Mohon tunggu...
Septia Wulan
Septia Wulan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Anak tunggal yang sedang belajar menulis dan menyalurkan isi hati dan pikiran melalui media tulisan. Mencoba merenungkan keindahan segala hal dengan harapan dunia itu cerah hanya dengan sebuah 'Senyuman'.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

E.D

26 Desember 2012   09:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:01 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tunggu! Ia sama sekali tidak memberiku jeda untuk menjawab tuduhannya, dan ‘Nona’? sejak kapan namaku diubahnya menjadi Nona?

Sejak kejadian itu ia sering memanggilku dengan nama Nona. Ya, Nona. Panggilan yang begitu manis ditelingaku. Tapi aku masih tidak bisa bersikap manis padanya. Aku masih sebal dengan kata-katanya diawal bertemu.

Seminggu lalu, semuanya berubah seketika. Pada akhirnya aku bisa berdamai dengannya, dengan Elzano Danarditto. Aku melihatnya sebagai sosok yang berbeda saat ia lepas dari Macbook Pronya.

Hari itu, aku terlalu penat bekerja di dalam ruangan. Aku memilih menghabiskan sore di atap gedung kantor sambil menikmati secangkir kopi dan sepotong cinnamon roll. Sebenarnya aku hanya sekedar menulis, dan mencoba menuangkan sedikit isi pikiranku di Jurnal Harian dalam blog-ku. Daripada aku harus dihantui kata-kata yang semakin hari semakin membanjiri kepala, lebih baik aku menulis sekarang.

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Dan “Menulis adalah sebuah keberanian…” –Pramoedya


Seseorang mengagetkanku dengan quote dari Pram. Aku menoleh mencari sumber suara. Ternyata ED sudah berdiri di belakangku sambil menggigit potongan cinnamon roll milikku yang ia ambil tanpa bilang-bilang.

“Sejak kapan kamu di sini?” tanyaku sinis.

“Dan siapa yang ngijinin kamu ambil cinnamon rollku?”

“Hahaha… kamu marah ini karena aku berdiri di sini atau karena cinnamon roll yang paling ditakutin perempuan karena bisa bikin gendut ini aku ambil sih?”

“Ya dua-dua nya lah! Jatah ngemil soreku kan jadi berkurang!” sungutku sambil menyambar potongan terakhir di tangannya yang langsung kulahap habis.

Ia terkejut, namun tawa pun langsung meledak seketika. Sebuah usapan lembut jatuh tepat di kepalaku dan sedetik kemudian ia mulai mengacak-acak rambutku yang semakin masai karena angin sore yang kencang.

“Kamu menarik. Perempuan sok manja, yang ternyata menyukai bacaan seberat Pram, dan gak pernah takut gendut karena cinnamon roll. Aku suka!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun