"Kevin Alvian want follow you" Begitulah pesan pemberitahuan masuk ke handphone ku dari salah satu akun sosial media ku.
Saat teman kita menikah, kita hanya bertegur sapa Hai, dan foto group, tak ada yang istimewa. Aku pulang ke tempatku dan kau ke tempatmu.
Ting..
you have a new message
Untuk pertama kalinya pesanmu masuk ke handphoneku. Pesan pertama yang meminta foto saat acara pernikahan teman kita tadi. Ku balas sesuai permintaanmu dan kau mengucapkan terima kasih. Sudah selesai sama seperti awalnya tidak ada yang spesial.Â
Hingga tiba saatnya aku harus pergi tugas ke kota seberang, saat pamitan bersama teman-teman yang lain kau tidak ada, dan aku juga tidak merasa kehilangan.
Aku  pergi. Seminggu, dua minggu dan tidak terasa tiga minggu sudah aku kerja di kota orang. Hari-hari ku jalani dengan nyaman. Hingga handphone ku kembali berbunyi , tandanya ada pesan masuk yang tidak terpikir olehku itu darimu. Kau bertanya tentang pekerjaan dan apakah aku akan balik saat libur akhir tahun nanti.
Kujawab semua pertanyaanmu, memang aku berniat pulang kampung aku rindu keluargaku, untungnya cutiku sudah disetujui oleh atasan dan aku bisa menutup tahun bersama keluarga.
Ting..
you have a new message
Pesan darimu masuk lagi, kau megajakku jalan. Ada apa denganmu?
Aku tak merespon, bukan sok jual mahal tapi aku terlalu canggung untuk berjalan bersamamu tanpa teman yang lain. Ternyata kau tak menyerah, ajakan pertama gagal, kau ajukan ajakan kedua, kedua juga gagal, kau ajukan ketiga.Â
Awalnya aku pikir kau hanya main-main dengan ajakanmu ternyata kau serius. Dalam hati, aku tidak enak terus menolakanmu tapi pada lain pihak aku tidak mau dianggap sebagai perusakan hubungan orang karena kau masih berstatus kekasih orang.Â
Akhirnya kutanggalkan ego ku, ku terima ajakan mu sebagai seorang teman.
Canggung, sudah jelas awalnya. Namun seiring berjalannya waktu es itu mencair. Bahkan belum ada 3 jam kita bertukar cerita, kau sudah menceritakan masalah pribadimu kepada aku.
(baca juga : Me Before You)
Kau yang telah mengakhiri hubunganmu dengan kekasihmu, apa sebabnya, semuanya kau ceritakan kepadaku. Dan aku hanya jadi pendengar setiamu untuk saat itu.
"Nad kamu tau surat yang kamu dapat hari valentine 8 tahun yang lalu?" Tanyamu padaku yang harus membuatku kembali ke kenangan manis itu. Sebuah surat tanpa nama pengirim yang berisi tentang diriku, diriku yang seperti apa dan dia ingin agar aku tetap seperti itu.
"Itu dari aku"
"Aku sudah lama menyimpan rasa padamu" Katanya lagi yang membuat terdiam
"Aku gak minta kamu jawab sekarang" katamu lagi yang mungkin melihat ada raut kebingungan diwajahku.Â
Sumpah saat itu aku memang bingung mau jawab apa.
"Aku gak mau pacar-pacaran lagi Vin, usia ku bukan di tahap itu lagi."Â
Sesaat kami sama-sama diam.
"Dan kalo memang Tuhan berkenan pasti selalu ada jalan untuk kita bersatu." Kataku lagi yang sebenarnya menggantung pernyataanmu.Â
Saat itu jujur aku bingung, aku memang menyukai siapapun dulu pengagum rahasia yang mengirim surat itu padaku. Mungkin kalo itu bukan kamu aku akan dengan mudah mengiyakan. Aku gak tau ada perasaan berat kalo aku juga harus menjawab tidak, terbesit kenangan saat di mana kamu datang ke acara reunian dengan kekasihmu, dan aku dengan kekasihku dulu.Â
Waktu berlalu sangat cepat. Dua bulan sudah berlalu sejak insiden menyatakan perasaan itu. Ada yang hilang dariku. Kamu dulu yang rajin kirimi aku pesan kini tidak lagi. Dan kini aku baru menyadari ego ku telah menghancurkan hubungan kita.
Bisa gak? waktu diputar kembali. Kan kujawab iya dari pernyataanmu tapi kini nasi sudah menjadi bubur. Aku hanya bisa meratapinya. Termasuk isi pesanmu yang meminta aku menjadi bridemaid pada acara pernikahanmu nanti.
Aku pulang, kali ini bukan untuk hal bahagia, tapi untuk hal yang menyedihkan. Namun aku harus berlapang dada, ini semua memang salahku.
Kulihat baju dress semi kebaya berwarna putih gading sudah tergantung di kamarku. Â Aku tidak heran karena memang kau mengusung tema ' beauty in white' itulah yang aku baca dalam undanganmu.
Hari yang tidak ku nantikan pun tiba. Kulihat kau sangat tampan dalam balutan tuksedo putihmu yang sedang menunggu mempelaimu masuk. Musik dimulai pertanda sebentar lagi mempelai wanitanya datang.Â
Aku tersentak, seorang lelaki tua yang bukan lain adalah ayahku merangkul lenganku dan menyerahkan bucket bunga pengantin padaku. Aku menatap ayahku meminta penjelasan, tapi dia hanya tersenyum sambil terus berjalan menuju tempat lelaki yang kucintai dari sedari dulu itu berdiri.Â
Dia seseorang yang bahkan sama sekali tak terpikir olehku. Hari ini untuk pertama kali dan untuk selamanya, dia mengenggam erat tanganku memohon restu kepada ayah secara resmi agama dan hukum untuk membawaku ke pelaminan.
Memang benar kata orang jodoh gak bisa ditebak. Bertemu denganmu sudah 15 tahun yang lalu. Berkenalan mulai 9 tahun yang lalu, dan akhirnya kamu meminta izin pada ayahku untuk menikahiku. Dengan percaya diri kamu merencanakan pernikahan ini sendiri. Mungkin sebagian orang akan marah karena telah merasa dipermainkan namun tidak denganku. Untuk apa aku marah, aku malah bersyukur pada Tuhan yang memberikan kesempatan kedua untukku.
Karena hari ini adalah lembaran baru bagiku. Ku disini, karena kau yang memilihku, terima kasih atas cintamu sejak dulu.
(baca juga : Rahasia Kecil Untuk Sebuah Alasan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H