Sikapnya kadang cuek, kadang sinis, kata-katanya cenderung sarkas, tapi juga manis yang membuatku keheranan dibuatnya. Pernah suatu hari aku tidak masuk kantor selama dua hari karena demam tinggi. Saat aku masuk kantor lagi ia langsung bertanya kabarku. Bagaimana kondisi terakhirku, meskipun raut wajahnya masih saja tengil dan bikin malas. Tapi sejujurnya, aku menghargai perhatian kecil itu.
Minggu lalu, aku mendapatkan sebuah kiriman dari seorang kawan di Surabaya. Arus Balik, buku milik Pram yang sudah kucari sejak lama dan akirnya ia menemukannya untukku. Dengan rasa penasaran, aku segera membuka sampul pembungkusnya yang masih terlipat rapi.
ED menghampiriku. Ia hanya memperhatikan sekilas kemudian takjub menatapku lekat.
“Suka Pram?”
Aku berhenti sejenak dari aktivitas ku dan menoleh ke arahnya.
“Iya”
“Hmm..gue kira cewe macam Lo itu sukanya metropop sama teenlit aja. Bacaan berbobot macam Pram masih bisa dicerna rupanya”
Brengsek! Dia sudah menghinaku kedua kalinya soal bacaanku sejak kali pertama bertemu. Otakku rasanya mendidih.
“Maaf? Cewek Macam Gue itu maksudnya apa ya? Kalau gue suka bacaan Pram kenapa? Ada larangan?” suaraku kian meninggi.
“Woo..woo, sabar Nona. Gue gak bermaksud menghina. Yaaa..kebanyakan cewe sekarang itu kan lebih suka novel menye-menye yang udah ketauan happy ending. Dengan bahasa yang yaaa alakadarnya,” ia mencoba menjelaskan sambil tersenyum menatapku.
“Dan gue gak pernah mengira Nona suka dengan Pram. Good point, then!” imbuhnya sambil lalu.