Mohon tunggu...
Raynia Atmadja
Raynia Atmadja Mohon Tunggu... Administrasi - Radio Personality, Homebaker, Full Time Learner

Tukang Kue yang kadang-kadang jadi MC dan VO talent. Nice to meet you!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Satu Hari yang Sarat Makna

28 Mei 2013   23:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:52 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama lebih dari dua puluh hari melakukan aktifitas yang memerlukan fisik wajib dalam kondisi prima, emosi yang stabil yang tentunya sulit dilakukan dalam keadaan lelah dan bukan hanya lelah, tapi berada dalam situasi emosi yang naik turun karena menemukan hal hal yang belum pernah ditemukan, dilihat, dilakukan sebelumnya bukanlah hal yang mudah.

Ya pertama kali saya pergi ke Jazirah Arab adalah di tahun 2012, bukan hanya untuk berumroh, tapi juga berhaji. Pengalaman yang rasanya tidak akan pernah dapat dilukiskan, dituangkan, diceritakan dengan lengkap karena memang akan menjadi cerita yang sangat panjang untuk ditulis,. Mungkin pelan pelan saya akan menuliskan bagian bagian yang setiap detiknya itu akan selalu teringat dalam sepanjang kehidupan saya, karena sampai sekarangpun saya masih belajar memaknai, mengerti, mensyukuri, menikmati ataupun menerapkan apa yang saya dapat ataupun apa yang tersirat dari setiap detik perjalanan spritual yang indah itu dalam kehidupan saya sehari hari.

Tapi satu hal yang menarik untuk diingat adalah setelah melalui perjalanan panjang itu saya mendapat kesempatan untuk melepas lelah, penat, juga melakukan perenungan lebih dalam soal perjalanan itu di sebuah tempat yang sangat indah.

Hari itu kami dan rombongan tidak menyangka akan dibawa ke tempat seperti apa, atau tepatnya pasrah saja akan dibawa kemana, karena mengingat perjalanan panjang yang dimulai dari sebuah apartemen yang sederhana tapi konon ratenya lebih dari hotel bintang lima di daerah Aziziah, karena pada musim haji daerah ini bagaikan lokasi emas bagi para jamaah. Dari situ perjalanan di lanjutkan denga bermalam di Mina, kawasan yang memang menjadi sentral kegiatan berhaji, disinilah kami bergabung dengan jutaan umat muslim dari seluruh penjuru dunia, tinggal di salah satu tenda besar diatas padang pasir yang dikelilingi oleh gunung bebatuan, dimana keberadaan Air Conditioner di sana terasa menjadi tidak penting lagi, plus antrian kamar mandi yang rasanya lebih dari antri sembako ditanah air tapi tetap meninggalkan sejuta kenangan indah. Melempar jumrah, wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah, satu persatu kegiatan kami lalui, kemudian berangkat ke salah satu hotel di Madinah yang dekat dengan Masjid Nabawi, masjid yang akan selalu meninggalkan kerinduan di hati setiap jamaah yang pernah datang dan shalat atau bahkan melantunkan doa dengan khusuk dimakam Baginda Rasulullah SAW. Lanjut ke sebuah hotel di Mekkah dimana setiap detiknya terasa mengaduk aduk perasaan kami karena menyaksikan langsung jutaaan jamaah yang sepertinya tiada henti melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah dan bukan hanya karena kemegahan dan aura dari Masjidil Haram, tapi kesempatan untuk melakukan Shalat Fardhu disetiap sudut atau lantai masjid, Shalat Jenazah, Multazam, Hajar Aswad, Rukun Yamani, Hijr Ismail, suara Muadzin, lantunan ayat ayat suci dari Imam besar disana, rasanya sudah menguras habis seluruh energi lahir dan bathin yang berbalut kepasrahan, keringat dan airmata, tapi terbayar dengan semua rasa syukur bahwa satu persatu rukun haji sudah terlaksana dengan baik. Ya karena tentu itulah tujuan utama kami para jamaah yang berangkat kesana.

Sebenernya sih, setelah melakukan rangkaian perjalanan yang luar biasa itu dibawa kemanapun kami para jamaah pasti akan merasa tempat itu indah, karena yang terpenting buat kami dan saya tentunya adalah niat utama sudah tertunaikan dengan baik.

Jeddah adalah persinggahan terakhir kami sebelum kembali ke tanah air. Penyelenggara haji kami memilihkan sebuah tempat yang menurut mereka pantas untuk didatangi setelah melakukan perjalanan panjang yang indah itu.

Bus kami memasuki kota Jeddah, pemandangan yang sangat berbeda dengan kota Mekkah, jalanan yang besar, bangunan bangunan megah, mobil mobil mewah terparkir di pinggir jalan, kota yang modern, dan laut merah. Kami sempat terbengong-bengong melihat banyaknya mobil mobil mewah, motor besar wara wiri dijalan besar dan mulus, juga bangunan rumah yang pantas disebut istana mewarnai perjalanan kami di kota itu . Konon Guardian pernah mengutip dari Wikileaks bahwa ada beberapa kediaman Pangeran disana yang memiliki bar di bawah tanah, bahkan klub pribadi untuk para muda mudi jet set disana menghabiskan malam. Bus kami berhenti disebuah hotel yang letaknya persis menghadap laut merah, bangunannya berbentuk bulat dan eksteriornya terlihat megah dan mewah. Tentu saja kami semangat 45 turun dan bus dan memasuki lobby, bahkan beberapa teman sempat berfoto didekat mobil mewah yang terparkir di lobby hotel. Bukan karena hasrat narsis yang membara saja, tapi hari itu memang terasa berbeda, beban yang ada dipundak terasa sudah terlepas, dan kami hanya ingin menikmati hari itu dengan segala keceriaan. Rosewood Corniche Hotel, itu nama hotelnya.

Di lobby kami disambut oleh staff yang sangat ramah dan professional, mereka menyapa dengan ramah juga langsung menawarkan welcome drink yang dingin dan terasa sangat nikmat karena perjalanan panjang yang sudah masuk hitungan dua puluh hari lebih itu, bahkan salah satu dari mereka ada yang berasal dari Indonesia tentu saja langsung diberondong dengan sejuta pertanyaan dari teman teman yang memang masih ternganga dengan kemegahan hotel ini yang terlihat jelas dari dalam. Sebelumnya pihak penyelenggara perjalanan kami memang sudah membocorkan bahwa hotel yang kami singgahi ini memang bintang lima tapi fasilitasnya masuk dalam kategori diamond.

Kami menghabiskan waktu beberapa saat disebuah lounge megah yang juga merangkap salah satu restaurant sambil menunggu daftar kamar dan kunci dibagikan. Akhirnya kunci sudah ditangan dan kamipun langsung sibuk menuju kamar masing masing.

Saya dan suami mendapat kamar yang tipenya setelah pulang saya baru tahu dari website hotel ini jenis kamar itu adalah : Danah Room. Begitu kamar terbuka saya langsung kegirangan bukan saja karena kamarnya yang begitu luas bernuansa arab kontemporer. King size bed dengan sentuhan kanopi diatasnya membuat saya serasa tidur di kamar Aladdin, dua flatscreen tv berukuran besar dengan berbagai pilihan channel, akhirnya kamipun bisa menonton channel HBO disini tanpa sensor hehehe. Kamar mandinya pun sangat luas, 2 washtafel, satu closet duduk, satu urinoir, bath tube berbentuk oval dengan tombol whirpool dilengkapi dengan garam mandi dan sabun madu untuk berendam, dan di sudutnya ruang shower bukan hanya shower tapi juga shower steam yang dilengkapi dengan fasilitas untuk mandi uap, tidak ketinggalan satu unit TV flatscreen membuat saya bisa menghabiskan waktu berjam jam dikamar mandi ini, ah rasanya begitu sempurna.

Satu set sofa empuk bahkan terasa memanggil manggil saya untuk leyeh leyeh sejenak menikmati sajian buah dan beberapa majalah yang tersedia dimejanya. Satu set mesin pembuat kopi berstandar internasional dan beberapa jenis kopi pun siap menemani kami disana

Kamar saya memang tidak langsung menghadap ke laut merah, tapi saya masih kebagian sedikit pemandangan laut merah dari jendela kamar saya, karena hotel ini berbentuk bulat jadi saat saya keluar dari lift tadi saya bisa melihat kamar kamar lain mengelilingi seluruh lantai dan bagian tengah dari semua lantai di bangunan ini dibiarkan kosong sehingga sayapun bisa melihat langsung ke lobby dari bangunan ini dari lantai berapapun.

Waktu makan siang datang, kami langsung beranjak ke restaurant yang sudah siap menjamu lidah kami dengan menu andalan mereka, rasanya menu apapun yang disediakan, pasti akan segera kami lahap mengingat hari itu semua terasa nikmat. Selesai makan siang kamipun langsung menunaikan shalat dikamar masing masing sementara para pria menunaikan ibadah sholat jumat di masjid terdekat. Sayapun tergoda untuk menikmati kamar mandi yang megah dan lengkap itu sampai akhirnya terlambat untuk masuk bus lagi memulai tur sore itu. Selesai shalat Dzuhur saya dan beberapa teman wanita mencoba menjelajahi hotel dengan menaiki lantai teratas di hotel itu karena disana ada sport center dan kolam renang. Disana kami sempat berfoto dan menikmati suasana di tepi kolam renang tapi tidak bisa lama menikmati karena harus kembali mengikuti agenda selanjutnya.

Lucunya pada saat malam selepas tur keliling kota, kami kesana lagi kami dilarang memasuki tempat itu karena menurut penjaga disana tidak umum para wanita keluar kamar tanpa ditemani para suami, setelah kami balik lagi dengan para suami pun kami gagal memasuki roof top hotel itu karena menurut informasi ada salah satu Pangeran yang datang menginap menggelar acara dan sepertinya membooking area itu. Ya apa boleh buat, kamipun cukup puas siang tadi sempat bersantai sejenak di area itu.

Sore hari kami berbincang dan bercanda dengan teman seperjalanan, sambil menikmati tur keliling kota menuju sebuah Chinese resto di kawasan Ballad atau resminya bernama Corniche Commercial Centre yang agendanya selain makan malam tentu berbelanja oleh oleh disana. Ballad memang surga untuk berbelanja di Jeddah. Toko Ali Murah yang terkenal itupun kami datangi, kurma, coklat dan oleh oleh khas Arab menjadi pilihan yang bisa dibeli disini, beberapa teman berbelanja parfum dikawasan ini yang memang terkenal lebih murah disana ataupun barang elektronik seperti jam tangan walaupun harus hati hati dengan keaslian barang barang disana bukan berarti kita tidak bisa mendapatkan barang yang asli dengan harga yang bersahabat.

Disini banyak pedagang yang bisa berbahasa Indonesia, bahkan pembayaranpun bisa dilakukan dengan rupiah kalau kita kehabisan riyal dengan nilai tukar yang baik. Soal kuliner, jangan lupa untuk mencoba Bakso Mang Oedin sebagai obat kangen makan bakso, ataupun mampir ke kedai kedai yang menjual nasi goreng, sop buntut dan pecel lele.

Makan malam kami di sebuah Chinese Resto di kawasan ini merupakan makan yang paling enak karena memang menunya sangat pas dilidah kami orang Indonesia selama berada di kawasan Jazirah Arab ini. Mungkin tempat ini dipilih karena penyelenggara haji karena mereka tahu persis apa yang diinginkan oleh para jamaah setelah puluhan hari menikmati menu yang monoton. Restonya sederhana ada di sebuah ruko yang liftnya sudah tua dan hanya satu, mampu membawa hanya sekitar 8 orang saja. Bangunan rukonya sangat biasa saja, seperti memasuki kawasan Melawai Plaza yang hits banget di tahun 90-an. Karena tidak sabar beberapa dari kami memilih naik tangga saja. Awalnya kami merasa kecewa karena penampakan restonya tidak seindah yang kami kira, apalagi setelah pemandangan hotel megah yang baru kami temui siang tadi, tapi semua terbayar dengan rasa makanan yang amat sangat nikmat dilidah, pas dengan selera lidah Indonesia.

Ini adalah hari terakhir kami berada dikawasan Jazirah Arab sebelum bertolak kembali ketanah air. Rasa suka cita, syukur yang rasanya tiada henti ingin saya ucap mengingat betapa perjalanan ini tidak menemui kendala apapun. Bahkan dihari terakhir ini saya masih diberi nikmat kamar yang begitu sempurna, kenapa? Karena tidak semua teman bisa mendapat kamar yang sama. Bukan karena berapa besar biaya yang kita dikeluarkan saat mendaftar, bisa dipahami karena ada puluhan jamaah dalam rombongan kami tentunya belum tentu bisa mendapat kamar yang serupa. Bisa dibilang saya dan suami beruntung mendapat kamar yang kami tinggali.

Ada seorang teman yang sejak awal sampai di Jeddah dia berniat untuk berbelanja di sebuah mall mewah dikawasan Thalia Street. Tempat ini memang terkenal sebagai kawasan belanja tempat mencari barang barang bermerk disana. Konon para konglomerat, pangeran, dan keluarga raja Arab Saudi menghabiskan riyalnya disana. Brand brand Internasional seperti Louis Vuitton, Roberto Cavalli, Cartier, Channel hadir disana, harganya pun disebut-sebut sedikit lebih murah dibanding kita berbelanja di tanah air ataupun negara tetangga yang disebut surga belanja seperti Singapura. Tetapi karena hari itu adalah hari jumat yang merupakan hari libur disana, maka kawasan itupun tutup. Mengetahui hal itu sang kawan ini mulai komplain ke pihak penyelenggara, sambil terus bersikukuh ingin kesana. Sepertinya hal ini menjadi masalah besar untuk sang kawan ini sampai dia tidak bisa menikmati hari terakhir ini dengan indah karena disetiap tempat yang kami datangi hanya keluhan dan komplain saja yang terdengar dari dia. Dan rasa kesalnya pun semakin memuncak saat dia tahu bahwa kamar yang dia dapatkan tidak sama dengan yang saya atau kawan lain dapat. Ya itu tadi, karena ada puluhan jamaah tentu tidak semua bisa mendapat kamar yang sama persis fasilitasnya, walaupun jumlah yang kami bayarkan sama. Bisa dibayangkan bagaimana rasa kesal sang kawan ini jika mengetahui bahwa harga room nite kamar yang saya dapat ini jika dirupiahkan bernilai sekitar 5 juta rupiah permalamnya, itupun kalau di cek di situs Agoda yang ratenya terkenal lebih murah banding jika kita melakukan booking langsung ke hotel.

Saat itu saya berfikir kenapa sih dia harus komplain bertubi-tubi sampai membuat beberapa teman lain menjadi tidak nyaman, padahal tujuan utama keberangkatan kami adalah beribadah, perkara belanja dan wisata itu adalah bonus dan bukanlah menjadi prioritas. Tapi ya sudahlah, bukankah manusia kan punya pola berfikir yang berbeda. Mungkin dia berfikir tidak setiap saat bisa kesini dan kapan lagi bisa belanja disana. Suka atau tidak, baik atau buruk, dia adalah kawan seperjalanan haji yang buat saya layak dikategorikan sebagai keluarga.

Sejenak saya mengingat ingat, sejak awal saya berniat melakukan perjalanan indah dan penuh makna ini saya berusaha untuk tidak komplain dalam hal apapun. Kamar mandi yang atapnya bocor, antrian mandi yang disela berkali kali, bolak balik mencari kerabat yang akhirnya ketemu setelah susah payah, susah, senang, sakit, capek, lelah, lapar, haus, keringat, panas, dingin, kesal, semua saya coba terima dengan ikhlas walaupun memang tidak semudah yang dibayangkan, Ustadz pembimbing kami tidak bosan bosannya mengingatkan bahwa kunci dari semua perjalanan ini agar lancar hanya satu, Ikhlas. Ikhlas dengan seutuhnya memang sulit, tapi bukan berarti tidak bisa dicoba kan?

[caption id="attachment_297" align="aligncenter" width="300" caption="Bird in front of my hotel room @Jeddah"]

[/caption]

Satu hal lagi yang saya ingat, saat kami menjalani pemeriksaan di imigrasi saat kepulangan kami ke tanah air, secara umum hampir semua rombongan kami berjalan lancar, hanya satu saja, satu koper harus dibongkar karena alarmnya berbunyi dan itu milik dari Sang Kawan saya tadi, hanya dia yang akhirnya harus susah payah membongkar kopernya karena petugas harus mencari tahu ada benda apa dalam koper itu yang membuat alarmnya berbunyi, yang ternyata berasal dari gantungan kunci yang sedianya dia beli untuk oleh oleh untuk kerabatnya di tanah air.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun