Butuh banyak waktu untuk memulai menuliskan sesuatu yang sebenarnya masih terasa sedih untuk ditulis. 15 February 2013, hari terakhir saya mengudara di sebuah stasiun radio yang enam tahun lebih bahkan hampir tujuh tahun saya bergabung. Bukan karena engga bisa menuliskan apa apa tapi lebih karena beberapa rentetan kejadian yang rasanya begitu menusuk perasaan saya begitu dalam....
Sekitar dua minggu setelah siaran terakhir saya di program Delta Delight 99,1 Delta FM Jakarta, Minggu sore 3 Maret 2013, saat sedang mengantri dikasir sebuah tempat perbelanjaan bersama Ibuku, antrian yang panjang dan bikin bête, tiba tiba telepon saya berdering ternyata dari sahabat yang justru bukan dari lingkungan radio tempat saya pernah bekerja yang menanyakan kebenaran kabar kepergian sahabat saya Bipi Nastoto, Penyiar, Teman, Sahabat yang saya kenal sejak pertama bergabung di Delta FM. Sontak saya kaget dan membuka semua pesan di bbm, twitter, sms, dan ternyata banyak missed call disana, salah satunya dari sahabat saya sesama mantan penyiar Delta FM, Adenita, semua mengabarkan dan menanyakan hal yang sama.
Saya engga serta merta percaya, langsung saya telepon ke nomor Bipi, dan terdengar suara wanita, saya engga yakin itu istrinya karena kalaulah memang kabar itu benar, engga mungkin Mbak Irma yang kerap disapa Mbak Aping ( istri Bipi ) yang mengangkat, pasti dia sedang berduka, ternyata.. Mbak Aping sendiri yang mengangkat dan membenarkan kabar itu. Lutut saya lemas, dan seketika saya sibuk mengontak teman teman
Entah kenapa saya memang engga kepingin untuk datang ke Java Jazz, sebuah perhelatan musik akbar yang digelar sejak jumat saat itu.. ngga tau deh.. hampir tiap tahun saya hadir, karena harus bertugas jadi MC atau sekedar nonton. Mungkin jenuh karena yang saya rasa toh saya udah engga tugas ngeMC lagi dan tempatnya jauh, lagipula saya lagi seneng senengnya menghabiskan waktu sama keluarga karena baru aja jadi pengangguran.
Bergegas saya mengantarkan Ibu dan Ayah saya pulang, ganti baju dan meluncur kerumah duka. Ah… masih engga percaya….Saya datang saat almarhum sudah dimandikan, rapi, akan disholatkan. Saya pun engga sampai hati atau tepatnya engga berani membuka kain putih tipis yang menutup wajah sahabat saya itu.. Yang belakangan saat obrolan saya di obsat dengan mas Rivo Pamudji, sahabat Bipi yang sama sama penggagas komunitas Bike to Work dia bilang, engga ada salahnya melihat untuk yang terakhir kali.
Perasaan saya engga karuan, melihat ketegaran Mbak Aping, Istri Bipi, yang tegak berdiri dengan mata yang bengkak, satu persatu menyalami begitu banyak tamu yang datang, melihat Luthfi si Sulung yang tidak lagi terlihat menangis, juga Aaliyah putri cilik Bipi yang selalu dia banggakan, sering di ajak ke kantor dan kadang bermain dengan siGanteng jagoan saya ketika ada moment bertemu.
Diantara sekian banyak pelayat yang datang, seorang pendengar Radio Delta yang bahkan hanya mengenal Bipi di udara pun hadir, Dia, Abah Utun panggilannya sempat menanyakan rumah duka ke saya via twitter. Kami, perkerja radio memang bukan publik figur yang raut mukanya dikenal banyak orang, walaupun sekarang banyak publik figur yang juga bekerja sebagai penyiar radio. Kehadiran Abah Utun disana, pertanyaan pertanyaan di facebook, inbox, sms, twitter dari sekian banyak pendengar, yang sampai saat ini pun masih saya terima, menandakan Bipi adalah pekerja radio yang dicintai banyak orang.
Pagi keesokan hari dilalui dengan menunggu kedatangan rombongan jenazah di TPU Jeruk Purut, disana saya bertemu dengan teman-teman lama, Ibor yang dulu bekerja sebagai Operator Siaran, Teh Ria Singawinata, Shahnaz Haque, Gilang Ramadhan, Bondan, Mbak Norma, teman teman JDFI lain, dan Mas Rivo juga keliatan hadir bersama teman teman Bike to Work. Bahkan Mas Indra Prasetijo, fotografer yang sering mengabadikan kegiatan radio kami di Delta FM pun ikut hadir, tentunya kali ini dengan suasana berbeda tapi tetap dengan kameranya.
Pemandangan paling mengharukan yang saya lihat adalah saat posesi tabur bunga, Mbak Aping terlihat gemetar menabur bunga di makam Bipi yang dimakamkan bertumpuk dengan almarhum Ibundanya tercinta yang wafat di tahun 2007 tepat saat Bipi pertama kali siaran di morning show Delta FM. Si Sulung Luthfi yang raut wajahnya mirip dengan Bipi, tingginya sudah melebihi Ibunya, merangkul lengan Ibunda, sambil menuntun menabur bunga. Aaliyah putri kecil Bipi tegar menabur bunga dengan mimik yang terlihat masih bingung ataupun tidak percaya.
Selamat jalan Bip, cuma doa yang bisa aku kirim untukmu, terimakasih untuk ilmu mixing yang kamu ajarkan saat pertama kali aku di training di JDFI di jalan Borobudur dulu, untuk semua sessi ngeMC bersama dimanapun itu, terimakasih untuk pertemanan yang rasanya sudah menjadi sebuah tali persaudaraan yang indah, maafkan aku ya Bip.. buat semua hal yang mungkin jadi sebuah kesalahan direntang waktu persahabatan kita. Tidak ada lagu yang tepat untuk mengantarkan kepergianmu, suara “kotak kotak” (begitu Farhan menyebut karakter suara Bipi) yang pernah mengisi Tajuk Delta yang skripnya ditulis Mas Reza Indragiri Amriel hingga mendapatkan penghargaan Fitur Radio Anti Korupsi itu. KIS FM ( as Tony Silver), M97, Delta FM adalah tempat dimana ‘suara sukma’ seorang Bipi Nastoto pernah mengudara.
Hampir seminggu berlalu, saya dan teman-teman mulai merencanakan untuk hadir di tahlilan hari ke 7 almarhum Bipi. Jumat siang 3 Maret saya dan siGanteng lepas dia sekolah berencana untuk menonton bioskop. Paginya saya sempat berbalas twitter dengan Irwin Novianto, @DJWinz, music director Delta FM, sahabat saya yang saya tau dia sedang ada di Cirebon untuk perawatan sakitnya. Dije (begitu kami biasa memanggil dia) komentar soal maraknya harlem shake.