Kamar saya memang tidak langsung menghadap ke laut merah, tapi saya masih kebagian sedikit pemandangan laut merah dari jendela kamar saya, karena hotel ini berbentuk bulat jadi saat saya keluar dari lift tadi saya bisa melihat kamar kamar lain mengelilingi seluruh lantai dan bagian tengah dari semua lantai di bangunan ini dibiarkan kosong sehingga sayapun bisa melihat langsung ke lobby dari bangunan ini dari lantai berapapun.
Waktu makan siang datang, kami langsung beranjak ke restaurant yang sudah siap menjamu lidah kami dengan menu andalan mereka, rasanya menu apapun yang disediakan, pasti akan segera kami lahap mengingat hari itu semua terasa nikmat. Selesai makan siang kamipun langsung menunaikan shalat dikamar masing masing sementara para pria menunaikan ibadah sholat jumat di masjid terdekat. Sayapun tergoda untuk menikmati kamar mandi yang megah dan lengkap itu sampai akhirnya terlambat untuk masuk bus lagi memulai tur sore itu. Selesai shalat Dzuhur saya dan beberapa teman wanita mencoba menjelajahi hotel dengan menaiki lantai teratas di hotel itu karena disana ada sport center dan kolam renang. Disana kami sempat berfoto dan menikmati suasana di tepi kolam renang tapi tidak bisa lama menikmati karena harus kembali mengikuti agenda selanjutnya.
Lucunya pada saat malam selepas tur keliling kota, kami kesana lagi kami dilarang memasuki tempat itu karena menurut penjaga disana tidak umum para wanita keluar kamar tanpa ditemani para suami, setelah kami balik lagi dengan para suami pun kami gagal memasuki roof top hotel itu karena menurut informasi ada salah satu Pangeran yang datang menginap menggelar acara dan sepertinya membooking area itu. Ya apa boleh buat, kamipun cukup puas siang tadi sempat bersantai sejenak di area itu.
Sore hari kami berbincang dan bercanda dengan teman seperjalanan, sambil menikmati tur keliling kota menuju sebuah Chinese resto di kawasan Ballad atau resminya bernama Corniche Commercial Centre yang agendanya selain makan malam tentu berbelanja oleh oleh disana. Ballad memang surga untuk berbelanja di Jeddah. Toko Ali Murah yang terkenal itupun kami datangi, kurma, coklat dan oleh oleh khas Arab menjadi pilihan yang bisa dibeli disini, beberapa teman berbelanja parfum dikawasan ini yang memang terkenal lebih murah disana ataupun barang elektronik seperti jam tangan walaupun harus hati hati dengan keaslian barang barang disana bukan berarti kita tidak bisa mendapatkan barang yang asli dengan harga yang bersahabat.
Disini banyak pedagang yang bisa berbahasa Indonesia, bahkan pembayaranpun bisa dilakukan dengan rupiah kalau kita kehabisan riyal dengan nilai tukar yang baik. Soal kuliner, jangan lupa untuk mencoba Bakso Mang Oedin sebagai obat kangen makan bakso, ataupun mampir ke kedai kedai yang menjual nasi goreng, sop buntut dan pecel lele.
Makan malam kami di sebuah Chinese Resto di kawasan ini merupakan makan yang paling enak karena memang menunya sangat pas dilidah kami orang Indonesia selama berada di kawasan Jazirah Arab ini. Mungkin tempat ini dipilih karena penyelenggara haji karena mereka tahu persis apa yang diinginkan oleh para jamaah setelah puluhan hari menikmati menu yang monoton. Restonya sederhana ada di sebuah ruko yang liftnya sudah tua dan hanya satu, mampu membawa hanya sekitar 8 orang saja. Bangunan rukonya sangat biasa saja, seperti memasuki kawasan Melawai Plaza yang hits banget di tahun 90-an. Karena tidak sabar beberapa dari kami memilih naik tangga saja. Awalnya kami merasa kecewa karena penampakan restonya tidak seindah yang kami kira, apalagi setelah pemandangan hotel megah yang baru kami temui siang tadi, tapi semua terbayar dengan rasa makanan yang amat sangat nikmat dilidah, pas dengan selera lidah Indonesia.
Ini adalah hari terakhir kami berada dikawasan Jazirah Arab sebelum bertolak kembali ketanah air. Rasa suka cita, syukur yang rasanya tiada henti ingin saya ucap mengingat betapa perjalanan ini tidak menemui kendala apapun. Bahkan dihari terakhir ini saya masih diberi nikmat kamar yang begitu sempurna, kenapa? Karena tidak semua teman bisa mendapat kamar yang sama. Bukan karena berapa besar biaya yang kita dikeluarkan saat mendaftar, bisa dipahami karena ada puluhan jamaah dalam rombongan kami tentunya belum tentu bisa mendapat kamar yang serupa. Bisa dibilang saya dan suami beruntung mendapat kamar yang kami tinggali.
Ada seorang teman yang sejak awal sampai di Jeddah dia berniat untuk berbelanja di sebuah mall mewah dikawasan Thalia Street. Tempat ini memang terkenal sebagai kawasan belanja tempat mencari barang barang bermerk disana. Konon para konglomerat, pangeran, dan keluarga raja Arab Saudi menghabiskan riyalnya disana. Brand brand Internasional seperti Louis Vuitton, Roberto Cavalli, Cartier, Channel hadir disana, harganya pun disebut-sebut sedikit lebih murah dibanding kita berbelanja di tanah air ataupun negara tetangga yang disebut surga belanja seperti Singapura. Tetapi karena hari itu adalah hari jumat yang merupakan hari libur disana, maka kawasan itupun tutup. Mengetahui hal itu sang kawan ini mulai komplain ke pihak penyelenggara, sambil terus bersikukuh ingin kesana. Sepertinya hal ini menjadi masalah besar untuk sang kawan ini sampai dia tidak bisa menikmati hari terakhir ini dengan indah karena disetiap tempat yang kami datangi hanya keluhan dan komplain saja yang terdengar dari dia. Dan rasa kesalnya pun semakin memuncak saat dia tahu bahwa kamar yang dia dapatkan tidak sama dengan yang saya atau kawan lain dapat. Ya itu tadi, karena ada puluhan jamaah tentu tidak semua bisa mendapat kamar yang sama persis fasilitasnya, walaupun jumlah yang kami bayarkan sama. Bisa dibayangkan bagaimana rasa kesal sang kawan ini jika mengetahui bahwa harga room nite kamar yang saya dapat ini jika dirupiahkan bernilai sekitar 5 juta rupiah permalamnya, itupun kalau di cek di situs Agoda yang ratenya terkenal lebih murah banding jika kita melakukan booking langsung ke hotel.
Saat itu saya berfikir kenapa sih dia harus komplain bertubi-tubi sampai membuat beberapa teman lain menjadi tidak nyaman, padahal tujuan utama keberangkatan kami adalah beribadah, perkara belanja dan wisata itu adalah bonus dan bukanlah menjadi prioritas. Tapi ya sudahlah, bukankah manusia kan punya pola berfikir yang berbeda. Mungkin dia berfikir tidak setiap saat bisa kesini dan kapan lagi bisa belanja disana. Suka atau tidak, baik atau buruk, dia adalah kawan seperjalanan haji yang buat saya layak dikategorikan sebagai keluarga.
Sejenak saya mengingat ingat, sejak awal saya berniat melakukan perjalanan indah dan penuh makna ini saya berusaha untuk tidak komplain dalam hal apapun. Kamar mandi yang atapnya bocor, antrian mandi yang disela berkali kali, bolak balik mencari kerabat yang akhirnya ketemu setelah susah payah, susah, senang, sakit, capek, lelah, lapar, haus, keringat, panas, dingin, kesal, semua saya coba terima dengan ikhlas walaupun memang tidak semudah yang dibayangkan, Ustadz pembimbing kami tidak bosan bosannya mengingatkan bahwa kunci dari semua perjalanan ini agar lancar hanya satu, Ikhlas. Ikhlas dengan seutuhnya memang sulit, tapi bukan berarti tidak bisa dicoba kan?