan UN ini diterapkan di negara kita. Â Sistem yang sudah dikenal berpuluh-puluh tahun lalu, proses berkala yang tahu lebih kurangnya.
Jadi tidak perlu kita harus spesial menghadapinya dengan mendidik siswa secara berbeda saat-saat menjelang UN, memberlakukan UN dengan berlebihan. tanamkan kepada siswa bahwa proses belajar harus dilakukan dengan setiap waktu, sepenuh hati, terus berikhtiar doa dengan sungguh-sungguh agar bisa menjadi manusia pembelajar yang siap menghadapi kondisi apapun atau seberat apapun. Karena inti dari belajar adalah menjadi manusia yang siap menghadapi kehidupan. Agar siswa dapat mencapai kualitas hidup yang baik secara bijaksana, dengan terus memupuk karakter siswa untuk selalu berbuat baik, jujur, kompeten, profesional, dan bertanggungjawab.
Tidak sebaliknya menjadikan UN sebagai sebuah ketakutan akut yang bisa menjatuhkan mental siswa sendiri. Siswa hanya perlu dipahamkan disenangkan saat-saat menjelang UN. karena berhasil tidaknya seseorang tidak melulu tentang lulus UN.
Salam hangat
Septi Ambar
Pendidik yang ingin berbagi ..:)
[caption caption="https://www.google.co.id/search?q=UN&biw=1093&bih=521&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjitsGVpfTLAhXRBY4KHTF-ByMQ_AUIBygC#tbm=isch&q=ujian+nasional&imgrc=fPhT9SAdQ5dNhM%3A"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H